x

Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato penutupan Rapat Kerja Nasional I PDI Perjuangan di Jakarta, 12 Januari 2016. Dalam pidatonya Megawati sempat menyindir kadernya yang kedapatan mengantuk saat Rakernas berlangsung.

Iklan

Istiqomatul Hayati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Todong Sumbangan Para Menteri Jokowi, Apa Maunya Megawati?

Dalam peluncuran buku Megawati dalam Catatan Wartawan: Menangis dan Tertawa Bersama Rakyat, Megawati menodong sumbangan para menteri Jokowi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk kesekian kalinya mengeluhkan kerapnya dia menjadi sasaran perisakan oleh media. Dalam acara peluncuran bukunya, Megawati dalam Catatan Wartawan:Menangis dan Tertawa Bersama Rakyat pada Rabu, 23 Maret 2016 di Gedung Arsip Nasional, Jakarta, Megawati mengaku bingung kenapa ia dicitrakan sebagai orang lemah di media.

“Ini saya ngomong begini, besoknya keluarnya lain, saya dibully lagi,” katanya.

Megawati mengatakan, media sekarang ini kehilangan karakter kebangsaan dan melupakan kode etik jurnalistik. Media gemar mencaci dulu. “Kenapa orang suka membully saya. Di mana budi pekerti. Wartawan sekarang suka buat tulisan yang mereka inginkan sehingga kode etik jurnalistik makin menurun,” katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Alih-alih tak ingin menjadi sasaran bully media, pernyataan-pernyataan dan bahasa tubuh Megawati dalam peluncuran bukunya itu justru memancing perisakan berikutnya. Saat diminta membuka lelang untuk mencetak ulang bukunya, dia tiba-tiba menelurkan ide bergotong royong memberikan sumbangan.  “Ayo disonggo bareng-bareng. Bagaimana kalau  Rp 2 miliar?’katanya.

Lalu ia menunjuk para kader-kadernya agar bersedia menyumbang dan menyebut angka. Ia berharap jika dikumpulkan, target Rp 2 miliar tak lagi suatu keniscayaan. Hanya saja, yang ia panggil dan tantang untuk menyumbang adalah para menteri Presiden Joko Widodo dan pejabat setingkatnya. Antara lain, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyumbang Rp 100 juta, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo Rp 100 juta, Menteri Pembangunan  Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani Rp 100 juta, Wakapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan Rp 100 juta (yang diperhalus dengan menyebut saya dan sepuluh orang di Polri), Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki Rp 50 juta, Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli Rp 75 juta, Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf Rp 100 juta, Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat Rp 25 juta, Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi, dan Kepala BIN Sutiyoso Rp 150 juta.

Sepintas tak masalah karena ini terlihat seperti permintaan ibu kepada anak-anaknya untuk menunjukkan bakti mereka. Ia tentu juga bisa berkilah, lelang sumbangan itu karena memang diminta. Tapi yang jadi masalah, kader-kader yang ia tunjuk itu saat ini masih menyandang jabatan sebagai pejabat negara. Dan mereka adalah menterinya Jokowi. Ini seperti meledek Jokowi bahwa meskipun menjadi presiden, ia tetaplah petugas partai. Seharusnya, jika ia menyayangi Jokowi, ia tak menunjuk para menteri itu di depan umum sekalipun mereka adalah para kader partai.

Soal petugas partai itu kemarin kembali dilontarkan oleh Megawati. Memang bukan kepada Jokowi, yang tidak bisa menghadiri acara karena tengah berada di Pulau Kalimantan. Pernyataan petugas partai itu diucapkan Mega dengan jelas kepada Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. “Tjahjo, jangan sembunyi. Kamu ini tetap petugas partai.” Tjahjo yang duduk di pojok kanan depan malu-malu dan menyatakan sanggup menyumbang Rp 100 juta. Total, sumbangan dari hasil tembak di tempat itu terkumpul Rp 2,2 miliar.

Inilah yang menunjukkan kurang pekanya Mega dalam hal ini. Bahkan bisa dibilang, ia menghancurkan acara peluncuran bukunya sendiri lantaran soal todong sumbangan ini menjadi isu yang lebih menarik. Orang tak lagi memfokuskan kepada pembahasan buku yang ditulis 22 wartawan itu, tapi sibuk membicarakan duit dengan jumlah jumbo untuk mencetak ulang.

Orang pasti akan bertanya-tanya, dari mana para menteri memiliki sebanyak itu? Para hater langsung nyinyir ini gratifikasi, menyuburkan korupsi, Jokowi memang petugas partai yang dipecundangi Megawati, dan lain-lain. Mereka akan berburu bahan gosip.

Uang Rp 25-100 juta jelas bukan uang sedikit. Jika kita bayangkan harga semangkuk dawet hitam Purworejo 250 mililiter itu Rp 4000, maka dengan uang Rp 100 juta, kita akan mendapatkan dawet semobil tangki kapasitas 8000 liter. Cukup buat berenang sambil minum dawet.

Atau, dengan jumlah Rp 2,2 miliar jika digunakan untuk mendirikan rumah murah dalam program sejuta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rumah, maka akan mendapatkan 19 unit lantaran satu unitnya dijual seharga Rp 115 juta/unit. Ada 19 kepala keluarga yang tak melulu boyongan pindah kontrakan karena mendapatkan rumah secara gratis dari sumbangan itu.

Seharusnya, Megawati peka bahwa meski tak lagi menjabat presiden, ia tetaplah pemimpin ketua partai terbesar di Indonesia saat ini. Ia juga putri presiden dan proklamator. Kemana ia pergi masih selalu disorot. Jika ia melenceng sedikit saja, para hater akan siap membullynya. Mungkin ia memang menyadari tapi mungkin ia sengaja membiarkannya. Apalagi ia politikus kawakan yang sudah ditempa dengan penzaliman terhadapnya dan PDIP oleh rezim Orde Baru. Mungkin ini bagian strateginya. Tapi sebaiknya, ia harus siap jika dirisak, tak boleh mengeluh lalu menyalahkan media.

Ikuti tulisan menarik Istiqomatul Hayati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan