x

Iklan

Evita Rahmawati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Berkah Sepeda Onthel di Hari Tua

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas klinik menulis feature dari angkatan dua, Juli 2016.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kompleks Taman Fatahillah di Kota Tua Jakarta dipenuhi pengunjung yang lalu lalang. Bagi Alimuddin (62) mereka merupakan berkah. Dia adalah salah satu penjaja persewaan sepeda onthel, sepeda khas zaman kolonial Belanda. Ahad (24/7/2016) pagi itu, dia ikut menjaring para pengunjung sambil berharap ada yang menyewa sepedanya.

Dia memiliki tiga sepeda. Semuanya dijejerkan dengan rapi, bersama sepeda milik para penjaja lainnya. Warnanya beragam. Warna-warna inilah yang digunakan untuk menarik perhatian pengunjung. Harga sewanya Rp 20 ribu per setengah jam. “Boleh buat boncengan juga, Neng,” kata pria berkulit sawo matang itu, sambil terus menatap ke arah pengunjung.

Ada seorang gadis yang menghampiri Alimuddin. Dia bersama temannya menyewa sepeda berwarna pink. “Uangnya nanti aja kalo udah balik ke sini, Neng,” ujar Alimuddin ramah. Ketika ditanya apakah tidak takut sepedanya hilang, dia menyunggingkan bibirnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dia mengenang peristiwa dua tahun lalu. Seseorang membawa kabur salah satu koleksi sepedanya ketika disewakan di Kota Tua. Alimuddin tetap bermodalkan percaya kepada pengunjung meski punya pengalaman buruk itu. Sepeda di kawasan ini sudah dicat dengan warna mencolok sehingga tak bisa lolos dari pengawasan penjaga.

            Pria beranak satu ini mencintai sepeda onthel sejak remaja. Kecintaannya terbawa hingga kini. Walau sudah mempunyai beberapa motor matic, dia tetap mengendarai sepeda dari rumah ke Taman Fatahillah. Jarak rumahnya yang ada di daerah Lodan Barat, Ancol Utara tak terlalu jauh jika ke Kota Tua. Kebugaran Alimuddin terbukti karena rutin bersepeda sejak muda. Lelaki asal Makassar ini tak pernah menunjukkan gejala sakit.

“Palingan sakit ngantuk, itu aja obatnya tidur” katanya sambil bercanda ketika ditemui di Taman Fatahillah.

Berbagai pekerjaan dilakoninya ketika muda. Pernah jadi pekerja pabrik, pemain bola, pun mengarungi lautan Kalimantan dan sekitaran Sumatera. Semua tak membuatnya sreg dengan pekerjaannya. Berpaling dari sepeda onthel, dia memutuskan mengojekkan koleksi sepeda yang dipunyai. Namun karena penghasilannya kurang mencukupi, akhirnya Alimuddin memilih menjadi guide turis lokal sekaligus menyewakan sepeda. Beliau bergabung dengan komunitas onthel yang ada di Kota Tua pada 2007.

Komunitas sepeda onthel di Kota Tua ini sudah memiliki 37 anggota. Sepeda yang mereka miliki disimpan di gudang yang masih di lingkungan Taman Fatahillah. Kesepakatan per anggota adalah mendapat tiga sepeda untuk disewakan, hasilnya untuk diri sendiri. Biaya yang harus dikeluarkan Alimuddin hanya untuk pembelian awal sepeda dan iuran per minggu untuk komunitas sepeda onthel.

Sepeda onthel Alimuddin selalu dibeli dengan uang sendiri. Biasanya, harga sepeda sekitar satu juta rupiah, termasuk ongkos kirim dengan kereta. Agar tetap terawat, beberapa sepeda koleksinya disimpan di rumah.

“Biasanya beli ke sahabat saya di Kebumen atau  Jogja yang lagi ada stok sepeda. Kalo ditotal harganya bisa sejutaan,” ucapnya.

Alimuddin senang dengan suasana taman yang bersih dan lapang. Padahal setahun yang lalu, Taman Fatahillah terlihat semrawut. Penjual makanan mengelilingi patung di tengah-tengah taman. Aroma limbah makanan yang dibuang di pelataran taman menusuk hidung. Belum lagi kendaraan bermotor yang parkir di sembarang tempat. Jalan depan Museum Wayang menjadi jalan umum yang bisa dilewati semua orang.

“Sekarang sih mending, dulu motor bisa dimana-mana, terus pada ngemper (orang berjualan di jalan) di sini juga. Bikin kotor dan bau. Orang jadi nggak nyaman kalo mau ke sini. Tapi sekarang udah ada pembatas motor dan dikasih portal di tiap sisinya. Setiap beberapa meter ada penjaga jadi bersih dan aman, Mbak,” jelas beliau.

Memang ketika diamati, ada banyak penjaga yang lalu lalang di sekitaran taman. Tenda-tenda untuk pos jaga terdapat di beberapa titik. Ada portal pembatas di pintu utara dan selatan. Salah satu tendanya berada di depan persewaan sepeda Alimuddin. Tenda ini dipakai para penyedia jasa sepeda untuk beristirahat dan melindungi dari teriknya matahari.

Sepeda onthel memang digunakan sebagai magnet utama bagi pengunjung sejak 2005. Waktu itu, Kota Tua masih sepi. Sekarang ditambah dengan warna-warni sepeda yang mencolok dan ditambah bisa menyewa dua topi cantik. Rasanya dua puluh ribu tak terlalu mahal untuk dikeluarkan. Topi lebar khas perempuan ini bisa didapatkan dimana saja, namun khusus untuk topi anyaman, Alimuddin membelinya khusus dari pengrajin di Tasikmalaya.

“Mari mari neng, sepedanya. Dua puluh ribu aja, bisa keliling setengah jam, bisa buat boncengan,” tawar Alimuddin pada seorang ibu-ibu bersama anaknya. Beliau mengaku bisa mendapatkan 800 ribu perharinya ketika musim libur tiba, seperti lebaran kemarin. Untuk sehari-hari, Alimuddin tak pernah menghitung laba.

“Bersyukur ajalah, Mbak,” ujarnya mengakhiri perjumpaan kami.

Ikuti tulisan menarik Evita Rahmawati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB