x

Seorang siswi tuna netra mengikuti pelajaran gamelan di SLB Driya Adi, Semarang (2/5). Acara tersebut untuk memperingati hari pendidikan.(TEMPO/Budi Purwanto)

Iklan

anton susilo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Lantunan Gamelan Merentang Zaman

Gamelan hadir sebagai warisan budaya berbagai daerah di Indonesia, salah satunya Bali.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hampir semua suku bangsa di Indonesia memiliki ragam musik etniknya tersendiri. Masing-masing menggunakan instrumen yang khas, dan bahkan nyaris tidak dijumpai antara satu kelompok dengan lainnya. Antara gamelan Jawa dan Bali misalnya, kendati kelihatan serupa, sebenarnya mereka melestarikan pakem-pakem dan bentuk penggunaan alat musik yang berbeda.

Colin McPhee merupakan komposer barat pertama yang melakukan studi etnomusikal tentang gamelan Bali. Musisi kelahiran Kanada, 15 Maret 1900 ini menciptakan beberapa komposisi yang berangkat dari khazanah kebudayaan Bali, di antaranya Taboeh-taboehan (1936)dan Symphony No.2 (1957).Sebuah publikasi di UCLA (University of California-Los Angeles) menyebutkan bahwa ia melakukan riset intensif mengenai ragam ansambel gamelan di beberapa daerah Bali, dan menjadikan rumahnya sebagai ruang edukasi bagi anak-anak setempat guna mempelajari gamelan dan tari. Bersama istrinya, Jane Belo, mahasiswi antropolog Margared Mead, ia menelusuri kemungkinan penciptaan musik baru, yang kemudian menjadi salah satu cikal bakal world music yang berkembang belakangan ini. Selain mencipta komposisi musik, ia juga menerbitkan buku mengenai Bali antara lain Music in Bali (1966), dan House of Bali (1946) sebuah kisah mengenai pengalaman residensinya di pulau ini. Sejak tahun 1958, ia menjadi profesor dalam bidang etnomusikologi di UCLA.

Seni gamelan Bali telah berkembang pesat, bahkan mulai dikreasikan dalam langgam modern. Gamelan Bali umumnya menggunakan laras tradisi pelog ataupun slendro, dan ditampilkan pada saat ritual-ritual upacara maupun sebagai pengiring tari. Beberapa ruang budaya lokal di lingkungan komunitas adat secara berkelanjutan menggelar latihan ansambel gamelan dengan melibatkan generasi muda—barangkali adalah salah satu ragam seni tradisi yang masih mendapat tempat dalam arus percepatan perubahan di pulau ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu seni gamelan Bali tertua yang disebutkan dalam berbagai literatur kuno adalah gamelan gambuh. Beberapa lontar tersebut menggambarkan bahwa dalam pertunjukan Gambuh selalu diiringi oleh komposisi gamelan, sebagai ilustrasi bagi pementasan atas kisah legendaris seorang pangeran Hindu-Jawa, yakni Raden Panji. Gamelan ini masih terdapat di beberapa kawasan desa di Bali, di antaranya di Desa Batuan (Gianyar), Pedungan (Denpasar), Depehe (timur Singaraja) dan lainnya.

Musik di Bali pada masa kerajaan pra kolonial memang kerap jadi pendamping bagi aktivitas ritual persembahyangan, pengiring suatu tarian, kegiatan pertunjukan yang bersifat lebih sekular atau bahkan sebagai hiburan. Gamelan Semar Pegulingan misalnya, konon dimainkan setiap senja menuju petang pada halaman di luar kamar tidur sang raja, menggunakan melodi lembut yang diadaptasikan dari repertoar gambuh. Sementara orkestra Gong Gde lebih sering dipergunakan sebagai pengiring tarian yang ditampilkan pria, persembahan musik kerajaan ataupun aktivitas religius. Adapun beberapa nomor musikal, seperti lelambatan, ditumbuhkan sepanjang era Majapahit dengan berbagai ragam gaya yang bisa dimaknai sebagai bagian dari jiwa orkestra musik Bali.

Di awal pasa pendudukannya, Belanda menggelar sebuah pertunjukan gamelan yang kemudian mengubah dinamika kreasi musikal tradisi Bali. Tahun 1915, di desa-desa Bali Utara diselenggarakan festival gamelan gong kebyar, yang secara signifikan mengubah pola orkestra gamelan pura dalam konsep ngayah (persembahan tulus) di kalangan (halaman) menjadi bentuk kesenian yang dipertontonkan. Makna kebyar sebelumnya tidak pernah ada dalam definisi berkesenian di Bali, namun dengan segera tersebar pada abad ke-20, bahkan menyandang predikat sebagai langgam gamelan yang terbilang paling dikenal kini.

Sementara gong kebyar makin tersohor, terdapat komposisi musikal lain yang telah dikenal lama dan mencoba bertahan dari arus perubahan, gamelan pelegongan, yang dielaborasi dari gamelan semar pegulingan untuk mengiringi tari legong. Seiring waktu, langgam ini pun menjadi diminati, bahkan berkembang dalam aneka bentuk eksplorasi. Beberapa nama musisi besar turut mempengaruhi tren baru ini, di antaranya I Lotring dari Desa Kuta, yang karya-karyanya terus membayangi dinamika seni gamelan Bali. Ia mengajarkan gamelan gaya baru ini kepada desa-desa di Bali, membuatnya dikukuhkan sebagai seniman gamelan tersohor yang namanya masih dipuja hingga sekarang. Tokoh lain yang dikenal ialah Gede Manik dari Jagaraga, Buleleng, yang juga mengajar gaya gong kebyar dengan penuh semangat hingga ke desa-desa jauh di Bali selatan, wilayah di mana gamelan serupa juga tengah digandrungi.

Meskipun demikian, bukan berarti pula bahwa seni ini tidak berada dalam tantangan. Terkecuali mereka yang telah lama bergiat dalam ansambel, kian sedikit kalangan yang memahami jenis-jenis gamelan Bali, termasuk perangkat yang dipergunakan serta perbedaan fungsinya, seperti jiyeng, reyong, gender, gangsa, dan lain sebagainya. Sama halnya dengan langgam musik gamelan macam apa yang dihadirkan saat upacara tertentu, mungkin hanya terbatas yang tahu. Dengan kata lain, gamelan membutuhkan pelestarian yang lebih komprehensif, bukan hanya melalui pengenalan alat musik, namun juga ragam komposisi musikal serta makna-makna filosofis yang terkandung di dalamnya.

*sumber foto: www.baliloveindonesia.blogspot.com

 
 

Ikuti tulisan menarik anton susilo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB