x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jejak Situs Purba dan Siapa Kita

Jejak-jejak manusia dan kebudayaan purba tersebar di negeri ini—Gunung Padang, Sangiran, Cipari, Flores, Maros—dan mengundang tanya: siapa kita sebenarnya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Siapakah kita—orang Indonesia yang hidup di zaman internet sekarang? Siapakah moyang kita, bagaimana mereka ada di bumi Nusantara, sedari kapan, seperti apa kehidupan mereka, apa saja jejak-jejaknya yang dapat kita temui, bagaimana pertautannya ke masa sekarang?

Sedikit demi sedikit jejak-jejak moyang purba kita mulai tersingkap, walaupun masih bersifat lokal. Situs Sangiran di Jawa Tengah barangkali yang paling terkenal lantaran yang pertama digali. Situs manusia purba ini tergolong paling lengkap di dunia dan menempati wilayah yang mencapai 56 kilometer persegi dan terletak di Kabupaten Sragen dan Karanganyar. Koleksinya menakjubkan dengan sekitar 14 ribu fosil manusia, hewan, tumbuhan, serta peralatan—dari sini kita dapat mengenal kebudayaan moyang ini.

Sejak itu, jejak-jejak antropologis dan arkeologis semakin banyak ditemukan. Situs Gunung Padang di daerah Cianjur, Jawa Barat, ini sempat dan masih ramai dibicarakan karena misteri dan mitos yang menyelimutinya—batu-batu berukuran besar terpotong rapi terlihat berserakan. Para ahli menduga situs ini berasal dari era Megalitikum, sejak 5200 SM—lebih tua dari piramida Mesir.

Dari Cianjur, kita dapat datang ke Kuningan untuk mengunjungi Taman Purbakala Cipari. Situsnya tidak begitu luas, sekitar 700 meter persegi. Dibandingkan Gunung Padang, usia situs ini diperkirakan lebih muda, berasal dari akhir masa Neolitikum, kira-kira pada 1000 hingga 500 SM. Jika permulaan Kalender Masehi dijadikan patokan, maka kira-kira 1000 hingga 500 tahun sebelumnya di Cipari, Kuningan, telah hidup masyarakat moyang kita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Situs megalitikum juga dapat kita jumpai di Lore Lindu, Sulawesi Tenggara. Batu-batu yang telah dipahat tersebar di Lembah Napu, Besoa, dan Bada. Diperkirakan, bebatuan ini sudah ada di situs ini sejak tahun 3000 SM. Ketika beberapa waktu lalu sejumlah ahli menemukan lukisan di dinding gua, dunia terkesima. Lukisan dinding gua di Maros itu diperkirakan berusia 40 ribu tahun—lebih tua dibandingkan lukisan di dinding gua yang pernah ditemukan di Spanyol.

Tak kalah menggegerkan adalah temuan jejak-jejak manusia hobbit. Ya, manusia hobbit ternyata bukan hanya ada dalam dongeng gubahan penulis J.R.R. Tolkien. Jejak-jejaknya ditemukan para peneliti Indonesia dan asing di Liang Bua, Flores—dan karena itu manusia hobbit disebut pula Homo floresiensis. Manusia hobbit bertubuh pendek, diperkirakan tingginya sekitar 105 cm.

Kaum hobbit, menurut simpulan para peneliti, punah bersama hewan-hewan setempat—seperti bangau raksasa, burung pemakan bangkai, gajah purba mini Marabau—kira-kira 50 ribu tahun yang silam. Mungkin, menjelang atau segera (kira-kira 40 tahun) setelah manusia modern menjejakkan kaki ke tanah kaum hobbit.

Jejak-jejak manusia purba itu tersebar di banyak tempat. Andaikan para ahli mentautkan jejak-jejak itu satu dengan yang lain, mungkin kita dapat mengetahui lebih jelas kehidupan nenek moyang kita—apakah mereka berpindah-pindah tempat dan beranak-pinak di tempat yang berbeda untuk masa panjang yang berlainan ataukah ada penjelasan lain?

Kajian itu akan bertambah menarik bila dipadukan dengan riset genetika yang tengah dilakukan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, barangkali suatu ketika kita dapat mengenal lebih akrab nenek moyang kita. Seberapa tua moyang kita telah menghuni bagian Bumi yang kini disebut Indonesia, seperti apa kira-kira kebudayaan mereka, dan bagaimana mereka menurunkan jejak-jejak genetis hingga menjadi diri kita yang hidup di era Internet sekarang ini? (Foto: tempo.co) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB