Seminggu terakhir, sudah dua kali saya mendengar kata “patah hati”. Mungkin jika saya nonton sinetron-sinetron di televisi, saya akan mendengar lebih sering lagi. Walaupun hanya dua kali, saya mendapatkan pembelajaran yang menarik.
Pertama, kata ini saya dapatkan dalam sebuah tayangan komedi di sebuah stasiun TV swasta. Dimana, si komedian menyatakan, bagaimana mungkin ‘hati’ yang unsur utamanya adalah ‘air’ bisa patah? Iya juga ya. Dan kedua, saya mendapatkannya dari seorang teman di dalam pesan singkat kepada saya. Inti isinya, ia telah kembali semangat untuk mengembangkan lembaga sosial yang ia rintis dan kembangkan, dan tidak lagi ‘patah hati’.
Sepintas, “Patah Hati” yang dinyatakan oleh si komedian lebih pada mempertanyakan (untuk tujuan lucu-lucuan tentunya), mengapa hati kok bisa patah. Meskipun, jika dikaji lebih mendalam, logika terbaliknya adalah, “hati yang unsur utamanya air saja bisa patah”, maka bisa dibayangkan betapa hebatnya sesuatu yang menyebabkannya menjadi demikian.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, patah hati tidak saja terkait kecewa karena ‘cinta’. Ia juga bisa bermakna: “hilang keberanian; hilang kemauan; tidak mau berusaha; kecewa karena harapannya gagal.” Inilah pemaknaan yang ‘pas’ buat teman saya diatas. Sebuah keadaan yang tidak membuatnya nyaman. Begitu mengganggu hati dan pikirannya. Membuatnya kecewa hingga kemudian kehilangan keberanian dan kemauan untuk meneruskan apa yang ia yakini.
Hati adalah unsur utama dan ruh dari setiap yang kita lakukan. Melakukan sesuatu, apapun itu, dengan ‘hati’ atau tidak, sangat beda rasanya. Tidak saja bagi diri kita sendiri, namun juga orang-orang di sekeliling kita.
Dampak dahsyat “Patah Hati” lebih dirasakan jika kita melakukan segala sesuatu dari ‘hati’ kita. Pengalaman demikian sangatlah tidak enak, dan bahkan sangat menyakitkan. Namun, di sisi lain, itu bisa menjadi ‘penanda” betapa ‘sepenuh hati’nya diri kita dalam mencurahkan pikiran dan tenaga, ketika memperjuangkan apa yang ‘hati’ kita yakini. Inilah sedikit ‘kebahagiaan’ tersembunyi dari dampak ‘patah hati’. Menjadi diri kita sendiri, karena memperjuangkan apa yang ‘hati’ kita yakini. #gusrowi.
Ikuti tulisan menarik Gusrowi AHN lainnya di sini.