x

Seorang pengendara motor terlihat membawa puluhan buah pisang, dengan menggunakan keranjang pada bagian belakang motor. Bagi sejumlah warga Vietnam ini merupakan hal lumrah, namun tidak dengan sejumlah turis asing. Aksi ini mengundang sejumlah turis

Iklan

Kekek Apriana Dwi Harjanti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Belajar Menjual Pisang di Palmerah Barat

Belajar secara sederhana dari ibu pedagang pisang di Palmerah bagaimana menjual pisang berkualitas dan cara yang jujur

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Palmerah Barat sejak tahun 2001 hingga hari ini tidak banyak berubah. Sudah hampir 10 tahun saya tidak menyusuri jalan yang terkenal padat di depan pasar dan angkot yang hobby ngetem. Hari ini saya mendapatkan kesempatan untuk jalan kembali menyusuri pinggiran pasar palmerah dan merasakan nostalgia masa tahun 2001-2005. Nuasa tetap sama yaitu para pedagang buah yang setia berjualan di pinggiran jalan.

Dengan langkah riang saya memperhatikan lima pedagang pisang yang ada disekitar saya berdiri. Saya lalu mendekat pada meja dan rak yang mengantungkan pisang paling banyak. Saya lihat pisang beraneka ragam digantung dan memenuhi meja dan rak dagangan. “Ini pedagangnya kemana ya?” tanya saya kepada tukang bengkel yang berada disebelah pedagang pisang. Tukang bengkel mengeleng dan saya putuskan untuk bergeser ke pedagang pisang lainnya.

Sebuah terpal warna orange melindungi pisang dagangan yang digantung pada rak dorong dengan bambu disisi kanan dan kiri mempermanis display dagangan pisang ala pinggiran. Pedagang pisang kali ini hanya memajang pisang dalam jumlah yang sedikit. Saya perhatikan jenis pisang terdiri dari pisang ambon, pisang cavendish  dan pisang baranang. Jujur saya pengemar berat pisang dan pedagang pisang di pinggiran jalan palmerah memiliki semua jenis pisang yang saya suka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Bu, pisangnya sudah laris ni, tinggal sedikit?” tanya saya kepada seorang ibu pedagang pisang yang bersantai dibangku panjangnya. Ibu itu lalu bangkit dan mendekat. “Maaf mbak, mau beli banyak?” balas ibu pedagang itu kepada saya. Ibu itu kemudian menunjukkan bahwa pisangnya masih banyak dalam kardus-kardus yang di tata rapi di belakang tempat jualan. Pisang yang dipajang adalah contoh pisang-pisang favorit yang banyak dicari oleh orang. Ibu pedagang kemudian menjelaskan bahwa pisang dalam kardus-kardus sudah ada yang pesan dan tinggal mengambil sore ini.

Ibu pedagang pisang berusia kurang lebih 55 tahun ini satu-satunya perempuan yang berdagang pisang dipinggir jalan palmerah. Tidak takut dipalak, tidak takut satpol PP dan berjualan sambil menonton sinetron melalui TV portabelnya. “ Jualan dibikin senang mbak, karena jualan itu ibadah” kata ibu pedagang yang ramah dan murah senyum ini.

Sambil saya memilih pisang, ibu itu menyebutkan harga-harga pisang yang dijual. Untuk urusan harga pisang yang dijual berkisar antara Rp. 13.000,00 – Rp 17.000,00 dengan harga khusus kalau membeli dalam jumlah banyak. Pengalaman saya membeli pisang, harga pisang yang dijual oleh ibu pedagang ini cukup terjangkau dengan kualitas pisang yang bagus. Seraya memilih pisang saya bertanya tentang pengalamannya berjualan pisang. Ibu pedagang ini lalu menuturkan bahwa seluruh pisangnya berasal dari Sumatera yakni Lampung dan Medan. Ibu dan suaminya sudah berjualan lebih dari 10 tahun dan sudah punya langganan sendiri. Pembeli tetapnya adalah pegawai hotel, katering, orang punya hajat dan acara-acara kecamatan atau kelurahan. Kalau beli langsung 20 dos atau 50 dos. Semua langganan tetap sudah disimpan nomernya dan jika ada pisang datang dari Sumatera, mereka langsung menginformasikan ke pelanggan. Jadi pisang yang dipajang adalah contoh pisang-pisang yang paling digemari oleh pelanggan atau pembeli.

“Jadi kami itu punya langganan tetap dan pisang kami ini kualitasnya bagus. Kami tidak mau jualan pisang jelek. Begitu pisang datang dari truk, kami periksa dan pastikan pisangnya bagus. Kita juga jualan pisang dengan harga pasaran dan tidak mahal supaya pelanggan tetap tidak lari ke pedagang lainnya”. Tutur ibu pedagang yang asli dari Cirebon, Jawa Barat. Pelanggang yang datang ke meja dan rak dorongannya tertarik dengan jenis pisang yang dijual dan disusun rapi. “ Kami kalau jual pisang itu jujur dan tidak mahal. Pisang yang buruk tidak kami jual, kami makan sendiri” tambah ibu pedagang sambil memasukkan pisang ke dalam plastik warna merah.

Memandang ibu penjual pisang itu, saya jadi belajar bahwa berjualan memang perlu ketekunan, kejujuran dan rasa penuh syukur sehingga menimbulkan perasaan senang selama berdagang. Sebagai pengemar pisang, saya lebih senang lagi karena membeli pisang favorit dengan harga murah dan berkualitas baik tanpa perlu menawar.

Ikuti tulisan menarik Kekek Apriana Dwi Harjanti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB