x

Iklan

Iqbal Tawakal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengurai Benang Kusut Tol Laut

Tol Laut yang menjadi program unggulan Pemerintah dalam menyongsong Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia butuh perhatian khusus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagai negara kepulauan, Indonesia menghadapi persoalan konektivitas yang cukup memprihatinkan. Konsep kebijakan tol laut yang diusung Presiden Jokowi dikhawatirkan masih menjadi jargon kosong tanpa konsep pengembangan yang jelas. Hingga tahun kedua pemerintahannya berjalan, Kementerian/Lembaga terkait belum mampu menjabarkan konsep tersebut menjadi satu kerangka kebijakan utuh.

Langkah Pemerintah dalam menggagas konsep Tol Laut patut diapresiasi. Konsep tersebut bertujuan untuk meningkatkan konektivitas antara pusat dengan daerah di pulau-pulau terluar di Indonesia. Ini dipersepsikan sebagai upaya untuk membangun fondasi perekonomian berbasis kemaritiman nasional yang kuat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan kembali kepada fitrah indonesia sebagai negara maritim.

Kementerian Perhubungan, dalam konsep Pengembangan Tol Laut dalam Rencana Pembangunan Menengah Nasional tahun 2015 -2019, menyebutkan, langkah awal pengembangan konektivitas bertujuan untuk menurunkan ketimpangan harga komoditi antarwilayah. Dengan turunnya tingkat ketimpangan harga tersebut, keterhubungan antara pusat dan daerah akan menguat dan memicu peningkatan kapasitas, fungsi, dan kecepatan pasokan logistik di seluruh daerah di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia akan mampu memosisikan dirinya dalam menjawab tantangan globalisasi ekonomi yang parameter keberhasilannya dititikberatkan pada tingkat konektivitas antarwilayah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kendati demikian, implementasi konsep Tol Laut masih terbentur sejumlah kendala. Penjabaran gagasan menjadi suatu kerangka kebijakan yang utuh belum mampu dimaksimalkan. Sejumlah kendala yang dimaksud, antara lain, pertama, infrastruktur logistik di sejumlah daerah strategis di Indonesia yang belum memadai. Inefisiensi infrastruktur menimbulkan kesenjangan harga komoditi di wilayah barat dan timur Indonesia. Tidak mengherankan jika komoditas impor lebih murah dibanding produk lokal.

Kedua, Kementerian/Lembaga terkait masih memiliki persepsi dan definisi yang berbeda tentang apa Tol Laut yang dimaksud. Dengan kondisi demikian, akan sulit menghindari tumpah tindih kewenangan Kementerian/Lembaga terkait dalam penyusunan dan implementasi kerangka kebijakan di lapangan. Indonesia tentu akan kesulitan memanfaatkan keuntungannya dalam aspek geoekonomi, baik di tataran nasional, regional, maupun global.

Dalam konteks geoekonomi, Indonesia sebagai archipelagic state harus mampu menempatkan dirinya di lingkungan strategis dengan memperkuat konektivitas laut untuk percepatan pertumbuhan ekonomi. Luas permukaan wilayah kedaulatan nasional NKRI sebagian besar terdiri atas air (75 persen) ketimbang daratan. Sungguh mengherankan mengapa fakta dan aset tersebut hingga kini tidak diakui secara eksplisit oleh para pemangku kebijakan negeri untuk membentuk suatu strategi perekonomian nasional berbasis kemaritiman yang komprehensif bagi arkipelago Indonesia.

Kondisi konektivitas laut nasional berdasarkan Global Competitiveness Index tahun 2015-2016 menunjukkan peringkat konektivitas Indonesia pada angka 37. Peringkat Indonesia naik sebesar 44 angka dari laporan periode sebelumnya. Namun, Indonesia masih kalah dari Thailand di peringkat 32 dan Malaysia di peringkat 18 yang masing-masing tergabung dalam kategori negara berkembang di Asia. Terdapat 12 pilar utama yang menjadi parameter ukuran indeks, di antaranya pembangunan institusi, infrastruktur, kualitas pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar, tingkat kepuasan bisnis, dan inovasi.

Selain itu, Indeks Aksesibilitas per provinsi di Indonesiamenunjukkan, terdapat kesenjangan konektivitas logistik yang cukup tinggi di beberapa daerah. Kesenjangan sangat terlihat di kawasan Indonesia Timur. Indeks konektivitas antarprovinsi diukur dari sejumlah faktor, di antaranya faktor kapal terdaftar, kapasitas kontainer pembawa, ukuran maksimal kapal, jumlah kunjungan kapal, dan jumlah pengiriman logistik dari perusahaan terdaftar, Berdasarkan indeks tersebut, DKI Jakarta memiliki konektivitas tertinggi (> 100). Sedangkan indeks pada mayoritas wilayah di Indonesia Timur hingga kini masih terendah (< 10). Ini cukup menjelaskan, pemerataan pembangunan di Indonesia tidak dapat ditawar lagi.

Dengan demikian, fokus pembangunan dan pengembangan konektivitas laut nasional menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan sebagai upaya pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan berkelanjutan. Dalam hal ini, pemerintah perlu melakukan beberapa hal berikut. Pertama, menciptakan sistem transportasi terintegrasi sebagai gabungan infrastruktur darat dan laut terpadu. Ini dipersepsikan sebagai konsep Strong Republic Nautical Highway (SRNH), seperti yang telah dilakukan oleh Filipina.

Prinsip utama konsep ini, jika diterapkan dengan tepat, mampu menjawab sejumlah tantangan umum, di antaranya memangkas biaya transportasi dari ujung barat ke ujung timur, dari utara ke selatan. Sebagai contoh, harga Bahan Bakar Minyak dan gula pasir di Papua bisa mencapai tiga kali harga di Jawa. Tingginya volume distribusi barang, perbaikan sistem rantai pasok, dan singkatnya waktu tempuh distribusi dapat secara signifikan memangkas kesenjangan harga tersebut.

Selain itu, terintegrasinya sistem transportasi darat dan laut mampu meningkatkan akses pariwisata dan transportasi komersial; memfasilitasi kebijakan pembenahan industri pertanian-perikanan dan program swasembada pangan Pemerintah; merangsang partisipasi swasta-korporasi dalam pembangunan infrastruktur row on/row off terminal system (RRTS); dan membentuk fondasi kebijakan baru dalam pengembangan konsep RRTS.

Kedua, menyusun strategi pembangunan konektivitas laut yang inklusif. Kementerian/Lembaga terkait yang merancang program spesifik pengembangan ekonomi kelautan dan infrastruktur kelautan tercatat belum melibatkan swasta-korporasi secara aktif dalam kerangka kebijakan, baik jangka menengah maupun jangka panjang.

Kondisi ini tentu patut disesalkan, karena selain mendapat dukungan dari aparat pemerintah, APBN, dan investasi BUMN, pemerintah juga memerlukan peran strategis dari swasta-korporasi untuk menggerakkan kehidupan laut dan membangun konektivitas antarwilayah yang kuat. Dalam hal ini, Pemerintah-Swasta dapat bersinergi dalam bentuk investasi jangka panjang untuk pengembangan sistem konektivitas antarpulau, pembangunan infrastruktur logistik terpadu, penyediaan moda transportasi terintegrasi pelabuhan, dan revitalisasi mutu fasilitas pelabuhan perikanan.

Ketiga, menerapkan konsep Indonesian Incorporated. Konsep ini dipersepsikan sebagai strategi kebijakan yang memiliki keterkaitan antarkementerian yang kuat dalam memahami dan mengelola potensi aset nasional yang dimiliki. Sebagai contoh, penyediaan kawasan sentra/kampung nelayan yang tertata dan terintegrasi. Meski Kementerian Kelautan dan Perikanan bertanggung jawab dalam  kegiatan tersebut, perlu dilakukan pendekatan khusus dengan Kementerian/Lembaga terkait, dalam hal ini KemenPUPR, agar mampu berjalan beriringan dan memperoleh hasil yang optimal. Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan dalam Kementerian lain.

Dari sisi regulasi dan hukum tidak sedikit peraturan yang masih tumpang tindih. Ini akan mengganggu fokus kebijakan pemerintah yang berujung pada pengelolaan dan pemanfaatan aset nasional yang tidak optimal. Untuk itu, Kemenko Bidang Kemaritiman, bersama sejumlah Kementerian yang berkooordinasi langsung dengannya, perlu segera merampungkan Buku Putih yang mengatur seluruh aspek kebijakan kelautan nasional yang inklusif dan komprehensif.

Uraian singkat di atas menunjukkan, pembangunan fondasi perekonomian selayaknya diarahkan pada pengelolaan dan pemanfaatan potensi nasional yang dimiliki. Dalam hal ini, urgensi memperkokoh konektivitas laut menjadi kunci utama bagi Indonesia sebagai bangsa maritim dalam strategi geoekonomi nasional untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan nasional. 

 

Mochammad Iqbal Tawakal

Email: miqbaltawakaal@gmail.com

Ikuti tulisan menarik Iqbal Tawakal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB