Bahasaku, Anak Tiri di Negeri Sendiri
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBahasa menunjukkan bangsa,kalau bukan kita sendiri yang bangga dengan bahasa negeri sendiri, lantas siapa lagi.
Menurut saya berbicara dengan bahasa ibu atau bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari adalah suatu hal yang membanggakan di era kekinian sekarang. Bukannya saya tidak mau berfikir global dan mendunia, namun kuping saya ini lho terkadang geli-geli gatal kalau mendengar sesorang berbicara dengan logat kemenggres dan mencampuradukkan segala rupa bahasa asing ke dalam adonan bahasa Indonesia yang telah dirusak sempurna.
Entahlah, mungkin saja saya yang kuno atau mungkin saja saya gagal move on sehingga begitu selo nya mengomentari dan nyinyir pada orang yang ingin menjadi modern, tapi bukankah dunia akan lebih ramai dan berwarna kalau ada orang-orang kurang kerjaan seperti saya ini.
Begini lho, sebenarnya semua sah-sah saja, tidak ada yang salah apalagi melanggar hukum dengan menggunakan bahasa gado-gado, hanya saja sebagai bangsa yang dahulu dengan diwakili para pemudanya menyebutkan dalam salah satu ikrar bahwasanya mengaku berbahasa satu bahasa Indonesia, lha koq sekarang malah merasa ciut nyali dan tidak keren kalau tidak bisa mencampuradukkan bahasa nasional dengan bahasa asing lainnya.
Tidak bisa dipungkiri kalau sisipan bahasa asing di sela-sela perbincangan bisa menjadikan para penuturnya menjadi kelihatan lebih gimana gitu, hal ini mungkin dipengaruhi dengan derasnya arus informasi dan tontonan di media yang mencitrakan bahwa segala sesuatu yang berbau luar negeri adalah lebih wah daripada negeri sendiri, hampir semua tulisan atau tayangan baik yang sifatnya komersiil maupun non komersiil selalu tak lupa menyertakan satu dua patah kata dalam bahasa asing, sebagai contoh yang paling gampang lihatlah iklan perumahan, hampir semua pengembang menggunakan sisipan kata asing di nama perumahan yang dibangunnya, dengan melakukan itu mereka merasa rumah yang dibangunnya lebih kelihatan mewah dan berkelas.
Kalau dipikir-pikir sebenarnya menggunakan bahasa sendiri (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah) justru akan lebih mudah dipahami walaupun mungkin ada beberapa bahasa serapan atau bahasa asing yang memang tidak bisa diubah, tapi itu jumlahnya juga hanya sepersekian persen. Jadi kalau memang bisa menggunakan bahasa sendiri kenapa sih kita begitu repot untuk membaurkannya dengan bahasa asing secara serampangan hanya demi sebuah gaya biar keliatan lebih pandai dan berilmu tinggi.
Saya akui kalau saya termasuk dalam salah satu oknum perusak bahasa dengan kemampuan berbahasa Indonesia saya yang sangat jauh dari kaidah baik dan benar, saya malah seringkali mencampur bahasa negara dengan bahasa jawa, tapi sungguh hal itu saya lakukan bukan karena saya seorang chauvinis, hal itu semata-mata saya lakukan untuk ikut nguri-uri bahasa yang semakin lama semakin sedikit dipergunakan, sebuah ekspresi kebanggaan sebagai orang jawa yang merupakan bagian dari bangsa Indonesia, apalagi sekarang ada wacana pelajaran bahasa daerah akan ditebas dari kurikulum, belum lagi sinetron unyu-unyu di televisi seringkali menjadikan orang berbahasa jawa dan bahasa daerah lainnya selain bahasa gaul itu sebagai representasi kampungan berstrata ndlosor,bikin mangkel tahu ndak. Kalau begitu terus yang terjadi jangan heran kalau banyak bahasa daerah di Indonesia akan sirna dan lenyap tanpa bekas.
Jadi kalau bukan kita sendiri yang bangga dengan bahasa negeri sendiri, lantas siapa lagi, jangan sampai kejadian berpuluh tahun mendatang keturunan kita harus kursus bahasa Indonesia di negara Belanda, apa mungkin itu terjadi? Ya mungkin saja kalau kita sama sekali nggak peduli.
sumber gambar pengembanganbahasa4.wordpress.com
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
"Green Book", Kisah Humanis Nan Manis
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBGalaumu itu Lebay Dék
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler