x

Iklan

Solihin Agyl

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menerapkan Service Excellence dalam Menulis

Bagi yang mencintai dunia tulis menulis

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Penulis berwajah keriput dan beruban itu tetap tak mau berhenti. Ia masih asyik memainkan jemarinya di atas mesin ketik tuanya. Sudah setengah malam ini ia mencurahkan segala perhatian, menuangkan ide-idenya pada secarik kertas putih yang membalut gulungan mesin ketik itu. Sebatang rokok kretek yang bertengger di antara dua bibir legamnya itu adalah puntung yang ke tiga belas. Tapi, ia masih juga belum mau berhenti menulis.

Suasana kamar pribadinya yang ia rangkap sebagai perpustakaan dan ruang kerja itu kian terasa senyap. Bunyi “tik-tak…tik-tak” mesin ketik jadulnya itu bersaing dengan suara jangkrik di balik jendela kamarnya. Cuma itu keriuhan yang tercipta. Selebihnya, sunyi dan beku.

Sebagai penulis senior yang disegani, ia tak mau mudah surut langkah demi menyelesaikan halaman terakhir naskahnya yang membahas tentang Menerapkan Service Excellence Dalam Menulis yang sejak sebulan lalu ia janjikan pada komunitas penulis muda di kotanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ia memulai artikelnya dengan nasehat Jakob Oetama—begawan pers Indonesia dan salah satu pendiri serta pemimpin koran Kompas—Di hadapan para penulis muda bahwa di era internet ini dunia tulis-menulis dituntut beradaptasi dengan cepat. Banyak dan cepatnya arus informasi membuat para pembaca mudah dan cepat bosan dengan pilihan topik yang itu-itu saja. Dengan demikian, penulis pun harus cepat dan kreatif mencari topik yang jarang diekpos oleh penulis kebanyakan. Tidak perlu ribet dengan pilihan topik; ambil saja topik yang sangat dekat dengan keseharian khalayak pembaca. Intinya, sebuah tulisan harus memberi manfaat bagi pembacanya lebih lagi bila tulisan tersebut mampu menawarkan solusi bagi permasalahan yang sedang mereka hadapi.

Nasehat itu sangat sejalan dengan Service Excellence yang dikenal di dunia marketing dan manajemen. Menurut Nugroho Nusantoro, seorang penulis dan trainer yang sangat inten mendalami topik ini, Service Excellence selalu memiliki 5 (Lima) komponen yang dikenal dengan 5 P; Person (manusia), Place (tempat), Product (produk), Process (proses), dan Problem Solving (penyelesaian masalah). Semua komponen itu bertujuan untuk memberikan pengalaman terbaik bagi pelanggan / klien—dalam hal ini—pembaca. Lalu, bagaimana 5 P itu bisa diterapkan dalam dunia tulis-menulis?. Setidaknya ada beberapa hal:

Pertama, menyangkut Person; adalah pembaca. Sebelum atau pada saat menulis, seorang penulis sebaiknya berpikir terlebih dahulu kepada siapa tulisan itu akan memberikan manfaat. Atau bahkan, solusi yang seperti apa yang bisa ditawarkan si penulis bagi permasalahan yang sedang dihadapi oleh kelompok pembaca tertentu melalui karya tulisnya itu.

Penulis harus selalu memiliki harapan bahwa di luar sana karya tulis mereka akan dibaca dan diambil manfaatnya oleh pembacanya. Misalnya, bila seorang penulis menulis artikel terkait kebijakan ibu Susi Pudjiastuti—Menteri Kelautan Perikanan Indonesia—maka ia harus berpikir bahwa tulisannya itu akan banyak memberi manfaat bagi para nelayan di Indonesia atau bahkan para pengusaha ikan di negeri ini. Bahkan lebih jauh lagi, tulisan itu bisa memberi masukan yang solutif bagi pemerintah terkait permasalahan kelautan dan perikanan di Indonesia. Dan, bahkan siapa tahu, tulisan itu mampu membuat nelayan luar negeri, yang biasa mencuri ikan di perairan Indonesia, berpikir seribu kali untuk melakukan penjarahan ikan besar-besaran di seluruh perairan dalam wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.

Kedua, tentang Place; artinya dalam mendiskusikan ide dan pikirannya dalam sebuah karya tulis, penulis diharapkan pandai menemukan kisah / event atau pengalaman inspiratif dari berbagai tempat di dunia ini baik sebagai isu utama atau bahkan pendukung. Goenawan Mohamad mahir sekali dalam memberikan contoh seperti ini. Penulis senior itu sering menyisipkan kisah yang ia alami, baca, dan tonton. Tidak jarang ia mengutip sebuah kalimat inspiratif dari sebuah buku, pengalaman teman mengobrolnya yang menggugah dan membangun jiwa, adegan inspiratif dari sebuah film, kisah menarik dalam sebuah novel dan bahkan sejarah sebuah kota / negara atau karya seni. Tak heran, tulisannya memang dikenal sangat kaya dan powerful.

Ketiga, terkait Product. Tentang karya tulis itu sendiri. Dalam hal ini ada dua hal yang perlu diperhatikan; tulisan yang dilihat secara FORM dan secara MEANING. Form mengacu pada bentuk tulisan itu sendiri, hubungan antar kata / frasa, kalimat serta paragraph dalam karya tulis itu.

Berbagai referensi menegaskan bahwa tulisan yang baik—setidaknya tulisan yang berbentuk artikel atau essai—haruslah memiliki jumlah kata setidaknya 700-800 kata per karya tulis. Malah lebih sering dijumpai artikel / esai dengan jumlah kata  1500-2000. Jumlah kata tersebut juga banyak dianut oleh beberapa harian nasional untuk sebuah artikel yang layak dipertimbangkan untuk dipublikasikan.

Hal ini karena—dengan jumlah kata tersebut—sebuah karya tulis dianggap cukup memiliki kekayaan spektrum dalam diskusinya dan juga kekayaan referensi sebagai pendukung ide dan pikiran si penulis; tulisan menjadi "kaya akan rujukan dan contoh" kata Farid Gaban—mantan wartawan senior majalah Tempo. Jadi, tulisan yang memiliki jumlah kata di bawah atau kurang dari 700 kata sulit dikatakan sebagai tulisan yang berbobot karena sangat mungkin tulisan itu begitu dangkalnya dalam mendiskusikan ide-ide dan pikiran si penulis.

Lebih jauh lagi, karya tulis dengan jumlah kata yang memadai (700-800 atau 1500-2000 kata), selain cukup memenuhi syarat kedalaman diskusinya ia juga secara tidak langsung menantang si penulis untuk terus secara kreatif menelurkan ide-ide yang hidup di alam pikirannya dan memainkan rangkaian kata / frasa, kalimat dan paragraph untuk mengekspresikan ide-ide itu dalam karya tulisnya.

Sementara secara Meaning, penulis lebih fokus memilih topik apa yang akan diangkatnya dan bagaimana ia mengikat logika antar paragraph dalam karya tulisnya itu. Meaning juga mengacu pada bagaimana penulis mampu memasukkan ide orang lain untuk mendukung idenya tanpa harus meniru 100 persen kata-kata / kalimat yang dimainkan oleh orang lain tersebut. Penulis yang sangat concern pada masalah ini kelak akan menjadi penulis hebat karena dia selalu melatih dirinya mem-parafrasa (menulis ulang ide seseorang dengan memakai rangkaian kalimatnya sendiri) semua kalimat dari orang lain dan dikawinkan secara sempurna dengan rangkaian kata dan kalimat yang dibangunnya.

Pada ulasan terakhir di artikelnya penulis gaek yang sudah empat puluh tahun malang-melintang dan memanjakan passion-nya dalam dunia merangkai kata itu mengajak para pembacanya mendalami dua komponen penting berikutnya dalam Service Excellence (termasuk juga dalam dunia menulis), yaitu; Process (proses) dan Problem Solving (penyelesaian masalah).

Process (proses), menurutnya, terkait dengan proses kreatif yang dilakukan atau dialami oleh seorang penulis. Ibarat kegiatan kreatifitas lainnya seperti melukis misalnya, seorang penulis kerap dilanda mood (keadaan mental dan perasaan) yang tidak bagus saat harus memulai kegiatan menulisnya. Tidak jarang mereka harus menemukan cara tertentu agar mood yang bagus / baik atau pun nyaman bisa mereka peroleh.

Dari pengalaman beberapa penulis profesional, lanjutnya, sebenarnya mood yang baik bisa di-setting dan direncanakan. Misalnya, dengan cara (sambil) bepergian ke tempat-tempat yang disenangi atau dengan cara menata ulang ruangan / tempat tertentu agar ia merasa nyaman sehingga hal itu akan mendatangkan mood yang baik dan semangat berlebih dalam menulis.

Ia memberi contoh pengalaman Alberthiene Endah—seorang mantan wartawan majalah nasional dan penulis buku biografi beberapa tokoh terkemuka—yang menata ulang dan membuat ruangan khusus di rumahnya berupa ruangan terbuka yang menghadap ke luar rumah sehingga ia bisa melihat sawah, kebun dan pegunungan. Tempat seperti itu yang bisa membantunya meningkatkan mood-nya untuk menulis.

Sementara beberapa penulis lain merasa lebih nyaman bila mereka melakukan aktifitas menulisnya di perpustakaan pribadi. Di tempat ini lah mereka bisa menyendiri dan larut dalam kenikmatan menulis.

Kegiatan mengarang, menuangkan ide-ide kreatif, kritis dan cerdas dalam rangkaian kata yang mereka susun di tempat seperti itu bisa membuat pikiran mereka lebih bebas karena sesekali mereka bisa memilih—dan mengambil begitu saja—buku yang menyita perhatian untuk sekedar menyegarkan dan menjernihkan pikiran. Atau, mencari inspirasi ide dari buku-buku itu atau bahkan untuk referensi pendukung agar memperkuat pijakan teori karya tulis yang sedang mereka garap.  

Bila penulis berada dalam posisi mental dan perasaan yang menguntungkan dirinya, ia bisa sangat bersemangat dan produktif. Ide-ide besar kerap muncul di kala keadaan mental / perasaan atau mood mereka sedang baik.

Oleh karena itu, ia menganjurkan agar penulis—utamanya para penulis pemula—menulis banyak hal; bisa berupa banyak karya dengan topik yang berbeda, bisa juga satu karya saja namun dengan isi / konten yang mendalam bila mood mereka sedang bagus-bagusnya.

Terkait Problem Solving, ia sepakat dengan pemikiran Ken Dean Lawadinata—CEO termuda Indonesia dari Kaskus—bahwa seorang penulis seharusnya menawarkan SOLUSI & MANFAAT sebesar-besarnya bagi pembacanya.

Ia pun, sekali lagi, sepaham dengan Nugroho Nusantoro bahwa dalam Service Excellence pengalaman terbaik lah yang mestinya diberikan seorang penulis pada pembacanya. Artinya, biarkan pembaca mendapat kesempatan sebanyak mungkin untuk memperoleh inspirasi dari pengalaman-pengalaman terbaik yang dikisahkan melalui tulisan-tulisan itu sehingga berbagai macam permasalahan para pembaca yang terpendam lama dapat terpecahkan saat itu juga.

Pengalaman-pengalaman inspiratif itu bisa berasal dari cerita seseorang (figur publik) yang diceritakan melalui kisah yang berhasil divisualisasikan secara luar biasa atau pun kisah pengalaman hidup sang penulis sendiri, karena seorang penulis biasanya mampu merekam dan menceritakan sebuah kejadian / pengalaman hidup secara lebih mendalam, lebih menggugah dan berpengaruh bagi khalayak pembacanya.

Ikuti tulisan menarik Solihin Agyl lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler