x

Paus Fransiskus mencium kaki seorang pengungsi dalam ritual pembasuhan kaki di pusat pengusian Castelnuovo, Porto, Italia, 24 Maret 2016. Pada ritual ini, Paus tidak hanya mencium kaki umat Katolik saja, namun ia juga mencium kaki para umat Muslim, O

Iklan

Benny Susetyo Pr

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Renungan Paskah: Bangkitnya Kaum Tersalib

Koar-koar para elit adalah membela kaum miskin, namun realitasnya kaum miskin dibiarkan tergusur dan dirinya sendiri yang dibela.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

DARI jurang yang paling dalam kami mengeluh pada-Mu Ya Allah. Mengapa Engkau meninggalkan kami dalam ketidakberdayaan ini.” Begitu doa rakyat miskin di negeri yang subur ini.

Jerit Kaum Tertindas

Jeritan ketidakberdayaan kaum tertindas menghiasi berbagai ranah publik. Buruh sering tidak dianggap sebagai manusia, walaupun jelas-jelas manusia. Kebijakan perusahaan dan pemerintah kerap tidak memperhitungkan segi-segi kemanusiaannya. Buruh identik dengan mesin produksi, dan lebih gila lagi, sering dianggap sebagai sapi perah. Para petani tidak mendapatkan pupuk. Sawah ladangnya terancam punah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mereka dikecewakan oleh hantu yang bernama “elit politik”. Rakyat sering menggunjingkan mereka, dan katanya satu-satunya pekerjaan yang bisa membuat mereka senang dan kaya adalah mengkorup kaum rakyat. Demi kepentingan kekuasaan, nasib rakyat miskin dibuat tak berdaya. Mereka selalu dikalahkan oleh sistem yang penuh dengan kelicikan dan  akal busuk.

Politik akal busuk memperdayakan masyarakat marjinal yang hidup  tergantung pada kebaikan orang lain. Perubahan tak pernah menyentuh mereka karena kaum miskin dianggap sebagai orang tak punya daya kuasa untuk menjadi dirinya sendiri.

Kaum miskin tetap tersalib oleh struktur  pasar yang tentu tak mengenal belas kasih. Dia tersalib karena kaum miskin hanya dijadikan tumbal dalam proses pembangunan. Tenaganya dieksploitasi, hatinya dipenuhi dengan bermacam-macam janji perubahan oleh penguasa, tapi sampai sekarang belum ada realisasinya.

Nasib kaum miskin (nelayan, petani, buruh dkk) tersalib akibat kebijakan yang pro orang kaya. Mereka tak mampu lagi hidup layak berkecukupan. Hidup mereka menjadi berat karena harga kebutuhan sehari-haru menjadi naik luar biasa –dan jangan berpikir pendapatan mereka juga akan bertambah. Hidup mereka semakin susah karena para pemangku zaman yang tidak mau berpihak kepada mereka.

Terkadang mereka berpikir buat apa bekerja keras sesusah seperti ini, toh juga tak menghasilkan perubahan yang berarti. Kaum miskin tetaplah pihak yang diakalbulusi oleh dua raksasa besar, yakni poros negara dan poros badan publik. Keduanya sering licik dengan mengeluarkan kebijakan yang orientasinya hanya melindungi kapital daripada menyejahterakan nasib wong cilik.

Kaum miskin diakalbulusi oleh kebijakan yang orientasinya hanya menguntungkan kapital. Mereka ditipu bahwa sebuah kebijakan seolah-olah logis tetapi di lain pihak mematikan daya hidupnya. Kapitalisme yang ada sekarang ini, di negeri ini, ketika berbaur dengan kekuatan pengambil kebijakan, tidak pernah berpihak kepada mereka.

Para pemilik modal berkuasa karena mereka mampu membeli para birokrat. Birokrat di negeri ini hanya menjadi perpanjangan tangan kaum kapitalis yang orientasinya semata-mata demi mencari untung. Elit politik sendiri sering mengaku tak kuasa menahan derasnya desakan kekuatan modal, yang ujung-ujungnya menjelma menjadi kuasa politik tersendiri. Persekutuan politik dan modal inilah yang membuat tata kehidupan menjadi kehilangan keseimbangan.

Di sinilah kita menghadapi masalah besar: Hilangnya keadaban publik. Keadaban publik hancur karena poros masyarakat sebagai pemilik kedaulatan politik, ekonomi, budaya tidak lagi berdaulat. Kehidupan ini tergantung dari kekuatan modal yang menjelma dalam berbagai kekuatan media. Lewat media itulah perilaku kebangsaan dibentuk oleh pasar dengan mengedepankan hal-hal yang menyenangkan panca inderawi belaka.

Situasi tersalib itulah membuat yang mata hati kehilangan kejernihan dalam melihat masalah mendasar yang ada saat ini. Elit politik telah buta dan tuli mendengar tangisan rakyatnya. Mereka pura-pura memiliki empati tetapi sejatinya hanya bualan belaka. Derita kaum miskin tidak lagi menjadi pilihan mereka untuk benar-benar mau berbagi dengan kesusahan mereka.

Kaum Miskin Tersalib

Koar-koar para elit adalah membela kaum miskin, namun realitasnya kaum miskin dibiarkan tergusur dan dirinya sendiri yang dibela. Tak ada yang salah ketika gunjingan rakyat di warung kopi menyatakan bahwa janji elit selama ini hanya sekedar janji untuk pemanis belaka. Dan janji yang hanya sekedar janji itulah yang membuat kaum miskin tersalib.

Ketersaliban itulah yang membuat cara berpikir, berperilaku dan merasa menjadi reaktif dalam menghadapi masalah. Lalu kehidupan kita hanya didasari oleh hal-hal yang menipu mata hati.

Hilangnya mata hati itulah yang menyilaukan kehadiran Tuhan di sekitar kita. Tuhan menjadi jauh dengan kita karena kaum miskin mereka salib. Tuhan menjadi jauh dengan kita karena kita tidak punya hati terhadap kaum miskin yang jumlahnya setiap saat bertambah ini.

Kita menjauh dengan Tuhan karena tangan kita menindas kaum miskin. Mata kita menyingkirkan kehadiran mereka. Bukankah Dia yang tersalib adalah Dia yang menderita karena dosa kita yang menyalibkan mereka yang tak berdaya? Dia Tersalib karena dosa kita membiarkan kaum miskin kelaparan, kehausan dan kehilangan tempat tinggal. Dia tersalib karena dosa kita yang membiarkan tanah mereka digusur dijadikan lapangan golf dan perumahan mewah.

Dia tersalib karena kita diam dengan persekutuan kaum pemodal dan elit politik. Dia yang tersalib ada bersama mereka yang berjuang untuk tegaknya keadilan di bumi ini.

Paskah sejati adalah kemauan untuk  merenungkan dan kembali membela kaum tergusur. Itulah Paskah sejati yang ada dalam diri mereka yang haus akan keadilan. Haus akan kebenaran dan haus akan cinta kepada mereka yang miskin dan papa. Itulah Paskah yang membebaskan manusia dari kuasa kerakusan akan harta dan jabatan. Paskah berarti dia harus berani melewati lorong gelap seorang diri.

Paskah seharusnya membuat nilai-nilai kemanusiaan kita diperbarui dalam kehidupan ini. Mari kita rayakan Paskah bersama dengan merindukan datangnya Sang Fajar sejati.

Para kaum tersalib di negeri ini harus bangkit menoreh harapan baru berkehidupan.

Ikuti tulisan menarik Benny Susetyo Pr lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini