x

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Oasis Ramadan bagi Kaum Duafa

Kalau dulu ada 25 anggota jemaah dan pengurus Vihara Bodhimandala yang meladeni kaum duafa yang mayoritas pemulung tersebut, kini tinggal 15 orang saja.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Waktu berbuka puasa sudah mendekat. Fuadi bersama istri dan seorang putrinya antre di Vihara Bodhimandala Sanggar Suci (Mahayana), Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pemulung dari Pandaan itu berbaur dengan sekitar 100 orang lainnya untuk mendapatkan sepiring nasi dengan lauk ayam kecap, bihun goreng, ditambah teh manis, dan enam potong kue bolu.

"Saya lebih suka rawon, tapi apa pun menunya di sini pasti enak dan gratis," kata Fuadi, Senin lalu.

Kalau dulu ada 25 anggota jemaah dan pengurus Vihara Bodhimandala yang meladeni kaum duafa yang mayoritas pemulung tersebut, kini tinggal 15 orang saja. Mereka seluruhnya berasal dari Paguyuban Metta di Lawang. Pengurangan jumlah petugas itu berkaitan dengan berkurangnya jumlah pengantre. Kalau dulu, depot Ramadan di vihara ini bisa kedatangan hingga 600 orang pengunjung per hari.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Amelia Wati, 68 tahun, depot Ramadan Vihara Bodhimandala berlokasi di tempat parkir mobil yang menyatu dengan rumah milik seorang anggota jemaah vihara dan anggota Paguyuban Metta. Depot Ramadan ini mulai dibuka pukul empat sore.

Tak lama kemudian, datanglah Banthe Winantea Listiahadi, 68 tahun, pemimpin vihara yang merangkap sebagai koordinator kegiatan. Berselang 10 menit, azan magrib berkumandang dari Masjid Al-Ikhlas yang berada di samping vihara.

Amelia dan kawan-kawannya lantas mengatur barisan. Adapun Banthe Winantea mengingatkan orang-orang yang antre untuk mengucapkan doa berbuka puasa maupun doa sebelum makan. "Jangan lupa berdoa dulu," ujar dia.

BACA: Sahur ala Menteri Anies

Winantea berkisah, depot Ramadan dibuka sejak 1998 sebagai perwujudan toleransi antar-umat beragama. Saat itu, Indonesia tengah terpuruk karena dihantam krisis moneter. Harga-harga kebutuhan pokok yang menggila sangat menyusahkan kaum miskin.

Didera risau, Winantea menggalang donasi dari Paguyuban Metta. Anggota paguyuban ini jumlahnya mencapai ratusan ribu orang yang berasal dari pemeluk agama Buddha dan agama lainnya.

Selain mengumpulkan donasi, Winantea mengatur tenaga sukarelawan untuk membantu menyiapkan menu berbuka puasa. Ada yang bertugas membeli bahan masakan, menanak nasi, memasak, membuat minuman, dan membersihkan tempat. Anggota Paguyuban yang bertugas datang dari Jombang, Surabaya, Pasuruan, Malang, dan Kota Batu.

Dalam tiga tahun pertama, penyelenggara hanya menyediakan menu sebanyak 80–100 porsi, tapi ternyata cepat habis. Karena banyak pengunjung yang tidak kebagian, penyelenggara kemudian memborong makanan dari sejumlah depotRamadan yang ada di Lawang sehingga jumlahnya mencapai 600 porsi per hari.

Winantea memastikan kualitas menu tetap dijaga ketat kendati jumlah pengantre menyusut. Saat ini, Paguyuban Metta rata-rata menyediakan 125–150 piring makanan per hari, ditambah takjil dan kudapan. Menu yang disediakan selalu berganti saban hari. Ada rawon, soto, ayam goreng, ayam suwir bumbu rujak, mi goreng, gorengan ikan tongkol, cincau, doger, wedang jahe, dan jus apel.

Semua menu diracik dan dimasak oleh anggota Paguyuban Metta yang dipilih Winantea. Juru masak yang ditunjuk rata-rata pemilik rumah makan. Winantea juga yang mencicipi masakan dan menjamin semua menu yang disajikan halal.

"Saya mempelajari ajaran Islam. Saya tahu soal halal-haram dalam Islam. Kalau tidak halal, pasti depot ini sudah ditutup dari dulu-dulu," kata Winantea. 

ABDI PURMONO

Sumber ambar, youtube

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler