x

Iklan

Anton Muhajir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jalan Air Hilang, Denpasar pun Kebanjiran

Secara kasat mata, terlihat tanah-tanah terbuka di Denpasar makin hilang. Sawah, rawa-rawa, kebun, dan tanah lapang di kota ini sudah berganti dengan bangunan rumah, hotel, toko, dan seterusnya. Padahal, dulunya ke tanah-tanah terbuka tersebutlah air be

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 
Hanya banjir sekitar empat jam, Denpasar langsung kebanjiran.
 
Foto dan video banjir di ibukota Provinsi Bali ini pun memenuhi dunia maya, terutama Facebook dan Twitter. Hampir semua disertai komentar sama, Bali makin mirip Jakarta.
 
Kasihan juga sebenarnya dengan Jakarta. Masak tiap kali ada hal buruk di Bali terutama bagian selatan, selalu saja dikaitkan dengan Jakarta. Macetlah. Kota acak adutlah. Banjirlah.
 
Jelek amat citra Jakarta. ?
 
Tapi, ini bukan soal citra. Kali ini soal kenapa banjir makin sering terjadi di Bali bagian selatan. Seperti juga hari ini.
 
Banjir tersebut nyaris tersebar di semua tempat di Denpasar. Saya mengikuti dari media sosial. Di kampus Sudirman Universitas Udayana, sepeda motor mahasiswa sampai tenggelam hingga setang. Seorang teman mengirim foto Jalan Sudirman yang kebanjiran hingga setinggi pinggang.
 
Semula saya pikir hanya Sanglah dan Panjer yang kebanjiran. Ternyata tidak. Kali ini banjirnya rata termasuk di Kuta, Seminyak, Monang Maning, dan Renon.
 
Saya sendiri jadi salah satu korbannya.
 
Ketika hendak menuju arah Sudirman lewat Renon, jalan-jalan di sana penuh air meluap. Motor-motor terendam hingga setengahnya. Jalan Tukad Yeh Aya berubah jadi sungai. Begitu pula Jalan Pemuda.
 
Paling mengagetkan justru di Jalan Puputan Renon. Ini jalan selebar kira-kira 10 meter yang kanan kirinya berisi saluran air besar. Eh, ternyata kebanjiran juga.
 
Titik paling parah ini di perempatan Jalan Raya Puputan – Jalan Pemuda – Jalan Muhammad Yamin. Mobil dan sepeda motor banyak berhenti di sini. Tak berani menerobos air yang tingginya sekitar setengah meter. Saya juga begitu.
 
Beberapa orang yang nekat menerobos terpaksa berhenti di tengah jalan. Mesin sepeda motornya mati. Sebagian lain tetap hidup dan melanjutkan perjalanan. Mungkin akan ketemu banjir di tempat lain juga.
 
Balik ke pertanyaan awal, kenapa bisa akhir-akhir ini Denpasar atau Bali selatan makin sering kena banjir?
 
Setelah baca beberapa hasil riset dan pengamatan sendiri, menurut saya, ada beberapa penyebab makin seringnya terjadi banjir di Denpasar.
 
Pertama karena faktor alam, makin tingginya curah hujan. Ini sih mungkin memang tak bisa dilawan, makin tingginya curah hujan. Menurut data BMKG, curah hujan di Denpasar memang makin tinggi dari tahun ke tahun. Sekadar contoh, pada Desember 2008 curah hujan maksimal 49,6 mm kemudian jadi 189,6 mm pada Januari 2009. Saat ini, masih menurut BMKG, curah hujan jadi 244 mm per bulan.
 
Ketika curah hujan makin tinggi, pada saat yang sama justru daerah resapan air di kota ini makin berkurang. Inilah penyebab kedua. 
 
Secara kasat mata, terlihat tanah-tanah terbuka di Denpasar makin hilang. Sawah, rawa-rawa, kebun, dan tanah lapang di kota ini sudah berganti dengan bangunan rumah, hotel, toko, dan seterusnya.
 
Padahal, dulunya ke tanah-tanah terbuka tersebutlah air berhenti, meresap, dan menjadi sumber kehidupan bagi warga maupun alam di sana.
 
Sedihnya, bangunan-bangunan baru itu seolah tak menyisakan sedikit pun celah bagi air untuk terserap dan masuk ke tanah. Halaman dipaving. Dalam rumah semua dikeramik. Tak ada tempat bagi air untuk tersesap. 
 
Maka air pun mengalir menuju ke luar. Ke jalan. Ke halaman. Sesuai naluri, dia menuju tempat lebih rendah melewati selokan, saluran, dan apapun yang bisa mereka lewati.
 
Namun drainase di Denpasar yang seharusnya mempermudah air mengalir pun kualitasnya buruknya. Beberapa penelitian menunjukkan sistem drainase di Denpasar memang tak siap jika terjadi banjir.
 
Inilah penyebab ketiga, buruknya kualitas drainase Denpasar.
 
Salah satu riset Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana bahkan menyatakan ada 91 penyebab tak berfungsinya drainase Denpasar dengan bagus ini. Penyebab itu mulai dari pembuatan hingga perawatan. Misal karena ukuran yang memang terlalu kecil, terjadi pendangkalan, dan seterusnya.
 
Denpasar punya beberapa sungai besar. Misal Tukad Badung, Tukad Ayung, Tukad Mati, dan lain-lain. Sungai-sungai itu besar. Menurut akal sih cukuplah untuk menampung air hujan. Cuma airnya tak bisa langsung menuju sungai. Saluran ke sana sudah tertutup.
 
Tanpa drainase yang bagus, air hujan pun berhamburan ke jalan, perumahan, dan “menenggelamkan” sebagian kota ini.
 
Eniwe baswei, sebenarnya semua penyebab itu sudah jadi rahasia umum. Tapi ya begitulah. Hanya untuk diketahui bukan untuk diselesaikan, termasuk oleh pemerintah. Mungkin menunggu sampai sebagian besar Bali selatan benar-benar tenggelam.
 

Ikuti tulisan menarik Anton Muhajir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler