x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Apakah Kita Bagian dari Kerumunan?

Kendati orang kebanyakan memiliki persepsi yang sama terhadap suatu fenomena, belum tentu itu kebenaran.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Bila engkau menunggu datangnya kesempatan, engkau jadi salah seorang dari kerumunan.”

--Edward de Bono (1937-...)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi sebagian orang, berada di dalam kerumunan barangkali membuat mereka merasa terlindung, nyaman, dan tanpa perasaan was-was. Dengan ‘tenggelam’ di tengah orang banyak, kita akan sukar dikenali. Berbeda dengan orang yang berdiri sendiri di tempat terpisah, ia akan terlihat menonjol dan dapat segera menarik perhatian.

Kerumunan tidak selalu harus dipahami secara fisik, seperti kerumunan penonton sepak bola dan kerumunan penonton karnaval, tapi dapat pula dimengerti sebagai kerumunan pikiran. Ketika ada isu yang beredar kencang di berbagai media, akan muncul banyak sekali komentar—dengan handphone di tangan, kita mungkin gatal untuk segera berkomentar menimpali komentar orang lain.

Komentar itu umumnya seragam dan mencerminkan cara berpikir yang seragam pula.  Sebagian komentar terlihat menonjol lantaran berbeda, yang mencerminkan cara berpikir yang berbeda pula. Pikiran kerumunan tidak selalu buruk, tapi jika kita tidak waspada, pikiran kerumunan dapat melenakan atau bahkan menyesatkan—misalnya, karena kebanyakan orang menganggap sesuatu itu benar, maka pasti itu benar.

Kendati orang kebanyakan memiliki persepsi yang sama terhadap suatu fenomena, belum tentu itu kebenaran dan belum tentu tidak ada perspektif lain yang lebih baik. Di sinilah perlunya kita, bila tengah berada dalam kerumunan, untuk tetap ‘sadar’ (aware) terhadap sudut-sudut pandang lain terhadap fenomena yang sama. Ketika orang kebanyakan mabuk atau terlena, maka tetap sadar (eling dalam bahasa Jawa) merupakan pilihan yang lebih baik.

Saya teringat pada kata-kata Mark Twain. Penulis ini pernah berkata: “Manakala kamu mendapati dirimu berada di sisi mayoritas, itulah waktumu untuk mengambil jeda dan merenung.” Ketika banyak orang berpendapat tertentu, maka kita perlu melihat dari sudut pandang lain sehingga kita dapat memutuskan apakah kita tetap di sisi mayoritas ataukah menawarkan alternatif lain.

Pandangan mayoritas boleh jadi benar—sebab di sana mungkin ada interaksi dan pertukaran ide, tapi bisa pula menyesatkan. Dalam kerumunan, mungkin saja pikiran kelompok (group think) mendominasi dan memberi warna pandangan mayoritas. Unsur kepentingan bisa memengaruhi cara pandang dan menilai sesuatu. Karena itu, mengambil jeda, membuat jarak, dan berefleksi membantu kita untuk menimbang.

Mengambil jeda dan membuat jarak untuk menimbang menjadikan kita tetap terjaga sekalipun berada di tengah kerumunan. Ini membuat kita tetap mampu berpikir beda, mencari alternatif, dan memakai sudut pandang lain. Kita masih mampu mencari dan menemukan sisi-sisi baik ketika orang banyak hanya melihat keburukan. Kita masih bisa menyimpan harapan ketika orang banyak nyaris putus asa. Namun, untuk sanggup berdiri sendirian, diperlukan keberanian. (foto: tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB