x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bila Ingin Didengar, Belajarlah untuk Diam

Di dalam diam kita dapat menangkap substansi pendapat seseorang dengan lebih baik. Kita dapat membuat koneksi-koneksi mengenai sejumlah hal di balik ucapan seseorang

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bagaimana cara Anda membujuk orang lain (peserta pertemuan, misalnya) agar bersedia menerima gagasan Anda? Dengan mengajukan berbagai argumen, begitu lazimnya. Anda sampaikan sejumlah alasan mengapa gagasan Anda patut disetujui. Tapi bagaimana jika argumen Anda tidak mengubah pikiran mereka?

Pilihan untuk selalu berbicara terlebih dulu dalam meyakinkan orang lain tidak selalu mujarab. Orang yang diajak berbicara, sendiri maupun dalam suatu pertemuan, cenderung terdorong untuk mengajukan argumen untuk menyanggah, terutama jika ia ingin tampak sekedar berbeda atau bermaksud menguji.

Bila Anda seorang bos, mungkin Anda memaksa: “Ini perintah, harap dikerjakan.” Orang lain, suka atau tidak suka, akan mengikuti perintah. Bagaimana bila Anda bukan bos?

Pilihan tindakan yang dapat Anda coba ialah bersikap diam. Bagi sebagian orang, diam berarti absen, tidak hadir, tidak bersuara, tidak berpendapat. Namun sesungguhnya diam dapat pula berarti sibuk, bahkan mungkin lebih sibuk dibandingkan siapapun yang tengah berbicara. Bagaimana mungkin? Ya, ‘sibuk mendengarkan’ atau lebih tepat ‘cermat menyimak’.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam diam, kita dapat mendengar bukan hanya yang diucapkan, tapi juga yang tidak terucap—itu jika kita menyimak (mendengarkan secara aktif). Dalam diam, kita dapat menangkap getar suara kemarahan dari ucapan yang perlahan dan kata-kata pilihan. Kita juga dapat menangkap nuansa rasa senang dari ucapan yang terkesan ‘jaim’.

Lebih dari itu, di dalam diam (yang aktif) kita dapat menangkap substansi pendapat seseorang dengan lebih baik. Kita dapat membuat koneksi-koneksi mengenai sejumlah hal di balik ucapan seseorang. Kita dapat memadukan berbagai perspektif dari pendapat sejumlah orang yang berbicara. Inilah salah satu kekuatan dari diam.

Dengan bersikap mendengarkan terlebih dulu apa yang diucapkan orang lain, Anda dapat menangkap terlebih dulu pandangan, gagasan, dan keinginan orang itu. Pilihan untuk mendengarkan itu bukan tanpa tantangan. Tantangannya ialah godaan untuk segera berbicara, menyela, menanggapi, dan menyanggah. Seberapa kuat kita sanggup menahan diri untuk tetap diam?

Nah, di sini pula kekuatannya. Ketika kita mendengarkan atau menyimak, orang yang berbicara akan merasa ia diperlakukan dengan baik dan dihargai pendapatnya. Terlebih lagi bagi orang-orang yang selama ini hanya wajib mendengarkan dan tidak boleh berkomentar. Ia akan merasa diperlakukan dengan hormat, sebagai ‘manusia’ kendati pun dalam jenjang organisasi (perusahaan, atau apapun) ia berada di bawah.

Berikutnya, lantaran sudah didengarkan terlebih dulu, orang tersebut tidak akan serta merta beragumen dan membantah apa yang Anda sampaikan. Ia atau mereka akan mempersepsikan Anda sebagai orang yang mau mendengarkan ketimbang kebanyakan orang. Sebagai bentuk persuasi, mendengarkan sudah merupakan langkah yang tepat sebelum Anda ganti berbicara dan menyampaikan pandangan dan gagasan Anda.

Di dalam pertemuan yang dihadiri banyak orang, Anda dapat menarik garis yang menghubungkan berbagai pandangan peserta—membuat koneksi-koneksi sehingga Anda membukakan wawasan banyak orang dengan lebih baik. Pandangan Anda menjadi lebih komprehensif dan cenderung lebih dapat diterima oleh banyak orang. Mereka akan merasa bahwa gagasan yang Anda tawarkan mencakup pandangan mereka, sehingga tidak ada yang merasa ditinggalkan.

Di sinilah kekuatan yang tersimpan di dalam diam—diam sebagai langkah persuasi. Jadilah lebih diam dibandingkan orang lain yang tengah berbicara; dan kalaupun berbicara, berusahalah yang belakangan. Berbicara paling awal atau mendominasi pertemuan bukanlah langkah yang bijak. Hanya bos (bukan leader) yang tak peduli dengan hal ini.

Tapi diam dapat memantik serangan balik bila Anda menggunakannya untuk memanipulasi padangan orang lain: menyerang kelemahan, mengungkit kesalahan, atau menganggap seseorang tidak cukup pintar. Mereka sangat mungkin tidak akan lagi memercayai Anda ketika melihat Anda diam. Mereka akan berprasangka bahwa Anda sedang menyusun serangan.

Jadi, gunakanlah diam dengan rasa hormat. (sbr foto: boredpanda.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler