x

Ribuan warga Jakarta menunaikan ibadah shalat gerhana matahari atau sholat Kusufi Syamsi di Masjid Istiqlal, Jakarta, 9 Maret 2016. Jakarta hanya mendapat 80-an persen total dari gerhana. TEMPO/Subekti

Iklan

Solihin Agyl

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sholat: Tuhan dan Presiden, Apa Bedanya?

Menghayati sholat

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sholat: Tuhan dan Presiden, Apa Bedanya?

Oleh: Solihin Agyl

 

 

Pagi merambat mendekati siang. Sepucuk surat terselip di bawah pintu depan rumah anda. Sejenak anda terkejut melihat gambar burung Garuda di sampul depan amplop surat berwarna putih itu. Nama anda terpampang menjadi tujuan utama surat resmi itu. Penasaran, anda segera membukanya.          

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Melihat ke dalam surat, anda semakin terkesima: Kop surat resmi kepresidenan bertengger di bibir kertas bagian atas. Di bawahnya, tertulis perihal undangan dan tanda tangan resmi sang presiden serta stempel protokoler kepresiden yang masih basah berada di ujung surat, di kanan bawah. Anda kaget tak kepalang, tak percaya tapi bangga.

Di bawah surat tertulis: “Catatan: Dua hari setelah surat ini diterima, Anda akan dihubungi via telpon.” anda semakin tak percaya dengan apa yang sedang terjadi.

Dan benar, dua hari berselang, protokoler kepresiden menghubungi anda untuk memastikan surat undangan itu sudah sampai ke tangan yang tepat. Telpon berhenti sejenak. Lalu, di ujung telpon sang presiden angkat bicara: Berkenalan, menanyakan kabar, bercengkerama akrab lalu memberitahu mengapa anda diundang dengan jadwal dan waktu pertemuan di istana negara.

Setelah telpon ditutup, hati anda semakin berbunga-bunga. Perasaan bangga dan terharu bercampur dan terus menjalar ke sekujur tubuh begitu luar biasa. Pagi itu sampai malam, dan bahkan sampai pagi lagi di hari berikutnya, anda tidak bisa tidur dan tidak pernah berhenti berpikir: baju apa yang akan anda kenakan saat menghadap sang presiden. Pastinya, anda akan mengenakan baju yang terbaik yang anda punya. Bahkan, bila anda tidak memilikinya, anda pasti akan membeli baju baru dan yang paling bagus menurut anda. Bagi anda, bertemu dan menghadap presiden yang terhormat haruslah berpenampilan sempurna.

Belum lagi urusan transportasi, hal ini juga tak luput dari pikiran anda: Berangkat dengan kendaraan pribadi kah?, Bis antar kota kah?, kereta api kah? Atau bahkan pesawat terbang? Anda sangat memperhitungkan hal ini karena anda berpikir bahwa pertemuan dengan seorang presiden adalah kejadian yang luar biasa.

Di sepanjang perjalanan pun hati anda semakin bergejolak sambil membayangkan: Apa yang akan anda sampaikan pada presiden, pertanyaan apa saja yang mungkin diajukannya pada diri anda. Bahkan, kalau mungkin diperkenankan, apa yang boleh anda minta pada pemimpin negara itu.

Bukan tidak mungkin anda akan datang ke tempat tujuan—sebelum ke istana presiden—sehari sebelum perjumpaan itu, karena anda tak ingin tampak kelelahan dan kusam saat berjumpa dan berdialog dengannya karena baru saja menempuh perjalanan jauh. Di hadapan sang presiden, anda ingin terlihat segar bugar, penuh senyum dan sempurna.

Coba bayangkan kondisi dan suasana bathin anda seperti kejadian di atas ketika anda (hendak) sholat. Sejatinya, sejak adzan dikumandangkan, Allah swt mengundang kita untuk menghadapNya, bertemu, berdialog, bercengkerama untuk mendengar keluh kesah kita.

Sholat—sebagai proses komunikasi antara seorang hamba dan Sang Khalik—mestinya memiliki efek psikologis yang jauh lebih luar biasa pada setiap pribadi bila dilakukan dengan sungguh-sungguh (khusyu’). Bukankah bila berdialog akrab dengan presiden, pasti akan muncul keyakinan pada seseorang bahwa semua keluh kesahnya pasti didengarkan, diperhatikan dan bahkan sangat mungkin dipermudahkan semua urusannya? Apa tah lagi berdialog dan berkeluh kesah pada Tuhan; sang Maha Pencipta, Maha Mendengar dan Maha menyelesaikan semua masalah kehidupan.

Masih ingat Muhammad Kusrin, pria Karanganyar Jawa Tengah perakit televisi yang sempat berurusan dengan hukum itu? Betapa beruntungnya dia, setelah diundang dan bertemu presiden Jokowi, hasil karyanya, akhirnya, didukung untuk di-hak-patenkan. Dengan begitu, ia bisa dengan bebas berkarya, ia bebas menjalankan dan mengembangkan usaha perakitan televisi-nya itu. Padahal sebelumnya, bisnisnya itu dianggap melanggar undang-undang.

Itu contoh komunikasi antar manusia—antara seorang rakyat dengan presiden-nya—yang kadang orang ketiga ikut mencampuri. Dalam konteks kasus Kusrin di atas, pihak berwajib adalah pihak ketiga itu. Tapi, dalam sholat; hanya diri kita pribadi yang berhadapan langsung dengan Tuhan.

Menurut hadits Qudsi dan beberapa hadits lain, Allah swt sebenarnya merespon setiap bacaan (Dialog) yang kita baca dalam sholat. Dalam contoh yang digambarkan melalui hadits yang diriwiyatkan oleh Muslim dan At-Tirmidzi dijelaskan bagaimana Allah swt membalas dialog kita saat pembacaan surah Al-Fatihah. Misalnya, saat kita mengucapkan: “Alhamdulillaahi Robbil ‘Alamin”, Allah menjawab: “HambaKu telah memujiKu”. Ketika kita mengucapkan:” Arrahmaanir Rahim”, 

Allah swt menjawab: “HambaKu telah mengagungkanKu.”Ketika kita mengucapkan: “Maaliki Yaumiddin”, Allah swt menjawab: “HambaKu memujaku.” Ketika kita mengucapkan: “Iyyaaka Na’budu Wa Iyyaaka Nasta’iin”

Allah swt menjawab: ”Inilah perjanjian antara Aku dan hambaKu.” Dan, ketika kita mengucapkan: “Ihdinasshirathal Mustqiim…Ghairil Maghduubi ‘Alaihim Waladdhaalin”  Allah swt menjawab: “Inilah perjanjian antara Aku dan hambaKu. Akan kupenuhi yang ia minta”. (HR Muslim dan At-Tirmidzi). Bahkan, pada saat kita membaca “Aamiin” pada saat yang sama para malaikat pun mengucapkan bacaan yang sama. Dengan begitu, kita mendapat jaminan ampunan dosa dari Allah swt. (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

Bila sholat—beserta seluruh prosesnya—diibaratkan sebagai sebuah perjalanan menuju perjumpaan dengan Sang Maha Pencipta maka keutamaan dan kesempurnaan dalam menjalankannya (mestinya) menjadi tujuan utama.          

Tentang sholat, ustadz Bahtiar Nasir—salah seorang guru penghafal Al-Qur’an di Indonesia—tegas mengatakan bahwa sehebat-hebatnya dzikir (proses mengingat Tuhan) adalah sholat. Sehebat-hebat bacaan dzikir ada di dalam sholat. Dan, sehebat-hebat mengingat Allah swt adalah bila justru Sang Pemilik hidup itu yang mengingat kita.          

Maka, demi keutamaan dan kesempurnaan sholat itu, kita harus mempersiapkan dulu “infrastruktur”nya dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, segala hal yang berkaitan dengan “pra-sholat”, “saat sholat” dan “pasca-sholat” harus dipikirkan dan dipersiapkan dengan baik pula.          

Sholat—sebagaimana semua kegiatan penting dalam hidup ini—memiliki substansi filosofis dan tekhnis pelaksanaan yang masing-masing bisa dilihat melalui “pra-sholat”, “saat sholat” dan “pasca-sholat” itu.          

Dalam pelaksanaannya, kegiatan sebelum sholat bisa berupa:  mengatur waktu dengan alarm 15 menit sebelum tiba waktu sholat, mandi dan / atau wudhu, berdoa setelah berwudhu, memakai baju lengan panjang (Kita pasti memilih baju berlengan panjang dibanding yang berlengan pendek ketika berhadapan dengan presiden, bukan?) yang bersih dan suci, sholat berjamaah / mengajak semua anggota keluarga sholat berjamaah, dan lain sebagainya.

Namun demikian, terkait pengaturan alarm 15 menit, bila rasa kantuk mendera menjelang atau bahkan pas waktu sholat tiba, sebaiknya kita mengatur alarm untuk 30 menit ke depan lalu tidur. Hal ini sesuai dengan nasehat Rasulullah SAW bahwa sebaiknya kita tidur sebentar sebelum sholat sampai kita benar-benar mengetahui (sadar) dengan apa yang akan dilakukan dan baca dalam sholat. (HR. Bukhari).           

Sementara secara filosofis, mengatur alarm 15 menit sebelum sholat berarti kita telah mempersiapkan mental sejak dini untuk pertemuan dengan sang Khalik. Perjumpaan dengan Tuhan adalah majlis yang tak ada tandingannya di seluruh alam ini. Tak ada pertemuan yang lebih penting dari pada bersilaturrahmi, bercengkerama dan berkeluh kesah pada Allah swt, Tuhan sang Pencipta dan Penguasa seluruh alam ini.          

Maka, mandi dan berwudhu sebelum sholat akan menyempurnakan niat bersilaturrahmi itu. Dengan membersihkan badan (mandi) dan berwudhu (sembari menutup aurat), lalu berdo’a dengan khusyu’ dan penuh kerendahan hati berarti kita telah mempersiapkan diri untuk pertemuan itu dalam kondisi fisik dan jiwa yang bersih serta suci untuk menghadap Dzat yang Maha Suci. Intinya, pikiran dan perasaan kita semua tertuju pada proses komunikasi ritual dengan Allah swt, pada kegiatan berikutnya.          

Ketika sholat didirikan, dan bacaan sholat membasahi bibir maka semua detilnya harus dilakukan secara khusyu, fokus dan dipahami maknanya. Dan, pada saat yang sama hal ini harus diikuti oleh aktifitas hati (turut membaca dalam hati). Tentang hal ini, Dr. Bilal Philips memberikan pengibaratan: adalah tidak sopan bila saat berbicara dengan seseorang Sholat berjamaah kita sama sekali tidak memperhatikannya (lawan bicara). Itu sama halnya bila kita membiarkan pikiran dan perasaan kita liar berkeliaran tanpa sedikit pun memusatkan perhatian saat “berdialog” dengan Allah swt.

Selain itu, pemusatan pikiran dalam sholat sangat efektif untuk melatih kontrol diri (mengalahkan diri sendiri). Dengan kata lain, bacaan yang dijalankan secara khusyu’ dengan melibatkan hati akan sangat berpengaruh pula pada disiplin diri.

Menurut beberapa catatan, ada beberapa cara untuk melaksanakan sholat secara khusyu’. Pertama, kita harus mampu memvisualisasikan secara kuat dan mendalam perjumpaan dan komunikasi dengan Allah swt. Ini adalah majelis yang paling mulia di seluruh jagad raya. Bahkan kalau perlu, kita harus mampu memvisualisasikan dalam pikiran setiap kata dan kalimat sesuai cerita yang dipahami.

Kedua, harus dimantapkan dalam hati bahwa kita sangat membutuhkan pertolongan Allah swt untuk setiap permasalahan kita dalam menjalani hidup ini. Ketiga, kita harus memahami setiap bacaan sholat yang kita ucapkan.

Ketiga, dalam sholat kita harus selalu melibatkan hati: saat mulut membaca, hati juga ikut membaca. Keempat, tuma’ninah yang artinya secara alami semua gerakan sholat kita lakukan dengan pelan, tidak terburu-burudan dengan bacaan yang diucapkan secara perlahan juga.

Oleh karena itu, sholat sebagai tujuan utama dalam hidup, memang harus diposisikan sebagai kegiatan yang paling utama dan paling penting. Kegiatan lain yang tidak ada hubungannya dengan sholat boleh dinomor-duakan bahkan dikesampingkan. Kata AA Gym: “Agar hidup kita hanya Allah yang urus maka sholat kita harus bagus.” 

Mari utamakan dan istimewakan sholat dengan mengupayakan yang terbaik untuk perjumpaan dengan Allah swt, misalnya: mandi sebelum sholat adalah lebih baik, berwudhu dengan menutup aurat juga lebih baik dari pada membiarkan tak sehelai kain pun menempel di badan, memakai baju lebih baik dari pada memakai kaos, baju berlengan panjang lebih baik dikenakan dari pada yang baju berlengan pendek, sholat berjamaah lebih baik dari pada sholat sendirian, dsb.

Untuk perjumpaan dengan presiden saja kita sudah “kalang kabut” mempersiapkan segala hal dengan sempurna, masa “berjumpa” dengan Tuhan yang Maha segala-galanya kita tidak mempersiapkannya sebaik mungkin?

Semoga kita selalu diberi kekuatan agar bisa melaksanakan sholat dengan sebaik-baiknya. Amien Ya Rabb.

 

 

Ikuti tulisan menarik Solihin Agyl lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB