Pemuda adalah masa depan, pemuda adalah harapan. Bagaimana tidak? Di pundak pemudalah masa depan dan harapan suatu bangsa kita gantungkan. Pada merekalah segala asa dan harapan kita pertaruhkan, dan di tangan mereka pulalah kehancuran suatu bangsa menjadi keniscayaan.
Sejarah mencatat betapa banyak perjuangan para pemuda dalam mengubah kondisi suatu bangsa. Soekarno-Hatta juga berusia muda ketika memulai perjuangan melawan penjajahan Belanda. Bung Tomo juga seorang pemuda ketika memimpin arek-arek Suroboyo berjihad melawan penjajahan Belanda. Dalam sejarah Islam, tertoreh dalam tinta emas seorang Mushab bin Umair sebagai duta Rasulullah SAW mengubah masyarakat Madinah dari masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islam. Juga seorang Ja'far bin Abi Thalib yang dengan kelihaiannya dan kepiawaiannya mampu berargumentasi dengan Raja Najasi dari Habsyah. Atau ingatlah pula seorang Muhammad Al-Fatih, pemuda 20-an tahun sang penakhluk Konstantinopel. Namanya tercatat harum dalam tinta emas sepanjang sejarah kepahlawanan Islam.
Menoleh pemuda di masa sekarang, tak sedikit memang yang berhasil meraih prestasi yang membanggakan dalam berbagai bidang. Namun sayang tak sedikit pula yang justru menjadi korban dari kehidupan kapitalistik hedonis seperti sekarang. Kehidupan pemuda di masa sekarang lekat dengan gaya hidup bebas dan narkoba. Seperti yang baru-baru ini terjadi, tiga pemuda dari Kelurahan Karangrejo Kecamatan Sumbersari yang tewas usai menenggak minuman keras oplosan. Disamping itu BNN mencatat 11 juta pemuda Indonesia sebagai pengguna narkoba. Sungguh sebuah angka yang memilukan hati dan entah bagaimana nasib bangsa ini ketika pemudanya sudah menjadi budak narkoba. Narkoba sejatinya menjadi senjata paling ampuh untuk memalingkan para pemuda untuk mencapai kemajuan dan ini jauh lebih berbahaya daripada terorisme.
Hal ini masih diperparah dengan gaya hidup hedonis yang menghinggapi generasi muda kita. Generasi muda menjadi segmen pasar empuk bagi produk fashion dan kosmetik. Apalagi hal itu ditunjang dengan maraknya gaya hidup hedonis para selebritis yang terekspos media massa dan menjadi kiblat mereka. Nilai-nilai liberal yang menjadikan kecantikan fisik yang ditunjang dengan fashion dan gadget terbaru menjadi dambaan bagi sebagian pemuda kita. Hal ini menjadikan tak sedikit dari mereka mencari jalan pintas dengan menghalalkan segala cara demi mampu memenuhi kebutuhan penampilan mereka. Akibatnya hal itu mendorong sebagian para pemuda kita mengabaikan nilai-nilai syariat yang seharusnya menjadi tolok ukur perbuatan mereka.
Namun sebaliknya para generasi muda kita yang lekat dengan Islam dan aktif dalam berbagai kegiatan Islam justru dicurigai dan dianggap dekat dengan ekstrimisme dan terorisme. Akibatnya tak sedikit orangtua yang khawatir ketika anak-anaknya aktif dalam kegiatan ke-Islaman di sekolah. Namun mereka justru bangga ketika anak mereka menjadi pemuda gaul yang lekat dunia selebritis. Bahkan secara khusus BNPT mengajak organisasi pemuda seperti IPNU/IPPNU untuk mengadakan program deradikalisasi di sekolah-sekolah menengah. Hal ini dimaksudkan untuk memoderatkan para pemuda dan menjauhkan mereka dari pemahaman yang benar tentang syariat Islam. Kalau sudah begitu, pemuda kita seolah terpojok dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Gaya hidup hedonis yang lekat dengan narkoba dan hidup bebas senantiasa mengintai mereka sekaligus dijauhkan dengan pemahaman yang benar tentang agamanya.
Islam sebagai agama Rahmatan lil'alamin sejatinya telah memberikan solusi yang jelas dan tegas. Miras dan narkoba adalah barang haram yang hendaknya tidak diberikan ruang untuk beredar di negeri ini. Pemuda sebagai aset bangsa juga harus dikembalikan kepada ajaran agamanya bukan justru dicurigai sebagai cikal bakal teroris. Program deradikalisasi jangan dijadikan sebagai ajang untuk menjauhkan para pemuda ini jauh dari agamanya. Kembali kepada Islam, kembali kepada Syariah mutlak dilakukan ketika kita ingin menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semua. (Nadiya, Bogor)
Ikuti tulisan menarik Erna Rushernawati lainnya di sini.