x

Iklan

Etin Ibrahim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pendaki yang (Terus) Berlari

Berlari itu nagih

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Wajah Fajar Dwi Aryanto (27) sumringah. Melambaikan tangan diantara kerumunan orang-orang di kursi tamu food court di Plaza Festival, Kuningan Jakarta, Selasa (26/7) malam. Kami memang sudah janjian untuk bertemu dan ngobrol malam ini, tentang kegilaannya akan lari.

 

Anak Bandung, yang sedang menyelesaikan kuliah di Jurusan Jurnalistik sebuah  kampus di Bandung ini, memang bukan pelari profesional. Dalam tiga bulan belakangan ini, dia sibuk bolak-balik Bandung-Jakarta, untuk bertemu dengan rekan-rekan sesama pelari di komunitasnya, dan ikut beberapa perlombaan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Acung, begitu dia biasa akrab disapa, awalnya tidak pernah berfikir untuk bisa berlari seperti sekarang. Ketertarikannya berawal ketika menyakisakan beberapa rekannya kerap mengunggah photo di jejaring sosial tentang kegilaan meraka berlari. Dia merasa tertantang untuk mengetahui kemampuan dirinya.

 

" Ingin tantangan lebih," ujarnya, seraya menyuap mie aceh, menu makan malam nya. Tawanya, pecah kemudian. Awalnya, ia punya hobi mendaki gunung. Sekarang, selain lari dan mendaki yang sudah masih digeluti, free dive juga ia coba dalami.

 

Selama tiga bulan aktif menjadi pelari, Acung sudah menyelesaikan beberapa race yang cukup sulit. Race pertamanya, Great Run 10KM di Bandung, kemudian ikut dalam di Gunung Gede Pangrango dalam Gepang Speed Trail 15KM. Bulan puasa kemarin, dia mengikuti Sahur Run. Berlari dari Jakarta hingga ke Tangerang sejauh 37KM. Yang baru saja selesai, ikut 10KM di Milo Jakarta International di Jakarta. Catatan waktunya cukup membanggakan, dan masuk keurutan 44 dari hampir 15 ribu peserta lari pada event tersebut.

 

Dalam waktu dekat ini, Acung akan mengikuti beberapa race lagi. "Persoalannya satu, waktu banyak, uang sedikit," guraunya. Dalam daftarnya, dia masih ingin untuk menantang dirinya hingga ke Full Marathon bahkan Ultra Run 100KM. Di luar negeri, ada lomba lari hingga ratusan kilometer dan diselesaikan dalam beberapa hari, imbuhnya.

 

Memang, tidak semua event lari yang dibuka itu bebas biaya. Banyak diantaranya memang berbayar. Kisarannya dari Rp. 100.000,- hingga bisa jutaan rupiah. Itu baru dari keikutsertaan saja. Belum lagi kalau acaranya diadakan diluar daerah. Seperti Bali Marathon, Borobudur Marathon, bahkan ke luar negeri. Tiket perjalanan, penginapan dan lain-lain memang cukup menguras dompet. Belum lagi perlengkapan yang lain. Sepatu, kaos dan celana, serta pelengkap yang lain.

 

Triknya, menurut Acung, tinggal pilih saja mana yang paling sesuai dengan waktu dan keuangan. Atur jadwal yang agak longgar, supaya ongkosnya bisa ditabung lebih dulu.

 

Kebiasaan berlari, sedikit banyak membuat gaya hidup pria langsing ini berubah. Yang paling terasa masalah kesehatan. Ia merasa nafasnya lebih plong. Tidur jadi lebih nyenyak, serta tidak gampang sakit.

 

Masyarakat kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan Bandung, belakangan ini memang sedang giat-giatnya berlari. Antusiasme mengikuti perlombaan lari tidak pernah sepi. Di situs dunialari.com, kalender lomba lari penuh hingga bulan Desember 2016. Peminat hanya tinggal memilih saja waktu dan biaya yang sesuai. Meski berbayar, nyatanya ada beberapa lomba yang sudah tutup pendaftarannya.

 

"Lari itu nagih. Sekali saya coba, saya ingin terus berlari," ungkap Fajar mengakhiri obrolan kami malam itu. Sementara lampu-lampu food court mulai dimatikan, dan gerai-gerai mulai tutup. Dari sini, rupanya dia tak langsung pulang. Tapi terus ke Senayan. Lari![IBM0716]

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Etin Ibrahim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler