x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Renungan tentang Sebutir Garam

Apakah kita telah memahami rahasia alam semesta? Bagaimana dengan rahasia sebutir garam?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Apakah yang kamu ketahui tentang garam—bukan selautan garam, bukan satu tambak garam, bukan pula sekantong garam, melainkan cukup satu butir garam saja. Ini pertanyaan ‘kecil’ dibandingkan dengan pertanyaan ‘besar’ yang lazim diutarakan banyak orang: “Sejauh mana kita mengenal alam semesta di sekitar kita?”

Sebagian ilmuwan yang terlampau optimistis membuat ramalan seperti ini: “Tidak akan ada lagi penemuan hebat dalam bidang sains, sebab semua rahasia terpenting alam semesta sudah diketahui.” Betulkah? Dalam ikhtiarnya mengajukan bukti yang mendukung ramalan itu, John Hogan bahkan menulis sebuah buku berjudul The End of Science.

Mendiang Carl Sagan, yang pernah menjabat profesor astronomi dan ilmu-ilmu angkasa di Cornell University, AS, pernah menulis renungan tentang sebutir garam. “Tak usah berbicara tentang alam semesta atau Galaksi Bima Sakti atau sebuah bintang di langit,” tulis Sagan, “Dapatkah kita tahu, hingga mentok dan rinci, tentang sebutir garam?”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ambillah satu mikrogram garam dapur, yang dengan mudah dapat dilihat siapapun tanpa bantuan mikroskop. Dalam butiran garam itu terdapat sekitar 10 pangkat 16 atom sodium dan klorin, atau sama dengan 10 juta milyar atom. Bila kita ingin tahu sebutir garam, kita harus tahu setidaknya posisi tiga-dimensi masing-masing atom ini. “Bagaimana kita membayangkannya?” tanya Sagan. “Seberapa jauh otak kita mengetahuinya?”

Terdapat kita-kira 10 pangkat 11 neuron dalam otak, lalu elemen sirkuit dan sakelar yang bertanggungjawab terhadap aktivitas listrik dan kimiawi agar otak berfungsi. Ada ‘kawat-kawat tipis’ yang menghubungkan neuron dan mengantarkan aliran listrik ini. Bila setiap bit informasi dalam otak berkaitan dengan salah satu koneksi ini, jumlah hal-hal yang dapat diketahui otak tidak lebih dari 10 pangkat 14. Angka ini terlihat besar, tapi sebenarnya hanya seperseratus dari jumlah atom garam tadi.

Bila kita dapat menyusut dan masuk ke dalam sebutir garam, kita dapat melihat susunan atom-atom sodium dan klorin berselang-seling—sodium, klorin, sodium, klorin, ada lapisan atom di atas diri kita dan ada yang dibawah kita. Ada keteraturan, tapi ini baru sebagian kecil yang kita ketahui dari yang banyak.

Manusia berusaha menemukan keteraturan di alam semesta, sebab manusia ingin menemukan apa yang disebut ‘hukum alam’. Namun, alangkah tidak mudahnya. Sanggupkah otak kita membayangkan sebuah semesta kecil yang meliputi 10 juta milyar atom dalam sebutir garam? Sayangnya pula, kita bukan hidup di dunia teramat kecil, dunia dengan skala 10 pangkat minus 13 centimeter—skala yang tak terbayangkan.

Pada akhirnya, kata Sagan, kita harus mengakui dengan rasa frustrasi bahwa alam semesta meletakkan rintangan-rintangan yang menghalangi manusia untuk mampu memahami semua rahasianya. Mengapa kita tidak mampu berlari melampaui kecepatan cahaya? Mengapa kita tidak mampu menyusutkan diri dan memasuki ruang-ruang paling rahasia dari atom? Mengapa kita tidak mampu menembus kedalaman Segitiga Bermuda dan muncul kembali hidup-hidup?

Menarik bahwa Sagan menyebut pada rintangan yang membatasi ini manusia dapat ‘menemukan’ pengetahuan lebih banyak mengenai alam. Meski begitu, formulasi kita mengenai keteraturan alam bergantung kepada bagaimana otak dibentuk, tapi bergantung pula kepada—hingga derajat tertentu—bagaimana alam semesta dibentuk. Tatkala alam semesta dibentuk dengan begitu rumit dan kerumitan itu menciptakan rintangan bagi manusia untuk memahaminya, maka sampai di situlah batas akhir pengetahuan rasional manusia.

Andaikan seluruh rahasia alam semesta telah terbuka, maka semesta ini akan terasa membosankan. Jika alam semesta masih menyimpan banyak rahasia yang mungkin untuk dapat diketahui oleh manusia, entah kapan, maka alam semesta ini akan selalu jadi tempat menarik bagi orang-orang yang mau berpikir. Misteri mengundang rasa ingin tahu. (Sumber foto ilustrasi: dailyreckoning.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler