x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Museum Bagian Hidup Kita, Seharusnya...

Penutupan sementara Museum Radya Pustaka mencerminkan perlakuan kita terhadap warisan budaya dan pengetahuan masa lampau.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Museum seharusnya bukan hanya tempat bagi lukisan indah, tapi tempat di mana kita dapat mengomunikasikan hidup kita melalui ojek keseharian kita.”

--Orhan Pamuk

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meskipun Museum Radya Pustaka sudah buka kembali (seperti dikabarkan oleh tempo.co), tapi kabar baik ini belum sanggup mengusir kegundahan. Mengapa? Karena persoalan pokok dalam pengelolaan museum belum terpecahkan sepenuhnya. Dana operasional memang dijanjikan segera cair, tapi apakah tidak mungkin peristiwa serupa terulang kembali?

Kabar penutupan sementara Museum Radya Pustaka yang berlokasi di Solo ini sungguh membuat miris. Sebuah museum mashur yang menyimpan warisan budaya terpaksa tutup beberapa hari karena biaya operasional belum cair. Menurut Tempo, jumlahnya Rp 300 juta—angka ini barangkali setara dengan gaji bulanan seorang CEO perusahaan besar di Indonesia.

Mengapa mesti tutup walau sementara? Pengelola museum rupanya ‘sungkan’ untuk meminta pegawainya agar tetap masuk kerja, sebab gaji mereka terlambat dibayar. Sebagian besar karyawan diliburkan dulu, hanya tiga orang yang tetap masuk untuk merawat koleksi berharga museum. Tiga orang jelas tidak mungkin sanggup melayani pengunjung, karena itu diputuskan museum ditutup untuk sementara.

Peristiwa ini mencerminkan perlakuan kita dan pemerintah terhadap museum. Kita, sebagai bangsa, masih menempatkan museum sebagai tempat menyimpan peninggalan masa lampau yang tidak perlu memperoleh perhatian selayaknya. Apa lagi, menjadikan pemeliharaan dan pengembangan museum sebagai salah satu prioritas program kerja pemerintah untuk mendorong literasi budaya masyarakat.

Museum seperti dianggap bukan bagian penting dari pembangunan, padahal museum menghubungkan kita yang hidup di masa sekarang dengan kebudayaan di masa lalu. Perlakuan kita terhadap museum—museum apapun, dengan Radya Pustaka salah satunya—mencerminkan cara pandang kita terhadap sejarah, budaya, pengetahuan, seni, teknologi, maupun asal-usul kita. Seolah-olah yang lampau kurang bermakna bagi kehidupan kita sekarang maupun masa mendatang.

Terkait naskah-naskah kuno hasil karya para pujangga yang tersimpan di Radya Pustaka, maupun museum lain, kita mestinya bergegas untuk mendigitalkan dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia agar siapapun bisa membacanya. Hilangnya koleksi beberapa waktu lalu menegaskan pula betapa kita acuh tak acuh terhadap warisan berharga itu, sementara orang luar memburunya. Perdagangan koleksi cagar budaya menjadi ancaman bagi museum.

Kita punya banyak museum, baik yang terkait dengan alam maupun yang menyimpan jejak budaya manusia Indonesia; dari geologi, fosil manusia, zoologi, wayang, bahari, pos, dan banyak lagi. Semua memerlukan perhatian dan semua membutuhkan pembiayaan—besarnya anggaran dan kemudahan pencairannya mencerminkan sejauh mana pemerintah memandang penting museum-museum kita.

Pengelola museum semestinya juga punya keleluasaan yang cukup untuk mencari sumber pendanaan di luar anggaran pemerintah agar peristiwa penutupan museum, walaupun sementara, tidak terjadi lagi. Ketika proyek-proyek lain diberi alokasi anggaran yang luar biasa besar, museum-museum kita hanya kebagian amat sedikit. Sungguh mengenaskan. (foto: tempo.co) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB