x

Iklan

istifari hasan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ahmad Hidayatullah dan Sandal Jepit

Mantan kepala Sekolah, merubah wajah MAN 3 Malang dengan sandal jepit. Sosok dan semangatnya menjadi virus dan jejak yang ditinggalkan tetap terbikai.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di lembaga pendidikan siapa yang tidak mengenal Dr. H. Ahmad Hidayatullah, M.Pd. Beliau dipercaya menjadi kepala MAN Bina Cendekia Serpong, Tangerang, Banten sejak 2000/2001. Yang awal mulanya MAN Serpong dilimpahkan dari BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) ke Departemen Agama RI. “Di Indonesia saat itu hanya ada dua MAN yang punya standar Internasional. Yakni di Serpong untuk Indonesia bagian barat, dan di Gorontalo untuk wilayah Indonesia bagian timur,”

Dua tahun yang lalu 2013 ia meninggalkan MAN 3 Malang, yang terkenang hanya kedatanganya bukan suatu berkah buat kita, melainkan kata itu “Ajaib” menjadi suatu yang tidak bisa saya lupakan. Kenapa saya istilahkan seperti itu. karena yang datang pasti mengganti yang pergi, itulah perputaran posisi. Sedangkan suatu perpisahan sangat menyiksa hati. Perkenalan bukan hal mudah karena ia baru untuk kita. Sudah budaya bagi manusia saat ditinggal disitulah sosoknya akan dirasa berarti.

Jika terkenang kata Ahmad Hidayatullah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 “Wajahnya sudah cantik, kita tinggal memolesnya dengan lipstik”.Sambutan pertamanya di sebuah lembaga pendidikan MAN 3 Malang, tempat saya melihat sosoknya.

Manusia tidak ada yang sempurna, tapi. Saya memberi nilai seratus buat beliau, jejak yang ia  tinggalkan belum terhapus. Masih jelas setiap hari saya jumpai sandal jepit yang berjejer rapi dibibir Masjid, budaya itu yang ia tinggalkan untuk kita, banyak pesan yang terbingkai dalam otak, sehingga terasa membekas dihati.

Saya yang hanya pembantu atau bagian kecil dari sebuah lembaga, tercengang dibuatnya. Seorang Ahmad Hidayatullah yang memungut sandal jepit yang berserakan dan membuangnya ke tong sampah, tidak ada yang bertanya. Tapi ia menjelaskan dengan gamblang saat rapat .

 “Tempat kita adalah sebuah lembaga. Kalau bukan kita yang menghargainya, bagaimana mungkin yang di luar melihat kita lembaga besar. Untuk menjadi besar kita harus memulainya dari yang kecil, seperti.”

“Memakai sandal pada tempatnya, menatanya dengan rapi karena itu menggambarkan pribadi yang sebenarnya”.

Pernahkah terlintas di pikiran kita, begitu berpengaruhnya sandal jepit terhadap lahirnya pribadi yang hebat. Pelajaran kecil yang sangat berharga dari seorang Kepala sekolah, dan beliau hijrah ke Kanwil Jawa Timur. Sandal jepit yang membawa saya selalu menghargai peristiwa kecil, karna untuk menjadi besar kita memulai dari yang kecil.

Tujuh belas Agustus menjadi Sejarah bagi lembaga pendidikan. karna ia meninggalkan MAN 3 Malang diupacara terahirnya, dengan kata yang tidak biasa dan sangat istimewa. “Meski saya dipindahkan ke Surabaya, namun jiwa saya tetap disini, tetap bersama anak-anak semua,”

Sosok dan semangatnya menjadi virus, hingga melehmakan bakteri-bakteri yang menyerang ketahanan tubuh. Dan disitulah terbentuk anti body yang kuat. Itulah Ahmad hidayatullah, membentuk saya menjadi mengerti ariti besar dari sandal jepit.

 #Tempo45

Ikuti tulisan menarik istifari hasan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini