x

Iklan

Fadh Ahmad Arifan

Alumnus MI Khadijah kota Malang
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Perbaikilah Mutu Guru, Jangan Mengubah-ubah Kurikulum

Memperbaiki mutu bisa dilakukan dengan 3 cara: Mengadakan pelatihan guru, memberi beasiswa, dan mengurangi beban mengajar. Memperbaiki mutu guru ini amat penting daripada mengubah-ubah kurikulum.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Iklim pendidikan bangsa Indonesia saat ini dilanda “kebingungan”. Pasalnya Menteri Pendidikan Anies Baswedan telah memutuskan menghentikan Kurikulum 2013 (K-13). Tapi di sisi lain, Wapres Jusuf Kalla menyatakan status K 13 ini hanya diperbaiki penerapannya, bukan dihentikan (kompas.com 9 desember 2014). Dari sini, untuk sementara bisa saya simpulkan bahwa untuk pertama kalinya bangsa Indonesia menganut dualism kurikulum. Yang sudah nyaman dengan K 13, silahkan lanjutkan, sedangkan sekolah yang tidak nyaman bisa kembali ke KTSP.

Sejauh ini, ada pro dan kontra, pihak yang pro atau setuju melihat pada peran guru di K 13 yang disibukkan dengan urusan administrasi. Untuk urusan penilaian K 13 cukup rumit, raport 1 anak bisa 11 lembar dan mapelnya tidak jelas bagai es Campur. Pihak yang kontra melihat pada besarnya biaya sosialisasi dan pengadaan buku. Perlu diketahui, K 13 yang diterapkan mulai tahun ajaran 2013/2014 ini menelan biaya fantastis sebesar 2,49 Triliun rupiah. Penggunaan anggaran terbesar digunakan untuk penggandaan buku sebanyak 72,8 juta eksemplar Rp 1,2 triliun dan pelatihan guru Rp 1,09 triliun. Oleh karena itu, bila kembali ke KTSP lagi, jelas sangat mubazir.

Mantan menteri pendidikan, Muhammad Nuh mengkritik keputusan Anies baswedan ini. "Bagi sekolah yang sudah siap menerapkan Kurikulum 2013, ya silakan jalan teruskan, jangan dibatasi. Kalau dilarang, itu sama seperti menyebut Kurikulum 2013 ajaran sesat,” kata M Nuh di Kota Batu, Jawa Timur (Liputan 6 petang, 7 Desember 2014).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sedikit flash back terkait mengapa K 13 ini muncul. Muhammad Nuh sewaktu berdiskusi dengan Rhenald kasali PhD; menjelaskan perihal kurikulum 2013 ini. Pertama, Kurikulum 2013 sudah dipersiapkan lama. Merumuskan kurikulum 2013 memakan waktu lebih dari setahun. Kurikulum ini yang memperkuat basis kompetensi: pengetahuan, keterampilan dan sikap anak didik. Kedua, Kalau kita tidak merubah kurikulum berarti kita mempersiapkan generasi yang usang. Filosofi kurikulum 2013 itu “yang kita didik sekarang untuk dipersiapkan 10 hingga 15 tahun mendatang”. Ketiga, Subyek dan obyek dalam kurikulum 2013 adalah fenomena alam, sosial dan budaya (Acara Rumah perubahan di TVRI, episode “Kurikulum 2013” bersama Muhammad Nuh, Tgl 18 juni 2013).

Hemat saya, Pertama, apapun nama kurikulum itu, idealnya harus bisa membuat anak didik menjadi seorang berakhlaqul karimah dan mandiri dalam arti dia siap menghadapi tantangan ketika umurnya menginjak dewasa yakni umur 25 tahun. Jangan sampai, anak didik ini menjadi produk gagal, boleh jadi di akherat nanti, mereka akan meminta pertanggungjawaban pada para pemangku kepentingan yang mendesain kurikulum pendidikan. Kedua,  awal tahun 2015 sudah bergulir Masyarakat ekonomi Asean/MEA. Tenaga kerja asing akan berdatangan ke Indonesia. Apakah produk pendidikan kita sudah bisa bersaing dengan mereka?

Saat diwawancarai oleh wartawan, Anies mengatakan bahwa hal yang paling penting dalam sistem pendidikan adalah Guru dan kepemimpinan Kepala Sekolah. Sebagus apapun kurikulum dan fasilitas pendidikannya, akan sia-sia bila dua hal tadi belum baik kualitasnya (Breaking news TV One, 26 Oktober 2014 pk 18.00 wib).

Peran peting guru kembali di singgung Anies, "Perubahan besar dimulai dari Kelas. Jika Gurunya terampil, maka anak didiknya menjadi terampil. Jika gurunya berkarakter, maka anak didiknya menjadi berkarakter. Dan jika gurunya menyenangkan, maka anak didik akan terasa nyaman belajar". (Peringatan hari Guru 27 November 2014 di Istora senayan, Jakarta). Guru sebagai agen perubahan yang seperti disinggung Anies tidak akan terwujud bila mutunya tidak diperbaiki. Memperbaiki mutu bisa dilakukan dengan 3 cara: Mengadakan pelatihan guru, memberi beasiswa, dan mengurangi beban mengajar. Meningkatkan mutu guru ini amat penting daripada mengutak-atik kurikulum.

  1. Mengadakan pelatihan Guru

Seseorang pemain sepak bola bisa menjadi pemain yang hebat di lapangan karena sering berlatih serta ikut pertandingan antar klub dan negara. Tidak mungkin seorang guru bisa menjadi pengajar yang hebat bila tidak diasah kemampuannya melalui pelatihan, workshop hingga diajari bagaimana mengenali gaya belajar siswanya. Bila sebuah sekolah jarang memberi pelatihan kepada guru-guru, bagaimana mungkin guru tersebut bisa mengimplementasikan sebuah kurikulum? Bisakah guru yang demikian beradaptasi dengan dunia pendidikan yang serba dinamis? Singkatnya, makin sering sebuah sekolah mengadakan pelatihan guru, makin berkualitas-lah sekolah itu. Itulah pengertian sekolah yang unggul dan benar (Munif Chatib, Sekolahnya manusia, hal 149).

  1. Memberi beasiswa

Pemberian beasiswa di sini ada 2 jenis, di berikan Negara dan kepala daerah. Kalau beasiswa Negara biasanya untuk studi lanjut ke jenjang magister dan doktoral. Sasaran beasiswa bisa untuk guru yang punya NUPTK maupun supervisor/pengawas sekolah. Sedangkan beasiswa yang diberikan oleh seorang kepala daerah bisa untuk guru di sekolah formal dan guru Madrasah diniyyah (Madin). Misal Pemkab Pasuruan, Jawa timur yang memberikan beasiswa kuliah S1 untuk guru Madin. Tentunya salah satu tujuan dari pemberian beasiswa itu untuk meningkatkan mutu para guru.

Mutu guru di sebuah sekolah juga tergantung supervisor. Bagimana mungkin kualitas pendidikan akan membaik bila pengawasnya belum bergelar Magister, sedangkan kepala sekolah maupun guru yang disupervisi sebagian telah bergelar Magister pendidikan (Kuliah umum Dr Amin haedari di Pascasarjana UIN Malang, 10 Desember 2014).

  1. Mengurangi beban Mengajar

Sejak ada kebijakan Sertifikasi guru, beban mengajar guru minim 24 jam dalam seminggu. Belum lagi saat jelang cairnya tunjangan sertifikasi, guru-guru kelimpungan dalam menyiapkan RPP, silabus dan aneka persyaratan administrasi. Sertifikasi juga dituding sebagai salah satu sebab menjamurnya kekerasan siswa, missal kekerasan siswa SD di bukit tinggi. (rimanews, 17 Oktober 2014). Tapi jangan dilupakan, bahwa siswa bisa menjadi seperti itu juga karena pengaruh televisi. Guru digaji kecil dengan tanggung jawab besar, sedangkan jerih payahnya dirusak oleh artis yang dibayar mahal tapi terlibat dalam acara dan sinetron yang merusak moral siswa.

Mantan Kepala sekolah MAN 3 malang, Imam sujarwo MPd mengusulkan supaya beban mengajar guru dari 24 jam dikurangi menjadi 18 jam mengajar. Dengan begini, guru punya waktu untuk mengembangkan diri, ikut pelatihan, seminar bahkan menulis buku (Dhamma TV 19 november 2014).

Ikuti tulisan menarik Fadh Ahmad Arifan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB