x

Seorang massa yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Melawan Kekerasan Seksual memegang spanduk dukungan untuk Yuyun di bawah jembatan Fly Over, Makassar, Sulawesi Selatan, 4 Mei 2016. Yuyun ditemukan tewas setelah menjadi korban pemerkosaan 14 oran

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

POLEMIK: Tragedi Yuyun dan Feby: Kaji Ulang Pendidikan Seksulitas

Kasus pemerkosaan yang berbuntut pembunuhan kini menjadi ancaman serius di Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kasus pemerkosaan yang berbuntut pembunuhan kini menjadi ancaman serius di Indonesia. Selain mendesak penegakan hukum yang seadil-adilnya bagi para pelaku, Merapi Cultural Institute (MCI) mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengkaji ulang pendidikan nilai dan seksualitas yang ada di sekolah-sekolah.

“Kasus pemerkosaan yang berakhir dengan pembunuhan ini menjadi indikator belum efektifnya pendidikan nilai dan seksualitas yang ada di sekolah-sekolah di tengah arus globalisasi yang serba cepat. Kehadiran internet yang membuat dunia makin terbuka lebar tidak diimbangi dengan ketahanan (resilience) moral. Kita semua yakin para pelaku pernah pernah mengenyam pendidikan formal, ” tegas Peneliti MCI, Teguh Prakoso.

Ia memaparkan kasus pemerkosaan yang diakhiri dengan pembunuhan semacam ini bisa saja muncul spontan saat ada kesempatan, namun satu fakta yang pasti: moral dan kepribadianlah yang menjadi penentu tindakan. Diketahui, kepribadian itu terbentuk melalui proses panjang, termasuk saat mengenyam pendidikan formal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Benar bahwa pendidikan awal ada di keluarga. Di situ seorang anak dididik dengan cinta kasih terhadap sesamanya, namun pendidikan formal juga punya andil menjadikan seorang anak menjadi beradab dan manusiawi. Sekolah menjadi tempat anak belajar nilai hidup dan mempraktekkannya bersama teman-temannya," tegasnya.

"Pelaku pemerkosa jelas tidak memiliki nilai hidup yang baik. Jika mereka tahu apa artinya kata 'baik' maka ia tahu perbuatan apa yang baik dan yang tidak baik," imbuhnya.

Terkait dengan globalisasi, ia mengakui kecepatan arus informasi yang begitu cepat tidak gampang dibendung karena pada dasarnya globalisasi tidak dapat ditolak kehadirannya. Bagi suatu bangsa, melarang penggunaan teknologi sama halnya dengan melangkah mundur. Namun, dampak negatifnya juga tidak sedikit.

“Lihat saja, video dan gambar yang berbau pornografi sulit dibendung peredarannya dengan kehadiran internet berkecepatan 4G dan beragamnya media sosial. Harus diakui, arus nilai yang menyertai globalisasi itu tidak mudah disaring. Oleh sebab itu, kita harus benar-benar cermat, bijak dan selektif,” tegas alumnus STF Driyarkara Jakarta ini.

Selain menyaring nilai-nilai yang menyertai globalisasi, tambahnya, penanaman nilai-nilai moral pada generasi muda perlu digalakkan untuk mempersiapkan mereka dalam menghadapi tantangan globalisasi yang kini sudah dihadapi, dialami dan akan terus dialami.

“Di sinilah arti dari pendidikan nilai untuk generasi muda. Tanpa ada usaha serius untuk mempersiapkan mereka menghadapi masa depannya, yang ada adalah krisis nilai. Masuknya nilai-nilai baru makin mengacaukan sistem nilai generasi muda. Ketahanan moral generasi muda dipertaruhkan.”

Pendidikan nilai dimaksudkan untuk penanaman nilai-nilai agar bisa menangkis pengaruh nilai-nilai negatif atau yang cenderung mendorong nilai-nilai negatif.

“Sudah saatnya Kemendikbud serius melakukan review muatan pendidikan nilai dan seksualitas yang diajarkan di sekolah-sekolah untuk menyelamatkan generasi muda yang vulnerable (rentan) dan impressionable (mudah terpengaruh). Pendidikan seksualitas harus diajarkan di sekolah-sekolah dan segera dirancang kurikulumnya karena pendidikan seks bisa jadi bagian dari upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,” pungkasnya.

***

Tentang Merapi Cultural Institute (MCI)

Merapi Cultural Institute (MCI) adalah lembaga yang bergerak pada kajian dan penelitian literasi yang secara khusus mengkontekstualisasikan Cultural Studies pada isu-isu konkret di masyarakat. MCI bernaung di Rumah Baca Komunitas Merapi (RBKM) yang terletak di lereng Gunung Merapi di Magelang, Jawa Tengah. MCI memiliki visi mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. MCI beranggotakan para peneliti dan akademisi desa. Motto MCI yaitu “Dari Desa Mencerahkan Dunia”.

 

*) Artikel ini merupakan rilis dari Merapi Cultural Institute pada hari ini.

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB