x

Bagaimana tubuh bereaksi saat berpuasa.

Iklan

Burhan Sholihin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Injury Time

Ayat ini menjelaskan bahwa rupanya, saat seseorang menghadapi kematian, seluruh amal perbuatannya dipertontonkan dan ditunjukkan pahala serta dosanya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Burhan Sholihin
 

Wartawan Tempo

Setiap malam, dia menjadi imam tarawih di masjid di kampungnya. Setiap kali menutup salat tarawih dengan salam, menoleh ke kanan, ke kiri, hatinya semakin gundah. Masjidnya semakin terasa longgar dan lengang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ah, di pengujung bulan, emagnetf bernama masjid itu mulai pupus,h ujarnya sedih. Kalah kuat oleh tarikan mal, pusat belanja, resto, dan apa saja yang dibungkus dengan kemasan seolah Islami. Acara bukber (buka bersama) jelas lebih heboh. Late night sale juga begitu tampak mempesona.

Setiap naik ke podium untuk memberikan kultum dan dia melihat barisan jemaah yang semakin tipis, Ustad Yono semakin teringat kata-kata Steven Weinberg. "Kebenaran itu indah," kata peraih Hadiah Nobel Fisika 1979 itu.

"Ya, jemaah yang terkena sihir mal. Mereka jelas tidak melihat kebenaran," kata lelaki jebolan pesantren kecil di Takeran, Magetan, Jawa Timur, itu. "Ada hijab yang menutupi keindahan salat berjemaah," katanya menggebu-gebu saat saya mengunjunginya.

Lalu dia nyerocos menceritakan kisah seorang sahabat yang jarang disebut. Sya'ban namanya. Lelaki ini punya kebiasaan unik, yaitu selalu datang sebelum salat jemaah subuh dimulai. Sya'ban juga selalu mengambil posisi paling depan dan di pojok. "Biar tak mengganggu orang bila saya lama berzikir," katanya.

Suatu pagi, saat salat subuh, Sya'ban tak muncul. Rasulullah heran. Seusai salat, Rasul bertanya kepada anggota jemaah, apakah ada yang mengetahui kabar Sya'ban. Sayang, semua menggeleng. Nabi pun bertanya lagi, adakah yang tahu rumah Sya'ban. Ternyata ada sahabat yang tahu. Rasul pun meminta diantarkan ke rumahnya.

Rupanya, rumah Sya'ban cukup jauh. Nabi baru sampai setelah berjalan kaki selama tiga jam. Itu setara dengan 15 kilometer atau jarak dari Bundaran Hotel Indonesia ke Taman Puring, Jakarta Selatan. Nabi sendiri kaget: jadi, setiap pagi Sya'ban mengejar salat berjemaah dengan berjalan kaki tiga jam!

Kekagetan Rasulullah belum berakhir. Di sana, Nabi menemui istri Sya'ban sedang bersedih. Saat ditanya ada apa, sang istri mengabarkan suaminya telah meninggal pagi itu. Jadi, satu-satunya yang menghalangi Sya'ban datang salat berjemaah ke masjid adalah karena dia meninggal.

Sang istri bertutur, saat menghadapi sakaratul maut, Sya'ban berteriak-teriak: "Aduh! Kenapa tidak lebih jauh?" Istri Sya'ban pun bertanya kepada Nabi apa maksudnya.

Rasulullah SAW pun kemudian melantunkan sebuah firman QS Al Qaaf ayat 22: " Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam."

Ayat ini menjelaskan bahwa rupanya, saat seseorang menghadapi kematian, seluruh amal perbuatannya dipertontonkan dan ditunjukkan pahala serta dosanya. Sya'ban berteriak, "Aduh! Kenapa tidak lebih jauh?" karena dia melihat betapa besar pahala salat berjemaah. Makanya dia menyesal rumahnya hanya berjarak tiga jam perjalanan.

Saya cuma bisa manggut-manggut dan teringat hadis riwayat Bukhari dan Muslim: "Seandainya manusia mengetahui keutamaan salat isya dan subuh berjemaah, mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak."

Benar kata Louis van Gaal, "Mijn lot ligt in mijn eigen handen". Nasibku terletak di tangan saya sendiri. Begitu kata pelatih bola legendaris itu saat nyaris didepak dari kursi pelatih Barcelona pada 1998 dan malah belakangan menjadikan Barca juara. Nasib Ramadan yang sudah injury time ini tergantung kita sendiri.

Ikuti tulisan menarik Burhan Sholihin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler