x

Iklan

Jun Joe Winanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jero Wacik 'Dijajah' Politik

Akhir-akhir ini, namanya kembali mencuat. Apa pasal?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Caranya bertutur berapi-api (semangat), tidak seperti menteri kebanyakan, yang penuh dengan kehati-hatian. Dalam balutan pakaian sederhana, dia menunjukkan jati dirinya, benar-benar sangat sederhana dan jauh dari kesan glamor. Meski begitu, beliau termasuk mantan menteri yang tak banyak bicara,  tetapi dibuktikan dengan kerja nyata.

Sebelum diangkat menjadi menteri, Jero Wacik seorang pengusaha. Beliau juga menjadi fungsionaris Partai Demokrat. Kemunculannya di tengah-tengah arena politik negeri yang makin memanas tak banyak diketahui orang. Orang-orang baru tahu peran besarnya untuk SBY dan Partai Demokrat sehari sebelum SBY dilantik menjadi Presiden RI ke-6, pada 19 Oktober 2004 dirinya dipanggil ke Cikeas untuk seleksi menteri.

SBY memanggil untuk diajak bicara tentang pariwisata dan budaya. Lulusan ITB Fakultas Teknik Jurusan  Mesin dan Universitas Indonesia Jurusan Marketing itu hanya beberapa menit saja berdialog.  Di balik sukses SBY menjadi presiden, Jero Wacik-lah orang yang menangani seluruh akomodasi kampanye SBY selama masa pencalonan menjadi Presiden.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berkiprah di Pemerintahan

Saat SBY mengangkat Jero Wacik menjadi menteri, ada nota kesepakatan pribadi antara dirinya dan SBY. Kesepakatan itu adalah mau bekerja keras, jujur, dan loyal. Dalam dua periode kepemimpinan SBY, dua kali pula dirinya diangkat sebagai menteri. Pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, diangkat menjadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (2004-2009). Cara kerjanya makin disenangi SBY dan dibuktikan dengan hasil-hasil yang membanggakan untuk negara. Nyata adanya, nyata kerjanya.

Bangga dan puas dengan kerja Jero Wacik, ketika SBY kembali naik pentas dunia perpolitikan negeri ini untuk yang kedua kalinya, Jero Wacik pun diangkat kembali oleh SBY menjadi Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata untuk Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II (2009-2014). Belumlah usai masa tugasnya di Menbudpar Jilid II, SBY kembali memberikan kepercayaan untuk dirinya menduduki posisi Menteri Ekonomi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II (2011-2014).

Prestasi Sebagai Menteri

Berkomitmen kuat dengan ucapan dan janji yang harus ditunaikan, sepak terjangnya sebagai menteri tidak diragukan. Prestasi kerja sebagai menteri banyak dihargai. SBY pun terkesima melihat cara kerjanya. Tak ayal, SBY mengangkat dirinya dua kali menjadi menteri. Selama menjadi menteri, banyak perubahan ke arah perbaikan negara yang ditelurkannya. Sebut saja pengakuan dunia untuk Batik, Keris, Subak, Batur Geo Park, Angklung, Tari Saman, Wayang, hingga berhasil dirinya merenegosiasi kontrak LNG Tangguh yang begitu alot dengan Mr. Wang.

Dari komitmen kuat dirinya untuk benar-benar memajukan bangsa itulah lahir perubahan yang memberikan dampak sangat besar terhadap kehidupan kebudayaan negeri ini.

Di tengah-tengah lesunya pariwisata Indonesia, sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata kala itu, beliau punya tanggung jawab lebih, bagaimana mengembalikan kepercayaan dunia terhadap dunia pariwisata negara ini. Tidak bisa tidak, melalui cara-cara pendekatan dan sistem kerja yang bagus, dalam kurun waktu 5 tahun, dia berhasil menaikkan jumlah wisatawan lebih dari 50%.

Melalui kinerja cerdas beliau pulalah yang mulanya tak ada kini hadir, seperti terbukanya jenjang perkuliahan Studi Kebudayaan di Universitas Indonesia, Universitas Udayana, serta Universitas Gadjah Mada, dan lainnya. Sungguh sangat luar biasa, hidupnya didedikasikan benar-benar untuk kepentingan negara. Bahkan, istri dan anak-anaknya pun terkadang terabaikan.

“Penjajahan” Dimulai

Jero Wacik dipercaya SBY untuk menggawangi Kementerian Ekonomi dan Sumber Daya Mineral pada KIB Jilid II. Ketika itu, masa tugas dirinya di Kemenbudpar belumlah usai. Bermula dari Kementerian ESDM inilah, entah sengaja mengendus-endus atau memang tak ada kerjaan lain selain mengendus, KPK mulai mencari-cari kasus korupsi Jero. Lebih parahnya lagi, KPK juga sengaja mencari-cari kasus di Kementerian Budpar yang dikepalai Jero Wacik sebelumnya. Sebenarnya, apa maksud KPK tersebut?

KPK “mengacak-acak ketenangan di rumah orang”. Apakah KPK sengaja ingin menjegal karier Jero Wacik atau memang ingin menjatuhkan kredibilitas Partai Demokrat yang sebelum-sebelumnya para petinggi partai itu terjerat kasus yang sama? Atau hanya akal-akalan KPK saja untuk mencari-cari kesalahannya? Atau ada hal lain dari KPK yang ingin melakukan konspirasi dengan pihak-pihak tertentu tetapi tak tersampaikan? Mungkinkah Jero Wacik menjadi target “Yang diada-ada?”

Sepertinya terlihat, penjajahan demi penjajahan mulai dilakukan KPK. Tak hanya menjajah pribadi Jero Wacik, kasarnya, KPK pun menjajah kerabat dan keluarga beliau.  Dari hasil jajah menjajah ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman 9 tahun penjara, denda Rp300 juta, dan harus mengembalikan uang negara Rp18,7 Miliar.  Sementara, Hakim Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) menjatuhkan vonis 4 tahun penjara, denda Rp150 juta, dan harus mengembalikan uang negara Rp5 Miliar.

Saya masih bertanya-tanya, kesaksian para saksi seperti dianggap angin lalu. Padahal jelas Jusuf Kalla mengatakan mengenai DOM, itu sebagai Deskresi Menteri, artinya menjadi kewenangan menteri dan tidak dapat dipisahkan antara menteri dengan pribadi. Jadi, JPU perlu menjeli dengan hal ini.

Hal mengagetkan semua orang, terutama keluarga dan sahabat-sahabatnya, tatkala Jero Wacik didakwa melakukan pemerasan terkait pasal 12 huruf e. Jero Wacik disangkakan melakukan tindak pemerasan di Kementerian ESDM dan memaksa bawahannya. Terlihat tidak, track record beliau selama menjadi menteri dengan nyata bekerja dan hasilnya membuat SBY kagum? Ada dan terlihat! Tidak terlihat dari gaya dan gerak gerik Jero untuk melakukan tindak pemerasan. Itu bukan karakter beliau. Apalagi, di Bali beliau sebagai pemangku, orang yang sangat dihormati dan menjadi pemimpin tertinggi di Pura untuk umat Hindu sembahyang.

Survei ataupun hasil riset belum pernah ada yang menyatakan bahwa Jero Wacik itu seorang pemeras dan pemaksa bawahan.

Hal ini dapat di-crosscheck dengan instansi tempat beliau ketika itu mengabdikan diri. KPK atau JPU dapat melakukan investigasi secara detail dan ketat kepada, almamater beliau, UI dan ITB. Tempat bekerja beliau sebelumnya, Astra, dan dilingkungan Partai Demokrat sendiri. Bahkan, SBY sangat mengenal baik siapa Jero Wacik. Bahkan KPK dan JPU dapat menanyakan juga langsung kepada pejabat-pejabat yang pernah dikomandai oleh dirinya.

Jero Wacik hanya meminta kepada seluruh bawahannnya untuk bekerja secara baik, mengabdikan diri untuk negara. Bekerja keras, menaati seluruh UU dan seluruh peraturan yang ada. Bahkan, beliau dengan tidak malu meminta kepada bawahannya untuk memberitahukan dirinya mengenai peraturan yang berlaku agar tidak terjadi pelanggaran. Hal itu dikarenakan latar belakang beliau seorang pengusaha (Swasta). Untuk swasta peraturan itu berbeda dengan di pemerintahan. Sekitar tujuh ribu pegawai di Kementerian ESDM dapat ditanyai secara masif dan individual.

Bahkan, untuk memaksa-maksa bawahan demi uang, itu tidak tercemin dalam diri Pak Jero, menurut saya. Meminta kick back kepada rekanan, sementara  kick back yang menjadi fakta persidangan itu sudah dilakukan di awal tahun 2010. Sementara yang menjabat PPK di 2010 kala itu Ahmad Sudaryanto dikoordinatori oleh Sri Utami sebagai pejabat eselon 3. Sedangkan PPK di 2011 dipegang oleh Dwi Handono dengan nama rekening atas nama Indah Pratiwi. Indah Pratiwi ini adalah swasta sebagai teman Sri Utami. Ketika itu dana kick back sudah masuk sebesar lebih kurang Rp15 Miliar. Sementara, Jero Wacik ketika itu belum diangkat menjadi menteri ESDM.

Melihat kembali masalah ini, apakah Jero Wacik yang belum menjadi menteri ESDM di 2010, bisa memerintahkan Sekjen ESDM? Orang awam pun akan bilang, tentu tidak bisa. Siapa beliau yang main perintah, bukan atasan langsung.  Jelas-jelas baru diangkat menteri oleh SBY pada Oktober 2011 (ketika terjadi reshuffle kabinet). Semestinya fakta ini gugur dalam persidangan. 

Sementara itu, Waryono Karno mengatakan takut secara psikologis melawan atasan, sesungguhnya hal itu dibuat-buat saja, menurut Jero Wacik. WK mengaku bahwa Jero Waciklah yang meminta dirinya untuk mengumpulkan uang, sejak Januari 2010. Pertanyaannya adalah, apakah Pak Jero sudah mengenal secara baik dan dekat WK sebelumnya? Atau akal-akalan WK saja untuk menggemukkan pundi-pundi pribadinya tetapi orang lain yang dijadikan tumbal? Atau ketidaksenangan segelintir orang di lingkungan ESDM kepada Jero untuk menggulingkan dirinya atas nama pemerasan?

Nah, yang saya herankan lagi kenapa JPU kok percaya saja dengan ucapan Pak WK? Apa tidak ditelusuri lebih dulu? Mengacu pada fakta persidangan yang harusnya sudah gugur. KPK dan JPU harusnya jeli melihat masalah ini.

Dari dakwaan memeras, digulirkan pula kasus penyelewengan dana DOM. Jelas-jelas, dana DOM seperti yang diucapkan Wapres Jusuf Kalla di kesaksiannya untuk JW, bahwa DOM itu tidak dapat dipisahkan antara Jero Wacik sebagai menteri dan pribadi. Adakah yang salah dari  kesaksian Jusuf Kalla? Itu ucapan yang keluar langsung dari mulut JK tanpa direkayasa. DOM, secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 3 Tahun 2006, sementara yang berlaku saat ini adalah PMK No. 268 tahun 2014. Segala sesuatu yang dulunya ada di PMK No. 3 tahun 2006, otomatis akan gugur dengan sendirinya setelah terjadinya perubahan PMK terbaru. Jadi, tidak perlu dipermasalahkan. Apakah KPK mencari kambing hitam sebelum mendapatkan sesungguhnya target yang ingin disasar?

Tak cukup sampai di situ, Jero Wacik oleh KPK didakwa menerima gratifikasi. Gratifikasi yang dimaksud adalah seluruh  perayaan ulang tahun JW yang berlangsung di Hote, Dharmawangsa minta dibayari oleh Herman Afiff Kusumo dengan total nilai sebesar Rp349 juta. Nah, perlu diketahui bahwa itu bukan perayaan ulang tahun beliau. Nyata-nyata, sebagai orang Bali, Jero Waci tidak mengenal yang namanya ulang tahun. “Beliau tidak pernah merayakan ulang tahun. Di Bali, dan Pak Jero sendiri itu justru lebih mengenal otonan, hari Weton”, ucap I Ketut Mardjana, salah satu sahabat dekat Jero Wacik.

Acara yang berlangsung di Hotel Dharmawangsa tersebut adalah Peluncuran Buku 100 Tokoh. Kala itu, JK hadir  dan juga mengisi tulisan di buku tersebut sebagai salah seorang tokoh. Buku itupun di-launch langsung oleh SBY. Dan Presiden RI yang sekarang, Joko Widodo juga menulis di buku tersebut. Undangannya pun resmi, sehingga terdapat cap dari Sekretariat Negara, dihadiri juga oleh Pasukan Pengawal Presiden.

Yang perlu diketahui khalayak adalah bahwa Pak Jero Wacik itu selain sebagai Menteri ESDM saat itu, juga sebagai Ex Officio Chairman di Dharmawangsa. Oleh karenanya, Owner Dharmawangsa memberikan beliau keuntungan tersendiri alias bebas biaya (free of charge) jika mengadakan acara atau kegiatan di hotel tersebut. Jadi, jelas, JW tidak pernah mendapatkan atau menerima apapun dari Herman Afif Kusumo seperti yang KPK/JPU dakwakan. Diperkuat lagi dengan kesaksisan Pak Herman di persidangan. Dan sebaliknya, JW juga tidak memberikan keuntungan apapun kepada Pak Herman. Ini adalah fakta yang sebenarnya.

Mengapa JPU/KPK ngotot bahwa Jero Wacik menerima gratifikasi? Dakwaan yang ditujukan kepada JW seakan-akan menegaskan bahwa JW memang pelaku. Padahal semua saksi menyatakan dan menguatkan dengan perkataan tidak. Peran besar dan reputasi JW ingin dimatikan secara perlahan-lahan, artinya karakter JW dibunuh.

Sebagai Chairman Board of Advisor, oleh pemilik Dharmawangsa JW dan keluarganya diberi fasilitas, dan itu sifatnya gratis, mau kapan saja digunakan. Tagihan dari Dharmawangsa pun tidak ada. Ditambah lagi bahwa tidak pernah ada membicarakan tentang biaya apapun kepada JW. Apakah ada kealpaan pemilik mengingatkan stafnya bahwa ada komitmen antara Pak JW dengan Owner? Melihat masalah ini, sudah sepatutnya Pasal 11 yang dituduhkan itu gugur di mata hukum. Karena bukit-bukti tidak ada dan tidak menguatkan JW sebagai penerima gratifikasi.

Meski banyak prestasi yang ditetaskan, Jero Wacik tetap kuat memegang aturan, taat  asas, dan bertanggung jawab terhadap hal-hal yang ditugaskan. Menjadi perhatian bersama, bahwa apabila kesalahan JW karena administrasi DOM,  itu akan menjadi Juris Prudensi,  menurut saksi ahli dari Unpad Bandung, Prof. Dr. I Gede Panca Astawa. Oleh karena itu, seluruh menteri dan Kepala-Kepala Lembaga yang memperoleh DOM dapat dipidanakan. Hal yang yang sangat disayangkan nantinya adalah akan meluluhlantakkan motivasi pemimpin masa depan. Meminta maaf jika salah mendakwa tidak ada salahnya.

Ikuti tulisan menarik Jun Joe Winanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB