Keruhnya air Sungai Batang Kuranji tidak menyurutkan niat ratusan warga untuk datang ke sungai yang terletak di kawasan Bypass, Kota Padang, Sumatera Barat, tersebut. Kemarin, mereka berbondong-bondong menggelar tradisi mandi balimau untuk menyambut kedatangan Ramadan 1437 Hijriah.
Kegembiraan terlihat dari raut wajah mereka. Sorak-sorai warga merayakan datangnya Ramadan terdengar riuh. Asmandi, 53 tahun, mengaku sengaja membawa anaknya ke Sungai Batang Kuranji untuk mandi balimau. Setiap tahun, ia menjalankan tradisi ini menjelang Ramadan. Baginya, mandi balimau bertujuan menyucikan diri sebelum memulai puasa.
Asmandi membawa sejumlah peralatan mandi ke sungai itu, lengkap dengan ramuan limau atau jeruk yang dicampur dengan berbagai jenis bunga. Ramuan tersebut lalu disiramkan ke tubuh saat mandi. "Ramuan ini hanya untuk pengharum," ujarnya.
Nur Syamsi, 45 tahun, yang tiba di Sungai Batang Kuranji sekitar pukul 16.00 WIB bersama istri dan dua anaknya, mengatakan tradisi balimau ini sebenarnya hanya ungkapan kegembiraan warga dalam menyambut bulan puasa. Setelah mandi di sungai, ia mengatakan akan melanjutkan balimau di rumahnya.
Mandi balimau merupakan tradisi menyambut Ramadan di Sumatera Barat. Mandi menggunakan ramuan daun limau atau jeruk yang dicampur dengan pelbagai jenis kembang seperti mawar ini biasanya dilakukan warga di tempat-tempat wisata atau sungai.
Pakar sejarah kebudayaan Islam di Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol Padang, Irhash A. Shamad, mengatakan telah terjadi pergeseran dalam memaknai mandi balimau, sehingga kini tradisi tersebut tidak lagi sesuai dengan adat dan agama Islam.
Irhash mengatakan tradisi mandi balimau muncul dari ajaran Islam yang menganjurkan agar umatnya membersihkan jiwa dan raga dalam menyambut Ramadan. "Membersihkan fisik dengan mandi lahir dan batin serta meminta maaf kepada sesama," ujarnya, kepada Tempo, kemarin.
Irshah menambahkan, pada dasarnya, membersihkan fisik cukup dilakukan dengan mandi di rumah. Namun kebanyakan orang-orang terbiasa mandi di sungai. Sebagian dari mereka menggunakan irisan limau dan berbagai jenis bunga, seperti bunga rampai.
"Bunga rampai dan limau itu hanya untuk pengharum saja," ujar Irhash.
Namun, saat ini, kata dia, tradisi mandi balimau malah mengotori lahir dan batin karena warga justru melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat Islam dan adat. Ia mencontohkan, ada anak-anak muda yang memanfaatkan tradisi ini untuk mandi bersama pasangannya di sungai.
"Akhirnya balimau tak ada hubungannya lagi dengan menyambut puasa," ujarnya.
Masyarakat Bangkalan, Jawa Timur, juga mempunyai tradisi sendiri menjelang puasa, yang bernama arokat kuburan atau bersih-bersih pemakaman. Peserta kegiatan ini biasanya warga yang tinggal di sekitar kompleks pemakaman.
Hal itu dilakukan warga Desa Parseh, Kecamatan Socah, Jumat pekan lalu. Mereka mendatangi tempat pemakaman sembari membawa cangkul dan arit. Semula, warga membersihkan rumput di makam keluarganya masing-masing. Setelah itu, bersih-bersih dilanjutkan ke seluruh kompleks pemakanan.
Kemudian, warga membawa tumpeng dan lauk-pauknya ke tempat lapang di dekat makam. Warga juga mengundang ustad untuk memimpin pembacaan tahlil bersama-sama di pemakaman. Tradisi menyambut Ramadan juga dilakukan di Aceh, dengan nama tradisi meugang. Inti tradisi ini adalah memasak daging sapi satu atau dua hari menjelang Ramadan.
Tulisan ini sudah terbit di edisi Ramadan Koran Tempo pada 6 Juni 2016
Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.