Jika tidak ada aral melintang, akhir 2015 ini Kabupaten Mamuju Utara bakal gelar pesta demokrasi -- pemilihan bupati/waki bupati. Pada rentang waktu menuju masa mendebarkan tersebut, ratusan ribu warga Matra bertanya, siapa yang bakal dipilihnya untuk menjadi tempat menggantungkan nasib lima tahu ke depan.
Terjadilan pemintasan pemikiran yang saling mengutas dan melilit, khususnya kalangan elit politik, pengamat politik, pelaku politik, dan tidak ketinggalan masyarakat awam. Meramaikan tempat-tempat berkumpul -- warung-warung kopi, pos-pos kamling, teras rumah dan tempat-tempat kongkow-kongkow lainnya. Mereka membicarakan figur, sosok yang bakal maju dalam laga demokrasi paling bergengsi di daerah penghasil sawit no. 1 di Sulawesi ini.
Ada fenomena menarik dan cukup berpotensi mempengaruhi opini masyarakat Matra dalam menentukan pilihan di Pilkada nanti, yaitu ramainya media sosial (medsos) seperti fesbuk, tweeter, blog juga media-media Ol memancing-memancing dengan melempar info dan gambar sosok serta figur bakal calon bupati/wakil bupati. Ini sebuah langkah maju yang aman dan tidak rawan benturan horisontal di tengah masyarakat.
Dua bulan terakhir penggunaan medsos untuk memancing-mancing opini massa tentang Pilkada Matra memang semakin gencar dan saling memintas menutup trending topik batu-batu permata dimana Mamuju Utara adalah salah satu penghasil dengan sentranya, Dusun Ho' di Desa Bukit Harapan.
Di kalangan penikmat medsos di Matra, nama-nama Ir. H. Abdullah Rasyid, MP. mantan Bupati Matra, Ir. Agus Ambo Djiwa, MP, Drs. H. Muhammad Saal, M. Yusri Noor, Muzawir Az. Hisam, Uksin Djamaluddin, A. Saefuddin Baso, Aksan Yambu, Ikram Ibrahim, menjadi trending topik, calon-calon pemimpin Mamuju Utara ke depan.
Rupa-rupanya saluran media sosial tersebut cukup ampuh untuk mengajak masyarakat untuk berdiskusi secara gencar. Di sana sosok-sosok tersebut diperdebatkan secara ringan dan santai. Menariknya para pendukung fanatik dari figur dan sosok tersebut saling debat, saling kritik namun tidak membuat urat saraf menegang, apalagi putus. Di situ pula ditunjukkan parade bahasa medsos yang ringan tetapi menyentuh eksistensi demokrasi yang sejati.
Selain sophisticated, penggunaan medsos di kalangan masyarakat Matra dalam berdemokrasi, kelihatannya ini cukup ampuh, dibandingkan menggunakan medium cetak seperti koran, tabloid, leaflet dan semacamnya. Karena memang cukup murah, cukup santai, aksesnya gampang dan tidak butuh waktu lama. Apalagi mayoritas masyarakat Mamuju Utara lebih doyan membaca medsos dibandingkan membaca media di cetak.
Ikuti tulisan menarik Taufik AAS P lainnya di sini.