Desa yang Bebas Jajanan Berpengawet

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Semua pedagang tak boleh membunyikan klakson. Dan semua pengantin baru wajib menanam sepuluh pohon.

MASIH soal Pak Idris, Kepala Desa Bone-Bone di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, yang bisa membebaskan masyarakatnya dari candu rokok. Karena itu penduduk punya uang untuk membeli perlengkapan sekolah anak-anak mereka. Sekolah di sana jauh sehingga harus membayar mahal untuk ongkos dan tranportasi. Sekolahnya sendiri sudah gratis karena ada BOS dan BOP.

Rupanya selain bebas asap rokok, Bone-Bone juga bebas jajanan berpengawet, pewarna berbahaya, dan penjualnya dilarang membunyikan penanda promosi suara yang mengganggu. Misalnya terompet atau bunyi-bunyian lain untuk mengundang pembeli. Maka Bone-Bone selalu sepi kendati pedagang boleh masuk dan anak-anak mengermuninya di lapangan dekat masjid.

Ketika saya berkunjung ke rumah Pak Idris pada 2012, saya kehujanan dua kali. Desa ini tak bisa dijangkau dengan kendaraan langsung dari Enrekang, 100 kilometer jauhnya. Jarak desa terakhir yang bisa dijangkau mobil adalah 30 kilometer di bawah. Bone-Bone seperti menempel di lereng Latimojong. Jalannya susah.

Maka saya menyewa ojek yang ongkosnya Rp 100 ribu. Di ojek kehujanan dan ketika sampai desa masih kehujanan lagi untuk kedua kali setelah beberapa jeda hujan reda. Saya tentu kedinginan di tengah kabut Bone-Bone yang turun perlahan dari puncak gunung. Saya makan bakso yang mengepul di pos ronda.

Pedagangnya orang Kediri yang merantau dan beranak pinak di Enrekang. Saya tahu larangan-larangan itu dari pedagang ini. Sepanjang berkeliling kampung tak sekalipun ia membunyikan klaksonnya. Anak-anak tahu ia datang dari kehadiran sepeda motor di dekat pos ronda. Dan pedagang bakso ini tak kapok kembali ke Bone-Bone kendati—di daerah lain—larangan itu berpotensi mengurangi pembeli.

Menurut pedagang ini, Pak Idris telah mengingatkan setiap orang agar memperhatikan kesehatan. Pedagang asal Kediri jadi paham bahwa baksonya tak boleh berpengawet. Ia jadi sadar sendiri bahwa membuat bakso dengan pengawet membahayakan orang lain. Dan karena baksonya terjamin tanpa pengawet, orang Bone-Bone mempercayainya. Juga pelanggannya di desa lain.

Kepercayaan itulah yang menjadi bekal Idris memimpin Bone-Bone. Dan agaknya hubungan sosial di desa ini tumbuh dengan saling percaya yang tinggi seperti itu. Sebab tukang ojek yang saya sewa itu patuh pada larangan merokok kendati ia membawa rokok karena ia tinggal di desa bawah. Ia mengatakan sesuatu yang membuat saya terkejut. “Saya tamu di sini dan Pak Desa sudah membuat aturan yang harus dituruti. Saya bisa saja sembunyi agar bisa merokok tapi itu tak menghormati Pak Desa. Bagaimana pun ia pemimpin kami,” katanya.

Bagi tukang ojek ini, para pemimpin harus diikuti karena aturannya punya alasan yang baik. Ia mengutip ajaran agama, adat, dan kebiasaan di Enrekang bahwa selain ulama, yang harus dihormati adalah para pemimpin mereka. Saya kira itulah alasan lain mengapa aturan Idris tak terlalu banyak penentang. Orang desa cenderung menurut karena Idris mengatur desanya demi kemaslahatan orang banyak.

Soalnya tak hanya larangan makanan berpengawet. Idris juga mewajibkan setiap pengantin baru menanam 10 pohon hutan. Pohon itu ditanam di mana saja, di pinggir desa, di alun-alun. Ia berharap dengan menanam sendiri para pengantin baru merawatnya hingga pohon itu tumbuh bersama dan mendapat kenang-kenangan saat tua kelak.

Untuk aturan ini pun orang Desa Bone-Bone menurut. Pada akhirnya, Idris seperti kepala suku yang kepemimpinannya efektif bukan saja karena ia bisa membuat aturan yang sederhana tapi mengena, orang-orang desa menghormatinya sebagai pemimpin yang harus digugu karena membuat kebijakan yang baik untuk mereka.

Di Bone-Bone serasa benar sebuah Indonesia hadir seutuhnya…

Bagikan Artikel Ini
img-content
Bagja Hidayat

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Oligarki di Sekitar Jokowi

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
img-content

Kartun Tempo Itu

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler