x

Iklan

Lentera Sastra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menyuarakan Nusantara Lentera Sastra

Membaca segerbong sajak yang terwakili satu judul dengan nama penulis terbanyak dari Indonesia seakan melahap gado-gado dengan berbagai sayuran

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Membaca segerbong sajak yang terwakili satu judul dengan nama penulis terbanyak dari Indonesia seakan melahap gado-gado dengan berbagai sayuran dan rasa pedas- asam-manis dengan selip-sisipan beberapa karya Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Taiwan dan Thailand. Maka berasa citarasa menikmati status Facebook yang berseliweran dengan kandungan imaji yang puitis ataupun berkisah. Kemudian teori satra yang diperlukan menguap (usai baca catatan tentang kritik sastra tulisan Subagio Sastrowardoyo dalam buku Menjelang Teori Kritik Susastra Indonesia yang Relevan, Edisi Revisi, 2013. Bandung: Penerbit Angkasa) ke sela-sela kotak komentar yang dengan rasa bangga menilik keberagaman wacana yang ditawarkan tanpa batasan tema bahkan saling meretas bebatas yang memang sudah terbebas saat menuliskan nama pengenal atu pelanggan sebagai pemilik alamat surat elektronik atau e-mail.

 

Beberapa nama pena memang lazim berenang berselancar di dunia maya yang sudah meretas batas geografi yang maya bahkan penulis yang berlatar kademis puncak pun takmenyia-siakan peristiwa berkumpul dalam antologi karya. Tetapi kembali ke makna sejudul karya saja takmampu memantulkan keperkasaan penyair atau penyajak dalam olah-krida kreatifnya. Bahkan kalau dikatakan pengarang telah mati dan tinggal hadapi karya itu sebagai sosok pun tak luput kesan seliweran status dan nama e-mail beberapa penulis menyeret pada perhatian yang berlebih. Maka nama Dimas terjaring dan tak luput direnggut dengan semena-mena tanpa menoleh ulang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Dimas Arika Mihardja, Indonesia

 

Sajak Ibu Pertiwi

“kulihat ibu pertiwi

sedang berduka hati ….”

dadanya diguncang gempa

hatinya dilanda tsunami

“kulihat ibu pertiwi

sedang berduka hati ….

gempaNya mengguncang dada

tsunamiNya melanda hati

“kulihat ibu pertiwi

sedang berduka hati ….”

dada gempaNya mengguncang sesiapa

hati tsunamiNya melanda apa saja

“kulihat ibu pertiwi

sedang berduka hati ….”

Indonesia bau, begitu kita berseru

Indonesia baru, berseteru melulu

“kulihat ibu pertiwi

sedang berduka hati …. “

bau Indonesia berseruseru

baru Indonesia begitu sendu

“kulihat ibu pertiwi

Sedang berduka hati …. “

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 2005

 

 

Dimas Indiana Senja, Indonesia

 

Sajak satire terkelupas dari larik-larik yang padat Dimas Arika Mihardja. Satire yang ditawarkan Dimas Arika Mihardja memang meledak dalam dada masing-masing. Takheran kebebasan tema antologi puisi ini tetap saja akan mengerucutkan pesan pada hal yang disesaki dalam dada batin masing-masing.

Untuk penulis dari Malaysia tentu saja tak banyak rujukan yang tercatat di dinding Facebook pribadi tetapi dengan rasa gado-gado yang teracak terjaringlah puisi yang mirip gaya ungkap Dimas Arika Mihardja dengan staccatodiksi yang lincah.

 

Che Fauziah binti Idrus, Malaysia

TIADA LAGI PERSINGGAHAN

Tegar di ranting

sarang masih utuh

meski sedikit carik

usang menyimpan rahsia.

Janganlah camar

mengoyak luka

tampalan robek

reput menanti masa

andai paruhmu meragut

kasar menyusut.

Jika sarangmu gugur

tiada lagi persinggahan

terbanglah ke saujana pandang

mencari di hujung padang.

Kuala Kurau, Perak

27 Mei 2013

 

Dengan teraan kata binti tentu penyair ini berkelamin wanita dan terasa kelembutan ungkapan sejak pada tajuknya. Permainan diksi yang sangat purna dan taktercoret dalam imaji penutur bahasa Indonesia sungguh memperkaya wawasan dan membuka cakrawala makna yang dulu sama Sutardji Coulzum Bachri dibebaskan dalam kredo. Permainan rima dan aliterasi yang cantik seakan tarian penari tradisional yang mengulas-mengoles gerakan lingkar bersijingkat tanpa kesan terburu-buru. Takheran di masa datang Lentera Sastra akan menjadi incaran tanda kebersamaan yang membongkar batas-batas budaya dan geografi maupun ideology.

 

Giliran penulis Singapura layak disodorkan dengan cara acak yang lebih terbatas karena perwakilannya yang tak melimpah.

 

Rohani Din, Singapura

RUMAHMU RUMAHKU

Gah berdiri

Pasak di bumi

Kelambu menutupi

Hiasan bait-bait ayat suci

Disulam berseri

Benang emas berkati-kati

Biar pintu rumahMu dikunci

Setiap saat tetap dikunjungi

Bagai semut mengeruni

Tumpahan gula berkati-kati.

Munajat sesungguh hati

Mohon berkati usia dan rezeki

Dipanjangi jodoh dan silaturrahmi

Pertingkat amalan kentak imani.

Bumbung langit lapang

Panas terik tetapi tak berbahang

Ke wajah rumahMu dipandang

Mengharap hajat tidak kecundang.

Kelambu berganti Kaabah sekeliling dicuci

Ketika jemaah di Arafah berwukuf sehari

Masih mohon keampunan dan amalan diberkati.

6/10/13 TPY

 

Kembali gaya puisi staccato lebih terpilih bagi penyair yang sarat renungan yang membicarakan rumah yang bermakna apa saja, boleh keluarga boleh tempat singgah ataupun kepercayaan yang dipeluknya dengan pasrah. Permainan bunyi [i] menjadikan nafas puisi terasa cerah riang gembira. Ternyata penyair menemukan kepasrahan yang tandas hingga:

 

Munajat sesungguh hati

Mohon berkati usia dan rezeki

Dipanjangi jodoh dan silaturrahmi

Pertingkat amalan kentak imani.

Pilihan berikut sampai pada beberapa penulis dalam sebaran yang makin mengerucut jadi satu seperti Brunei:

Abdullah Tahir, Brunei

PusakaJerih Perih

lahan itu kami tinggalkan bersama hati

bersalut senja merah yang kental

terpacak menusuk bumi yang bernama setia

tak pernah kelabu sejak memakan waktu

subur bersama derai air mata dan keringat

membongkar denai-denai sukar

bersama temulang yang ngilunya

membungkus jantung merah

tanda lahan itu telah lahir bersama

tangisan dan darah membasah tanah

di mana kami tanamkan hidup sejati

berpimpin tangan tanda kekuatan

bagi menegakkan pusaka jerih perih

oleh tangan-tangan pemula

dan kamilah yang mengakhirinya

dengan tentangan dan cabaran

demi sebuah kedaulatan

tak akan ada garis pemisah

bernama batu sempadan

dan bumi ini adalah kedaulatan kami

Abdullah Tahir : 25 Disember 2011

Kembali bagi pembaca dari Indonesia disuguhkan diksi-diksi yang mungkin agak sungsang dan terngiang jarang bahkan seperti kredo Sutardji CB yang terasa kata itu hadir dengan maknanya pribadi. Walau begitu terasa sedu-sedan Chairil Anwar yang tersisa saat meneriakkan’ aku binatang jalang dari kumpulan terbuang dan ingin hidup seribu tahun lagi;.Jerit luka Rendra juga terasa pada baris-baris yang menggumpal satu dalam sajak Abdullah Tahir. Maka ada bisikan lirih bagi editor atau penyunting antologi ini untuk mendata daftar kata yang akan sangat bermakna tidak sekedar sebagai senarai atau glossary.

 

Nama Taiwan sebagai catatan alamat ternyata menyodorkan nama dengan aroma Indonesia begitulah wacana puisi berikut:

 

Aini Sekar Arum, Taiwan

 

RELUNG RINDU

 

ragukah yang terhampar di sisi sunyi

menyelinap di hati mencumbu waktu

gaungkan rasa entah terpatri erat pada asmara

saat janji dua sejoli berikrar semati

tersimpan dalam relung hati hakiki

tak perduli tetap enggan beranjak pergi

walau diluar hujan menari enggan berhenti

ragukah yang terhampar ini kekasih

kini mimpi berputik doa berbunga pinta

tentang terang yang cerlang gemilang

saat pelangi tersenyum menyapa mewarni

kembali alam sunyi dendangkan sepi

tersudut doa jernihkan prasangka

satukan mimpimimpi di pucuk kalbu

memeluk erat dalam diam sang rindu

Taiwan, 10. 01. 2014 @ASA

 

Gaya sajak atau syair purba memang mencirikan secara umum sebagai puisi yang beberapa saat lalu terdedah sebuah genre puisi esai, jelas puisi model syair begini tak melingkup pada garapan sajak-sajak esai karena tanpa catatan kaki atau referensi.

 

Sajak ini memang berbicara pada diri di cermin dan tak menyertakan  orang luar masuk ke ranahnya. Simak sajak baris liris yang sendu meragu berikut:

 

ragukah yang terhampar ini kekasih

kini mimpi berputik doa berbunga pinta

tentang terang yang cerlang gemilang

saat pelangi tersenyum menyapa mewarni

 

Dari gudang pengumpul devisa bagi negeri ini adalah Hongkong terwakili oleh nama pena yang terasa kental warna Jawanya, bahkan judulnya sudah menyaran pada kosa kata dan ejaan diksi Bahasa Jawa.

 

Lintang Panjer Sore, Hongkong

Kopyah Baru

Hari ini Emak ke pasar

membeli kopyah seharga keringat Bapak

sebagai hadiah kelulusan sekolah

yang tak pernah aku suka

ketika guru sekolah berkopyah berceramah tentang sejarah bangsa

katanya, bangsa ini telah bebas penjajah dari luar

terlihat makmur dari luar

kaya raya dari luar

tapi terkepung musuh dalam tubuh

bikin pemimpin bangsa sering mengaduh

Kopyah pembelian ibu memang bagus

berhiaskan sulaman benang emas buatan

mirip pagar sekolah yang baru didirikan

hasil sumbangan tukang potong rumput

kata tukang kebun

“jika sekolahan tidak diberi pagar

maka anak didik akan liar memakan sekolah luar”

aku jadi teringat dengan poto seorang bapak berkopyah

terbaca namanya, “Sukarno Hatta presiden negara”

menurut teriakkan guru berkopyah

“Sukarno adalah sosok pemimpin yang patut kita banggakan

membawa rakyat menuju satu rumah kemerdekaan

hingga detik ini”

ah, kadang aku ingin menyahut teriaknya

“bagaimana untuk detik berikutnya”

Setahun sudah kopyah baru lekat di kepalaku

guru berkopyah tak lagi mengajar sejarah

kini sejarah lelaki berkopyah mengajariku

tentang bangsa yang berjalan mundur

terus bertempur

bila tak ingin hancur

HVHK2303012

 

Tak dinyana sajak ini cukup garang dengan tusukan-tusukan protes yang kental karena pengalaman pribadi yang meluruh lengkap erat di jejak bayang-bayang kilatan imaji. Simak kuncian sajaknya yang begitu tegas beringas dan cerdas, sehingga taksangka kalau warna Jawa dapat meradang-terjang:

 

Setahun sudah kopyah baru lekat di kepalaku

guru berkopyah tak lagi mengajar sejarah

kini sejarah lelaki berkopyah mengajariku

tentang bangsa yang berjalan mundur

terus bertempur

bila tak ingin hancur

 

Di sini kehebatan antologi yang tanpa tema seragam sehingga asam-pedas-manis seperti rujak di siang bolong menyegarkan kepenatan dan mengusir kantuk kebimbangan. Hongkong wilayah yang menyimpan mesiu perlawan budaya karena sikap keterbukaan induk semang yang memberikan harga resmi libur sehari pada pekerja yang tak sekedar dianggap babu.(Maaf saya menggunakan diksi yang mungkin menyakitkan!)

 

Selaras dengan garis batas budaya serumpun,  Thailand dapat dijadikan penutup salam Nusantara, walau sudah sejak lama persamaan budaya atas dasar kepercayaan agama menyerupa di wilayah yang sekarang lebih dipenuhi dengan ikon dan penanda budaya Islam maupun Kristen. Sisa peradabaann yang terukir pada peninggalan rumah ibadat atau candi kentara bahwa pada zamannya kepercayaan itu sungguh merasuk pada sanubari warga bangsa Nusantara.Mahroso Doloh, Thailand

 

Darah Membasah Bumi Fathon

-25 Oktober di Tak Bai,

Narathiwat Thailand Selatan.

 

mata hari dua puluh liama oktober

kembali membawa gerimis anakanak melayu

ketika sansurya kemerdekaan

berkumpul memeriksa keadaan

bertumpuk mencari keadilan

yang telah hanyut tergelam di tangan-tangan penjajah

lalu ada yang bertanya :

apakah maksud kemakmuran saudara?

apakah arti peace di sisi saudara?

oh… anak melayu semua bersaksi

ada yang jaya ada yang dihina

ada yang bersenjata, ada yang berluka

ada yang menginjak ada yang diinjak

ada yang diskotek ada yang dipenjara

saudara berkata :

kami punya maksud baik buat anda

lalu ada yang bertanya :

apakah darah merah membasah bumi

berlapis-lapisan tanah di atas truk itu

melempar-lempar macam binatang ternak

apakah itu maksud baik saudara?

kenapa maksud baik dilakukan

tetapi makin tambah anak-anak kehilangan ayah

anak-anak tidak berpendidikan yang merata

kaum Adam diternakan di rumah-rumah besi hitam itu

kaum Hawa diperkosa oleh kaki tangan pemerintah

kenapa bisa terjadi dengan meksud baik saudara?

ayo, sansurya sebangsa dan setanah air

saat ini kita masih terperangkat lingkaran penjajah

kesedihan, ketidak pendulian, anak-anak kosong pendidikan

ayo, sansurya yang tidak mau lagi dijajah

gerimis dua puluh lima Oktober sudah berulang kali

kini sudah saatnya Revolusi kebangsaan!!!

mari kita berjanji!!

aku warga negara Fathoni Darus Salam

ku tumpahkan darahku, badanku dan hatiku

bertahan melawan keadilan di bumi tercinta

belajar bersungguh-sungguh

membukakan mata dan tidak mendiam lagi

untuk tidak tersesat oleh tipu-tipuan pengganas

yang menari-nari depan juri sendiri

gunakan semua kekuatan otak dan

semua kekuatan fisik kembalikan kemerdekaan

menjadi pabrik-pabrik sansurya yang cemerlang

sansurya menyambungkan perjuangan dan menghapuskan penindasan

yang akan mewarnakan serambi mekah

yang bertatih-tatih dengan Kitab dan Sunnah

demi masa depan Fathoni Darus Salam

yang bahagia dan sejahtera

 

Purwokerto Indonesia, 25 Oktober 2013

 

Sajak ini jadi gemerlap memuisi dengan beberapa keberanian setingkat Chairil Anwar mendedahkan wacana kata yang terasa membahana. Simak kata-kata berikut: sansurya kemerdekaan, hanyut tergelam, kaum Adam diternakan di rumah-rumah besi hitam itu, dengan meksud baik saudara, terperangkat lingkaran penjajah, anak-anak kosong pendidikan, Revolusi kebangsaan, tidak mendiam lagi, tidak tersesat oleh tipu-tipuan pengganas, menari-nari depan juri sendiri, pabrik-pabrik sansurya yang cemerlang serta sansurya menyambungkan perjuangan dan menghapuskan penindasan.

 

Keberanian Mahroso Doloh menggunnakan diksi sungsang tapi meradang menjadikan sajak bernuansa protes ini makin memikat, boleh jadi ini titisan Chairil Anwar kelahiran Thailand.

Bagi nama-nama Indonesia yang tercatat cukup lazim berselancar maupun penggagas kegiatan penerbitan buku (seperti Muhammad Lefand,Jay Wijayanti, Helin Soepentul ,Gampang Prawoto, Daladi Ahmad, Ayu Cipta, dan Sri Wintala Achmad untuk menyebut beberapa nama) mohon maaf  tak ada niatan menyisihkan pada daftar isi saja tetapi pada lapak lain akan dicoba untuk membahasnya dengan lintasan referensi yang lebih memadai dan tak terbatas tenggat yang mengejar waktu penerbitan.

 

Salam Nusantara!

Bogor, 21 April 2014

Ikuti tulisan menarik Lentera Sastra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB