x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Selfie

Mengapa seseorang berpose selfie? Menjadikan dirinya sebagai pusat?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dua tahun lalu, Desember 2013, pengelola Oxford English Dictionary mengukuhkan ‘selfie’ sebagai ‘kata tahun ini’. Oleh pengelola kamus terkemuka ini, selfie didefinisikan sebagai “foto diri yang diambil oleh orang itu sendiri, yang biasanya diambil dengan memakai smartphone atau webcam dan kemudian diunggah ke website media sosial”.

Sudah puluhan juta foto tersebar dengan beragam tema, tapi punya tema dan fokus yang sama: diri sendiri. Bagaimana ‘selfie’ sanggup membujuk seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak empatetik, dapat dilihat kembali pada foto yang sempat menghebohkan warga New York City. Desember 2014, seorang perempuan memotret dirinya dengan latar belakang seseorang yang tengah berusaha melompat dari Brooklyn Bridge.

Sebagai pusat perhatian, diri sendiri adalah fokus yang paling tajam dibandingkan apapun di sekelilingnya. Sekeliling bahkan tak penting, hanya latar belakang. Apapun yang terjadi di sekitar, diri sendiri adalah pusat. Tak boleh ada yang menyaingi diri sendiri. “Ini adalah tentang aku, saya, gue...” Apakah ini tak dapat dibaca pula sebagai ‘selfish’?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Keterpusatan perhatian kepada diri sendiri dan pengabaian terhadap lingkungan itu barangkali terjadi dalam sesaat yang singkat. Mungkin hitungan detik. Tapi bukankah yang singkat itu dapat mengubah dengan sangat berarti: jiwa yang tercabut karena ber-selfie di rel kereta api, jiwa yang melayang lantaran ber-selfie di tubir jurang. Hasrat memperoleh foto yang keren telah sanggup melenyapkan kesadaran dalam hitungan detik.

Selfie barangkali juga manifestasi rasa empatetik yang tergerus, seperti dalam kasus Brooklyn Bridge. Mungkin saja awareness perempuan yang berpose selfie di depan Brooklyn Bridge itu muncul kembali setelah detik-detik yang singkat itu berlalu, walau mungkin pula tidak—kesadaran itu hilang karena ia semakin tenggelam dalam pose-pose selfie berikutnya. Hingga, selfie pun menjadi jamak, banal, lazim, dan biasa.

Apakah kompetisi berpose selfie dengan jenazah sembari tersenyum, yang baru saja berlangsung di Rusia, sikap yang empatetik? Apakah ini sejenis ‘pemberontakan’ terhadap sikap populer dalam menghadapi dan memperlakukan kematian? Ataukah ini manifestasi selfish semata? Sebagai kesenangan belaka? Cerminan diri yang narsistik?

Ataukah selfie saja. Titik. (foto: huffingtonpost.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB