x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pulau Run

Upaya bangsa Inggris, Belanda, Spanyol dan Portugis dalam merebut pulau kecil penghasil pala

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Pulau Run

Judul asli: Nathaniel’s Nutmeg

Penulis: Gilles Milton

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun Terbit: 2015

Penerbit: Pustaka Alvabet                                                                                           

Tebal: xiii + 495

ISBN: 978-602-9193-73-2

 

Rempah-rempah, khususnya pala yang berguna untuk melawan wabah penyakit sampar di Eropa membuat berbagai pihak memburunya. Bangsa Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris berlomba-lomba untuk bisa mendatangi tempat asal rempah-rempah tersebut, yaitu Nusantara. Diawali dengan keberhasilan Kapten Garcia dari Portugis yang sampai ke Kepulauan Banda pada tahun 1511, berbagai kapal negara-negara Eropa menyusul kemudian. Sulitnya pelayaran ke Kepulauan Banda karena arusnya yang kuat dan banyaknya karang yang tajam serta penduduk lokal yang tidak bersahabat membuat Portugis memilih menunggu rempah-rempah di Malaka daripada harus mencarinya langsung ke kepulauan Banda.

Pelayaran ke arah timur untuk mencari rempah bukanlah satu-satunya alternatif. Setidaknya dalam teori. Perjalanan melalui jalur barat dianggap lebih cepat. Demikian pula melalui jalur utara. Setelah Columbus yang hanya berhasil mencapai Benua Amerika tahun 1492, perjalanan melalui jalur barat untuk mencapai pulau rempah berhasil dilakukan oleh Magellan, seorang Portugis yang menakhodai kapal Spanyol pada tahun 1518.

Alih-alih menggunakan jalur timur yang sudah lebih dahulu dipakai oleh Bangsa Portugis atau jalur barat yang sudah dipakai oleh Bangsa Spanyol, Inggris mencoba mencapai pulau rempah melalui jalur utara. Mereka berteori, setelah melalui kutup utara, mereka akan menemukan laut luas menuju ke timur dan sampai ke pulau rempah. Perjalanan ini secara teori lebih pendek jaraknya dan tidak perlu menghadapi musuh-musuh di perjalanan. Tiga kapal Inggris dikirim ke kepulauan rempah pada tanggal 23 Juni 1553. Kapal Edward Bonaventure yang dinakhodai Richard Chancelor, Bona Esperansa yang dinakhodai Sir Hugh Willoughby dan kapal Confidentia berlayar menuju utara. Sayangnya ekspedisi ini berakhir dengan tragis. Kapal Bona Esperansa dan Confidentia terjebak es yang membekukan dan membunuh semua awak, dan Edward Bonaventure hanya bisa mencapai Moskow. Inggirs baru berhasil mengirim ekspedisi ke pulau rempah pada tahun 1577 saat kapal yang dinakhodai Francis Drake mencapai Ternate melalui jalur barat. Pelayaran Drake yang diwarnai dengan perompakan kepada kapal-kapal Spanyol ini membuat kekuatan armada laut Inggris mulai diperhitungkan. Selain Drake, Inggris juga mengirim kapal yang dinakhodai oleh Thomas Cavendish yang juga berhasil sampai ke Maluku.

Berbeda dari Inggris yang kurang cermat dalam merencanakan pelayaran, Belanda –sebuah kekuatan baru dalam mencari rempah, lebih cermat dalam mempersiapkan ekspedisinya. Belanda menggunakan peta-peta dan pengalaman orang yang pernah berlayar ke Nusantara. Peta yang dikumpulkan oleh Petrus Plancius dan catatan perjalanan Jan Huyghen van Linschoten dijadikan dasar dalam merencanakan ekspedisi yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Pelayaran de Houtman yang berhasil mencapai Nusantara ini membuat Belanda menjadi pelaku baru dalam ekspedisi rempah.

Perjalanan ekspedisi Inggris selanjutnya dipimpin oleh Lancaster dengan kapal utama bernama Red Dragon. Perjalanan ini berhasil membawa rempah-rempah ke Inggris. Sejak keberhasilan Lancaster, Inggris mengirim armada ke Nusantara beberapa kali, diantaranya armada yang dipimpin oleh Henry Middleton, William Kelling dan Courthope.

Selain berupaya membangun perdagangan lansung ke Banten dan Banda, Inggris juga berupaya membangun jaringan perdagangan dengan India. Hawkins dikirim ke India untuk membangun perdagangan kain wol yang kurang disukai oleh orang di Nusantara yang lebih suka memakai kain katun. Sementara katun bisa dengan mudah didapat di India, dan India suka dengan wol. Upaya membangun jaringan ini tidak mudah.

Di saat perjalanan ke pulau rempah-rempah melalui jalur timur mulai lancar, upaya untuk menggunakan jalur utara terus diupayakan. Kali ini Belanda menggunakan nakhoda asal Inggris bernama Hudson untuk mencoba jalur utara. Alih-alih melayari jalur utara ke timur, Hudson malah mengarahkan Half Moon kapalnya ke utara barat. Hudson sampai ke sebuah pulau yang bernama Manhattan pada tahun 1609. Belanda secara diam-diam terus mengirim pemukim ke pulau yang seharusnya menjadi hak Inggris ini. Belanda menamai pulau ini New Amsterdam.

Nathaniel Courthope adalah salah seorang armada Trades Increase yang dipimpin oleh Henry Middleton. Pelayaran armada Middleton tidaklah lancar. Setelah ditahan oleh penguasa di semenanjung Arab, mereka akhirnya sampai di Banten dalam kondisi semua awaknya sakit parah. Courthope termasuk yang sakit dan ditinggal di Banten. Setelah pulih dan diserahi untuk mengelola perdagangan intan di Sukadana, Kalimantan, Courthope diminta untuk berangkat ke Banda pada tahun 1616.

Kekuasaan Belanda di Kepulauan Banda semakin besar, meski sebenarnya penduduk setempat membenci mereka. Kedatangan Courthope ke Banda dari Banten disambut penduduk pulau Ai dan Run dengan penuh semangat. Penduduk setempat menyerahkan kekuasaan kedua pulau ini kepada Inggris. Namun sayang, Courthope tidak memiliki cukup kekuatan untuk mempertahankan pulau Run dari blockade Belanda. Courthope secara gagah berani mempertahankan pulau Run selama 4 tahun, sebelum akhirnya terbunuh oleh tentara Belanda.

Serangan besar-besaran Belanda ke Kepulauan Banda yang dipimpin Jan Pieterszoon Coen membuat seluruh kepulauan tersebut jatuh ke tangan Belanda. Belanda kemudian melakukan pembersihan orang-orang kaya di Kepulauan Belanda. Mereka disiksa dan dibunuh secara keji. Hutan pala yang ada di Pulau Run dibabat dan tanaman pala dipindahkan ke pulau Neira yang menjadi milik Belanda.

Saat Inggris dan Belanda mencapai kesepakatan bahwa pulau Run dikembalikan kepada Inggris, Inggris tidak mendapatkan apapun di Run. Sebab pulau itu sudah menjadi pulau gersang tanpa sebatang pohon palapun yang masih berdiri. Belandapun juga tidak berniat menyerahkan kembali pulau tersebut kepada Inggris.

Setelah melalui perundingan yang berlarut-larut dan memakan banyak korban dari Inggris dan Belanda, akhirnya pada tanggal 18 April 1667, melalui perjanjian Brenda, Inggris dan Belanda sepakat untuk “bertukar kekuasaan” di Manhattan dan Run. Inggris menguasai pulau Manhattan dan Run diperintah oleh Belanda.

Kepulauan Banda dan khususnya Pulau Run tak lagi menjadi satu-satunya tempat pala dan cengkeh. Sebab, pada tahun 1817, saat Inggris sekali lagi merebut wilayah ini, mereka menghancurkan perkebunan pala. Inggris membawa bibit pala ke Sri Lanka, Bengkulu, Penang dan Singapura. Meski perkebunan pala kembali berhasil dibangun oleh Belanda, namun produksinya tak bisa menandingi pusat-pusat produksi baru yang dibangun oleh Inggris tersebut.

 

Gilles Milton adalah seorang pencerita yang luar biasa sekaligus tekun dalam menggali fakta. Di tangan Milton sejarah yang sering disajikan secara membosankan menjadi sebuah sajian yang nikmat. Dengan mempelajari jurnal-jurnal para pelaut yang melayari perjalanan ke pulau rempah, Milton menghidupkan ceritanya. Kisah tentang armada Drake yang disergap oleh masyarakat lokal di Patagonia dikisahkan, seakan-akan kita berada di dalam armada tersebut. “Drake secepatnya mengambil senapan kuno, menembakkannya kepada seorang warga lokal, dan merobek perut dan ususnya dengan kesakitan yang hebat, seperti terdengar dalam jeritannya, yang begitu mengerikan dan menyeramkan seolah-olah sepuluh banteng bergabung bersama dalam jeritan itu (hal 41).” Sepanjang hampir 500 halaman buku ini kita disuguhi oleh cerita hidup dari setiap peristiwa. Milton juga menemukan - dari hasil ketekunannya, bahwa drama Machbeth karangan Shakerpeare diilhami oleh jurnal perjalanan Fitch ke timur untuk mengumpulkan informasi tentang pelayaran ke tanah rempah. Kalimat “Pergilah suamiku ke Aleppo, nahkoda Tiger,” diambil dari catatan Fitch (hal 52).

Persoalan utama dari buku ini justru terletak pada judulnya. Milton memberi judul “Nathaniel’s Nutmeg” saat pertama terbit dalam bahasa Inggris pada tahun 1999. Milton bermaksud untuk mengangkat keperkasaan dan kepahlawanan Nathaniel Courthope yang secara gagah berani mempertahankan pulau Run dari serangan Belanda. Namun judul ini dikritik oleh banyak pihak karena kisah Courthope sebenarnya hanya mendapat porsi yang sangat sedikit dalam buku ini, yaitu pada bagian akhir saja. Sedangkan versi Bahasa Indonesia diberi judul “Pulau Run: Magnet Rempah-rempah Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan.” Judul ini dimaksudkan untuk menarik pembaca Indonesia. Namun judul dalam Bahasa Indonesia inipun tidak secara tepat menggambarkan isi buku Milton. Kisah pertukaran Run dengan Manhattan bahkan dibahas jauh lebih pendek daripada kisah kepahlawanan Courthope. Judul yang lebih tepat mungkin “Upaya Inggris Menjangkau Pulau Rempah” atau sejenisnya. Sebab buku ini memang menggambarkan betapa gigihnya upaya Inggris dalam mencari rempah ke Nusantara, bahkan sampai membiayai ekspedisi yang penuh spekulasi melalui jalur utara yang tak pernah berhasil.

Namun judul buku bukan sekedar untuk menggambarkan isinya. Selain bertujuan untuk menggambarkan isi buku tentu saja juga bermaksud untuk menarik para pembaca. Jadi sah-sah saja judul “Pulau Run” disajikan untuk pembaca Indonesia. Selebihnya buku ini benar-benar enak untuk dibaca berkali-kali tanpa menimbulkan kebosanan.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB