Benahi Data Sejak dari Sumbernya
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBMembenahi kualitas data yang buruk dapat memakan waktu dan biaya yang besar.
Data berpotensi mendongkrak kinerja organisasi apapun, tapi juga berpeluang menimbulkan kerumitan dan kehebohan. Presiden Joko Widodo pernah mengeluh soal ini dan mengingatkan kementerian agar berhenti mengadakan ‘proyek pengumpulan data’. Ia ingin, semua data mengacu kepada data yang disiapkan oleh Badan Pusat Statistik.
Kerumitan itu muncul sebab data mengenai isu yang sama, kemiskinan atau hasil panen, umpamanya, instasi yang berbeda menyodorkan data yang berbeda pula. Jelas, ini menyulitkan pengambilan keputusan. Jangankan di tingkat nasional, di jenjang perusahaan berskala kecil pun perbedaan data yang menjadi acuan akan menyulitkan pengambil keputusan.
Dalam menjalankan bisnis, roda pemerintahan, maupun organisasi lain, semua orang niscaya berpaling kepada data sebagai acuan untuk mengambil keputusan. Data diproduksi setiap waktu, di berbagai tempat, di berbagai bagian atau departemen. Orang penjualan punya data, orang pemasaran juga begitu, belum lagi orang keuangan. Masalah muncul ketika data yang sampai ke meja direksi berbeda-beda untuk isu yang sama: “Mau pakai data yang mana?”
Lazimnya, orang-orang dari berbagai departemen organisasi sudah punya acuan mengenai kualitas data. Mereka sepakat bahwa data mestilah akurat, lengkap, statusnya selalu diperbarui, relevan, disajikan agar mudah dipahami, dapat diakses secara cepat dan aman. Kualitas data ini dapat dilihat melalui kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan tertentu. Misalnya saja, rapat yang hendak memutuskan volume produksi bulan depan terganggu oleh belum masuknya data terbaru penjualan produk. Pembaruan datanya terlambat.
Dalam praktik, sering pula kesalahan data baru diketahui ketika para pengambil keputusan memerlukannya. Repotnya lagi, data sudah menggunung dan mungkin sudah sempat diolah. Di ruang rapat itu, mereka yang hadir baru mengetahui bahwa ada data yang tertinggal. Dampaknya, pengambilan keputusan tertunda karena data yang diperlukan krusial dan tak bisa diabaikan.
Memperbaiki data yang salah atau memasukkan data yang tertinggal tidak selalu mudah, memakan waktu, dan mungkin saja biayanya relatif mahal—ada pengeluaran ekstra untuk perbaikan. Tentu saja, semua masalah ini—apakah itu akurasi, ketidaklengkapan, terlambat diperbarui, masuknya data yang tidak relevan—mesti dibereskan. Kualitas data yang rendah dapat berakibat buruk terhadap pengambilan keputusan.
Agar segala kerepotan di jenjang tinggi ini tidak berulang, perbaikan proses perlu dilakukan sejak dari hulu—bagaimana data itu diperoleh, dikumpulkan, disimpan, dikelola, maupun diolah di tiap-tiap jenjang terbawah organisasi. Di masing-masing bagian, perlu ada orang yang proaktif memeriksa dan memastikan bahwa data yang menjadi tanggung jawab bagiannya sudah beres sebelum dibawa ke jenjang yang lebih tinggi.
Bila ketidakakuratan data, misalnya, betul-betul perlu ditangani, boleh jadi isu kualitas data perlu menjadi agenda organisasi yang mendesak dibenahi. Penanganannya bukan lagi secara parsial, melainkan menjadi komitmen organisasi. Tiap-tiap bagian, hingga jenjang terbawah termasuk yang berada di garis depan, mesti menyadari urgensinya.
Di tengah membanjirnya data, data manager maupun data scientist memang berperan penting untuk membenahi kualitas data. Namun, ketika kualitas data diangkat sebagai agenda mendesak perusahaan, pembenahan harus menjadi tanggung jawab semua—orang-orang yang menjual produk/jasa, melayanani konsumen, yang bekerja di keuangan, perencanaan; pendeknya semua lini.
Ketika kualitas data menjadi perhatian bersama dan bertransformasi menjadi data yang dapat diandalkan, pengambilan keputusan berpeluang menjadi jauh lebih baik. (sumber ilustrasi: lynchinteractive.com) **
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Pemimpin Ghosting, Jadi Teringat Lagunya Dewa
Rabu, 4 September 2024 11:28 WIBAda Konflik Kepentingan di Klab Para Presiden
Kamis, 9 Mei 2024 12:38 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler