x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Buatlah Orang Nyaman Bekerja

Jangan mencari orang yang luar biasa, tapi bangunlah lingkungan kerja di mana orang biasa mampu melakukan hal-hal yang luar biasa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Tatkala ditanya tentang apa yang ingin ia capai ketika mendirikan SAS, perusahaan pembuat peranti lunak berbasis di North Carolina, AS, Jim Goodnight menyebut dua hal. Pertama, membuat peranti lunak yang dibutuhkan konsumen. Kedua, menciptakan lingkungan yang membuat karyawannya menikmati pekerjaan mereka. “Saya ingin suatu tempat di mana berbagai gangguan hidup tidak menerobos masuk sehingga jus kreatif kami dapat mengalir lancar,” tuturnya.

Goodnight tidak ingin menciptakan lingkungan kerja yang membuat karyawan merasa selalu ada orang yang mengawasi dari balik punggungnya. Apa yang dilakukan Goodman? “Kami memperlakukan orang yang bergabung seperti kami sendiri ingin diperlakukan,” ujarnya. Gagasannya: orang mampu bekerja lebih baik bila mereka diperlakukan secara jujur dan adil.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

SAS adalah salah satu perusahaan pembuat terobosan yang dipelajari Keith McFarland, penulis buku Breaktrough Companies. Dari studinya, McFarland mendapati beberapa temuan yang mengejutkan. Meski sangat memperhatikan keputusan perekrutan, menurut McFarland, perusahaan pembuat terobosan juga berfokus pada pembuatan sistem yang membantu orang untuk tumbuh bersama bisnis mereka. “Jangan mencari orang yang luar biasa, tapi bangunlah tempat di mana orang biasa mampu melakukan hal-hal yang luar biasa,” kata McFarland.

Sebagai habitat tempat pekerja, manajer, dan eksekutif hidup, organisasi harus diarahkan agar mampu berinovasi secara berkelanjutan. Lagi-lagi pemimpin dituntut untuk mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kreativitas dan inovasi. Memahami perasaan karyawan di tempat kerja, kata McFarland, merupakan pendorong keberhasilan yang penting. Ini bukan semata urusan departemen SDM, melainkan tanggung jawab semua manajer.

Spirit inovatif dapat dipacu apabila pemimpin perusahaan mengundang setiap orang di setiap jenjang organisasi untuk berpartisipasi dalam mencari solusi-solusi dan menciptakan proses-proses baru dalam organisasi. Pemimpin harus membuang mitos bahwa satu-satunya sumber gagasan inovatif adalah dirinya. Pemimpin disarankan untuk memanfaatkan kecerdasan dan kreativitas yang ada di seluruh organisasi.

Pandangan ini diperkuat oleh hasil survei IBM Global CEO Survey yang menelurkan sejumlah rekomendasi terkait upaya pengembangan semangat kreatif dalam organisasi. Rekomendasi pertama, tariklah unsur-unsur kreatif organisasi dari kompartemen dan integrasikan mereka ke dalam mainstream dan pertukarkanlah pengetahuan secara proaktif. Rekomendasi kedua, perkuat pemikiran terobosan dengan mendorong eksperimentasi pada semua jenjang bisnis. Rekomendasi ketiga, buanglah kebiasaan menunggu kejelasan dan kestabilan. Sebaliknya, para pemimpin perusahaan harus berani mengambil risiko yang terkakulasi. Bagian penting dari studi ini ialah bagaimana menemukan cara-cara kreatif untuk mengubah kompleksitas keadaan menjadi keunggulan.

Dengan mengundang sebanyak mungkin orang untuk tenggelam dalam spirit kreatif berarti pemimpin telah berhasil menghalau mitos ‘inventor penyendiri’. Kenyataannya, kita tidak bisa lagi mengandalkan ide terobosan dari seorang jenius tunggal, melainkan harus mengandalkan invensi yang berasal dari banyak kontribusi. Sebutlah misalnya InnoCentive, Mozilla, dan Wikipedia.

Model kepemimpinan komando tidak lagi tepat untuk mengantisipasi perubahan, sebab bawahan cenderung menunggu perintah pemimpin, baru bergerak. Bila karyawan terlibat dalam menggali gagasan, tidak diperlukan perintah agar suatu pekerjaan berjalan. Pemimpin dapat memberi stimulan dan memberi kebebasan kepada anggota untuk berpikir tentang hal-hal baru. Namun motivasi yang benar harus muncul dari kesadaran. Motivasi semacam ini, menurut Stanley Atmadja, CEO Adira Finance, memiliki efek yang lebih lestari ketimbang motivasi yang mengandalkan rangsangan eksternal.

Cara pemimpin memandang kesalahan karyawan juga memengaruhi lingkungan kerja. Bahkan, kata Mark Addicks, eksekutif General Mills, “Cara seorang pemimpin mengajukan pertanyaan pun dapat menggerakkan tim secara sangat positif.” Intinya, sebagai pemimpin bersikaplah apresiatif terhadap pekerjaan anak buah, di samping mengajukan tantangan dan menginspirasi mereka agar kerja kreatif terus berjalan.

Di Toyota, sebagai contoh, karyawan dibuat tidak takut karena telah berbuat salah, sebab dari kesalahan dapat dipetik pelajaran untuk perbaikan. Dalam bukunya yang terkenal, The Toyota Culture, Jeffrey Liker menceritakan pengalaman seorang warga Amerika yang bekerja di pabrik Toyota di Jepang. Ia sempat panik ketika berbuat salah. Alih-alih dimarahi habis oleh atasannya, ia malah memperoleh aplaus dari rekan-rekan satu timnya. Ia dianggap telah ‘menemukan’ kekurangan dalam proses produksi, sehingga manajemen memikirkan cara mengatasi kekurangan itu. Cara memperlakukan karyawan seperti inilah yang memungkinkan prinsip kaizen, atau ‘perbaikan terus-menerus’, dapat diterapkan di lingkungan Toyota. (foto: tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB