x

Warga Tionghoa memadati Jalan Ahmad Yani saat ikut memeriahkan pawai budaya Cap Go Meh di Makassar, 8 Maret 2015. TEMPO/Fahmi Ali

Iklan

Aseanty Pahlevi

journalist, momsky, writer, bathroom singer, traveler.
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Imlek-Cap Gomeh Berakhir, Deflasi Pertama di Tahun 2016

Usai perayaan Imlek dan Cap Go Meh bulan Februari 2016 lalu, Kalimantan Barat mengalami deflasi pertama di tahun 2016.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Usai perayaan Imlek dan Cap Go Meh bulan Februari 2016 lalu, Kalimantan Barat mengalami deflasi pertama di tahun 2016. Sesuai pola musimannya, realisasi Indeks Harga Konsumen Kalbar pada bulan Maret mengalami deflasi -0,06% (mtm) dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi 0,32% (mtm).

 “Namun, realisasi deflasi pada bulan Maret kali ini lebih dangkal dari historis bulan Maret setidaknya dalam 5 tahun terakhir dengan rata-rata -0,10% (mtm),” papar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Barat, Dwi Sulasmanto.

Kendati demikian, lanjutnya, realisasi deflasi tersebut terjadi di tengah kondisi nasional yang masih mengalami inflasi 0,19% (mtm). Secara tahunan, pergerakan harga barang dan jasa di Kalbar tercatat mengalami inflasi 4,62% (yoy), menurun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 4,87% (yoy). “Kendati menurun, inflasi tahunan Kalbar masih berada di atas nasional yaitu 4,45% (yoy),” tambahnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan disagregasinya, terjadinya deflasi pada periode ini terutama didorong oleh deflasi pada kelompok administered prices (AP) dan penurunan laju inflasi pada kelompok volatile foods (VF). Sementara itu, kelompok inti tercatat relatif stabil. Berdasarkan komoditasnya, deflasi pada komoditas AP disumbang oleh penurunan harga tiket angkutan udara seiring dengan realisasi penurunan batas bawah dan atas serta telah berlalunya perayaan Imlek dan Cap Go Meh pada bulan Februari ditambah dengan koreksi tarif tenaga listrik seiring dengan berlanjutnya kebijakan penurunan TTL untuk semua golongan secara bertahap sejak Desember 2015.

Sementara itu, penurunan tekanan inflasi pada kelompok VF dipicu oleh koreksi harga pada komoditas udang basah dan telur ayam ras. Di sisi lain, stabilnya kelompok inti disebabkan oleh masih belum pulihnya permintaan sejalan dengan harga internasional komoditas unggulan Kalbar yang belum membaik secara signifikan.

Secara spasial, deflasi di Kalbar didorong oleh deflasi di Kota Pontianak. Pada periode laporan, Kota Pontianak mengalami deflasi -0,08% (mtm). Komoditas penyumbang utamanya adalah penurunan harga tiket angkutan udara, telur ayam ras, dan udang basah. Di sisi lain, Kota Singkawang masih mengalami inflasi sebesar 0,02% (mtm). Komoditas penyumbang utamanya adalah kenaikan harga cabe rawit, telepon seluler, dan bawang merah.

Selanjutnya, tekanan inflasi pada bulan April diperkirakan relatif terkendali tetapi tetap ada risiko inflasi yang patut diwaspadai antara lain masih tidak menentunya kondisi cuaca yang berpotensi mengganggu hasil produksi bahan pangan dan berdasarkan pola historis inflasi bulanan April selama 3 tahun terakhir, terlihat bahwa ada potensi komoditas jeruk, bawang merah, kangkung, beras, dan udang basah muncul sebagai penyumbang inflasi April 2016. Selain faktor risiko, terdapat pula faktor penahan inflasi antara lain datangnya masa panen raya beras di pulau Jawa dan masih berlanjutnya kebijakan penurunan harga energi strategis yaitu BBM dan TTL di bulan April 2016.

Mencermati risiko inflasi tersebut, Bank Indonesia mengusulkan TPID di seluruh Kalbar untuk melakukan upaya stabilisasi harga dalam jangka pendek antara lain; mempercepat realisasi raskin Bulog khususnya di kota sampel inflasi, memberi pendampingan dan penyediaan benih padi unggul (beras pulen) untuk mendukung metoda tanam Hazton di daerah produsen agar mampu bersaing dengan beras dari Pulau Jawa di daerah perkotaan, memberi pelatihan/bantuan bagi UMKM ketahanan pangan produsen komoditas penyumbang inflasi untuk meningkatkan efisiensi operasional agar margin keuntungan dapat meningkat tanpa meningkatkan harga jual.

Bank Indonesia juga mengusulkan untuk memberdayakan karang taruna atau pengelola tempat ibadah untuk membudidayakan tanaman pangan penyumbang inflasi yang nantinya dikolaborasikan dengan program pasar pendamping. Pemerintah Kalimantan Barat juga disarankan memberikan subsidi biaya angkut untuk distribusi komoditas penyumbang inflasi di daerah perkotaan dari daerah produsen di wilayah Kalimantan Barat.

Pemerintah Kalimantan Barat juga harus mendukung program pengembangan kegiatan pasar pendamping TPID Pontianak dalam bentuk diseminasi ke TPID lain di Kalimantan Barat dalam rangka mengelola ekspektasi masyarakat di seluruh wilayah provinsi.

Ikuti tulisan menarik Aseanty Pahlevi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu