x

Iklan

muthiah alhasany

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Refleksi Cermin Buram Depok

Hal yang urgen dilakukan oleh Pemkot Depok antara lain meningkatkan keamanan, mengatasi kemacetan, mengatur izin perumahan, merevitalisasi pasar tradisional, dan memberantas korupsi di tingkat kelurahan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dirgahayu Kota Depok yang ke 16. Sulit membayangkan apa yang telah dicapai dalam waktu 16 tahun. Bila kita bercermin, rasanya hanya ada wajah yang buram. Apakah Depok telah menjadi suatu kota yang bisa dibanggakan?

Ada beberapa hal yang cukup urgen untuk dilakukan oleh Pemkot Depok:

1. Meningkatkan keamanan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

    Segi keamanan di Depok sudah mencapai tingkat yang mengkuatirkan. Permasalahan begal sampai sekarang belum berhasil diatasi. Kasus terbaru, seorang pegawai SPBU diserang di jalan raya Cipayung saat pulang ke rumah. Petugas itu membawa uang setoran SPBU. Begal tersebut menggunakan senjata api dan melukai korban hingga harus dibawa ke rumah sakit. beberapa hari sebelumnya, dua orang remaja yang berboncengan tiba-tiba dikejar dua motor begal yang membawa senjata tajam. Begal itu langsung melukai korban dengan menyabetkan parang ke punggung. Korban terjatuh dan mengalami retak punggung.

Penangangan begal oleh polisi Depok memang masih menjadi tanda tanya. Padahal Polres Depok selalu gembar-gembor telah melakukan berbagai razia dan patroli ke seluruh wilayah Depok. Tapi sampai sekarang begal masih saja bisa beraksi dan mengacaukan kententraman warga Depok. Soal kasus pegawai SPBU yang dibegal, polisi hanya mengatakan bahwa seharusnya mereka meminta pengawalan polisi saat membawa uang. Sebenarnya siapapun malas meminta pengawalan polisi karena biasanya harus mengeluarkan sejumlah uang tertentu. Lagipula seharusnya menjaga keamanan adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kepolisian.

2. Kemacetan

Depok menjadi kota yang luar biasa macet. Kemacetan ini sering membuat stress dan putus asa. Sungguh tidak nyaman melintasi jalur-jalur utama di kota Depok, hanya membuang waktu percuma. Jalan Raya Sawangan, antara RS Bhakti Yudha sampai Parung Bingun bisa memakan waktu satu jam. Demikian pula Jalan Tole Iskandar dari jembatan Ciliwung hingga Pondok Sukma Jaya selalu dipenuhi kemacetan yang parah, lebih dari satu jam. Belum lagi jalan Margonda Raya dan jalan Juanda yang tetap macet hingga jam 10 malam.

Pemkot Depok tidak pernah berusaha memberikan solusi untuk mengatasi kemacetan di kota Depok. Pertumbuhan jumlah kendaraan sangat bertolak belakang dengan kondisi akses jalan yang ada, yang tak pernah bertambah. Seharusnya dipikirkan untuk membuat jalan layang di jalan-jalan yang sering macet. Pembangunan jalan layang yang rencananya akan dibangun melintasi rel Dewi Sartika juga sampai sekarang belum dimulai sama sekali.

3. Pembangunan perumahan dan apartemen

Satu hal yang meningkat pesat adalah pertumbuhan perumahan dan apartemen yang membuat Depok bertambah sesak. Tentu saja pertumbuhan yang seakan tak terkendali ini telah mengubah lingkungan yang semula asri menjadi hutan beton. Maka tak heran udara Depok tidak lagi terasa sejuk, tetapi panas menyesakkan, terutama di pusat Depok, dekat jalan-jalan utama. Entah bagaimana dengan warga sekitar yang terkena dampak  pembangunan perumahan dan apartemen. Banjir menjadi ancaman mereka setiap musim hujan karena sistem draines Depok juga sangat buruk.

4. Pasar tradisional yang terbengkalai

Pembangunan mal tidak diimbangi dengan pembenahan pasar tradisional. Perbedaannya bagai langit dan bumi. Mal-mal berdiri megah di jalan-jalan utama, sedangkan pasar tradisional kumuh dan tak terurus. Contoh yang paling mencolok mata adalah Pasar Kemiri Muka, sebuah pasar yang mati ketika Depok Mall (D'Mall) dibangun dan menutup akses pasar tersebut. Para pedagang tidak tertata, menyebar di areal stasiun Depok Baru, menyebabkan pemandangan yang tidak sedap.

5. Kelurahan yang korupsi

Ini masalah yang sudah puluhan tahun terjadi, terutama menimpa warga Citayam. Sudah bukan rahasia lagi bahwa perangkat desa hingga kelurahan menjadi mafia tanah yang mencekik dan menjerat warganya sendiri. Bagaimana mungkin bahwa sertifikat tanah bisa dimiliki oleh dua pihak. Banyak kasus dimana warga mendapati tanahnya diserobot orang yang mengaku telah membeli tanah tersebut dan memiliki sertifikatnya. Kasus lain, untuk mengurus surat pindah dan kepemilikan rumah, warga baru diperas hingga dua puluh juta rupiah.

Beberapa bulan lagi, Depok akan menyelenggarakan pilkada. Praktis, Walikota incumbent, Nur Mahmudi Ismail seakan sudah agak segan mengurus Depok. Ini mungkin menjadi PR bagi calon walikota selanjutnya. Warga Depok hanya bisa berharap dan berdoa agar di masa depan Depok menjadi lebih baik.

 

Ikuti tulisan menarik muthiah alhasany lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB