x

Sejumlah pelajar SD menonton pembalap Formula 1 asal Indonesia, Rio Haryanto di ruang kelas SD Pangudi Luhur, Surakarta, Jawa Tengah, 24 Februari 2016. Kegiatan tersebut bertujuan memotivasi siswa agar semangat mengejar cita-cita mereka. TEMPO/Bram S

Iklan

Gusrowi AHN

Coach & Capacity Building Specialist
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memulai dengan “Mengapa”?

Banyak orang mudah tertipu, terprovokasi, dikendalikan, dan dipengaruhi, salah satunnya, karena lemahnya kemampuan kita “bertanya" dan "mempertanyakan"

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sewaktu masih balita, saya membiasakan anak saya untuk memiliki alasan atas apapun yang ia lakukan dan inginkan. Pertanyaan “mengapa?”, selalu saya lontarkan setiap kali ia menginginkan sesuatu. Awalnya memang tidak mudah. Namun dari waktu ke waktu ia pun mulai terbiasa dengan cara saya tersebut. Hasilnya, ia masih seperti kebanyakan anak di usianya. Bedanya, ia lebih aware dengan apa yang ia inginkan, dan memiliki alasan kuat mengapa ia menginginkan sesuatu.

Pengalaman pribadi di atas, saya kaitkan dengan pernyataan seorang profesor di sebuah kampus terkemuka di Yogyakarta, yang curhat tentang  fenomena mahasiswa sekarang yang tidak lagi kritis dibanding tahun 90-an. Bagi sang profesor, penandanya sangat sederhana. “Tidak banyak mahasiswa yang bertanya di dalam kuliah saya”. Mahasiswa memang rajin mengerjakan dan mengumpulkan tugas kuliah, namun sangat jarang yang bertanya secara kritis tentang materi perkuliahan. Nampaknya, kemampuan ‘bertanya’ ini begitu penting, sehingga menjadi penanda paling dasar bahwa seseorang itu ‘kritis’ atau tidak.

Memang, jika kita merujuk pada kakek Socrates, berpikir kritis itu salah satunya diukur dengan kemampuan kita untukmempertanyakan sesuatu. Tidak mudah untuk menyetujui sesuatu, tidak mudah bilang ‘iya’ ketika mendapatkan asupan informasi, ataupun bilang ‘tidak’, tanpa alasan yang jelas. Namun, selalu memberikan ruang pada diri sendiri untuk bertanya dan mempertanyakan sesuatu, mengapa ini begini, mengapa harus begitu, apa alasan dibalik semua kejadian, mengapa kita meyakini agama yang kita peluk, dan sebagainya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Buku yang kita baca, berita-berita di media yang kita santap siap hari, program-program TV yang makin variatif acaranya, ataupun film-film ‘box office’ yang selalu kita nantikan adalah contoh-contoh nyata sebuah hasil dari ‘pertanyaan-pertanyaan” dan kegelisahan para penulis, sutradara, dan para penggagas ide di balik semuanya itu.  

Salah satu alasan mengapa banyak orang mudah tertipu, mudah terprovokasi, mudah dikendalikan, dan mudah dipengaruhi adalah karena lemahnya kemampuan “bertanya” dan “mempertanyakan” atas sesuatu atau pengalaman yang ia alami. Dan faktanya, ‘bertanya’ merupakan kemampuan yang membutuhkan ‘latihan’, yang jika tidak kita asah dengan baik, maka ia akan ‘tumpul’, dan tidak akan membawa kebaikan buat diri kita.

Mari kita mulai dengan selalu memberikan ‘ruang bertanya’ di dalam pikiran kita, kapanpun, dimanapun, dan kepada siapapun. Cukup memulai dengan bertanya “mengapa”? atas apa yang kita alami, lihat dan dengar, maka, otak dan pikiran kita akan terbiasa, terlatih untuk berpikir kritis. Karena kita tidak mudah terperdaya oleh apa yang nampak dipermukaan, dan terbiasa menggali apa yang tak tampak di baliknya. Dan kita pun, insya allah, akan lebih memiliki alasan kuat di dalam menjalani hidup kita. #gusrowi.

 

 

Ikuti tulisan menarik Gusrowi AHN lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB