x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengapa Politikus Bermuslihat dan Kita tidak Tahu?

Ada situasi psikologis mengapa politikus bermuslihat dan mengapa kita tidak tahu hal itu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Dalam politik, tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, kamu bisa bertaruh bahwa peristiwa itu direncanakan terjadi seperti itu.”

--Franklin D. Roosevelt (Mantan Presiden AS, 1882-1945)

 

Apakah Anda sempat memperhatikan bahwa seorang politikus mengatakan x suatu ketika dan di lain waktu menyebutkan y untuk urusan yang sama? Bila jurnalis berusaha memojokkannya, ia akan dengan mudah berkelit. Mungkin politikus itu akan mengatakan: “Anda salah dengar; bukan seperti itu konteksnya; saya tidak mengatakan seperti itu; tidak, tidak, tidak (politikus itu membantah apa yang pernah ia ucapkan).”

Saya penasaran dan kepo ingin mengetahui bagaimana peristiwa seperti itu dapat terjadi, ketemulah gagasan Ronald E. Riggio, guru besar dalam kepemimpinan dan psikologi organisasi di Claremont McKenna College. Sebagai psikolog yang memelajari perihal muslihat, Riggio sangat berminat terhadap bagaimana dan mengapa kebohongan dikatakan oleh pemimpin politik, serta bagaimana dan mengapa mereka dapat melepaskan diri dari kebohongan itu (dan mengapa mereka sering melakukannya).

Dalam sebuah tulisannya yang dipublikasikan sekitar lima tahun yang lampau, Riggio menyebutkan beberapa indikasi yang menarik. Pertama, kita (maksudnya, masyarakat) terlampau percaya kepada mereka. Kebanyakan orang dikenal buruk dalam mendeteksi muslihat. Kita terperangkap oleh ‘biasa untuk mempercayai’. Meminjam istilah komputer, mekanisme default kita adalah memercayai orang lain. Politikus, terutama pemimpin politik, mengetahui soal ini dan memanfaatkannya (sebagian kecil orang tidak memercayai politikus, tapi mayoritas masih).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kedua, muslihat yang berani. Banyak politikus yang sangat berani menyampaikan muslihat yang hebat. Jika ada yang membantahnya, kebanyakan orang akan berkata: “Masak iya sih ia berani berkata seperti itu jika tidak benar?” Mayoritas orang dihadapkan pada kesulitan untuk meragukan perkataan politikus itu. Mayoritas orang percaya pada perkatan politikus seperti ini: “Tidak ada partai besar yang meminta uang untuk pencalonan saya.”

Ketiga, alasan ketiga ialah kemalasan kognitif. Menurut Riggio, ketika kita mendengar sesuatu dari seorang pemimpin, seringkali kita tidak terlibat dalam upaya mental untuk mempertanyakan perkataan pemimpin itu atau terlibat dalam upaya fisik dengan berusaha memeriksa kebenarannya. Bukankah kita sering mendengar seorang pemimpin berkata x dan tidak lama kemudian para pembantunya mengoreksi perkataan pemimpin itu—dengan sepengetahuannya? Dan kita malas untuk memeriksa, mana yang benar?

Keempat, tujuan menghalalkan cara. Ini siasat yang sudah dikenal lama, yang dipakai oleh kebanyakan orang yang terjun dalam perebutan kekuasaan. Bukankah ada pepatah lama: “Jika saya berbohong mengenai lawan politik saya, itu tak masalah, sebab jika ia terpilih akan terjadi bencana.”

Itulah sebabnya beberapa orang tua mengingatkan kepada siapapun yang bermaksud terjun ke dunia politik—tidak mudah untuk mempertahankan prinsip. Bahkan, untuk mempertahankan prinsip pun diperlukan muslihat. (sumber ilustrasi: theimaginativeconservative.org) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB