x

Iklan

Hotgantina Sinaga

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

(Sumpah) Pemuda: Dulu dan Sekarang

sumber foto: http://www.cumaberita.com/berita/2062/isi-puisi-naskah-sumpah-pemuda-asli-28-oktober-1928

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Delapan puluh delapan tahun silam, tepatnya tanggal 28 Oktober 1928, sekitar 700 pemuda-pemudi Nusantara dari berbagai daerah berkumpul di Jakarta. Mereka ingin negerinya merdeka dari penjajahan. Salah satu cara untuk meraihnya, mereka mengikrarkan sumpah untuk memiliki Satu Tanah Air, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Tujuannya satu: bangsa bersatu untuk memperjuangkan kemerdekaan dan mengusir penjajah.

Salah satu pemuda itu bernama Muhammad Yamin, lahir pada tahun 1903. Ia seorang pemuda asal Minangkabau, Sumatera Barat. Kecintaanya pada bahasa dan sastra mendorongnya untuk mengajukan sumpah memiliki bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.

Pemuda lain bernama Soegondo Djojopoespito, seorang pemuda Jawa yang lahir pada tahun 1905. Sebelum tergabung dalam Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada tahun 1925, ia mengeyam pendidikan hukum di Batavia. Pendidikan itu pulalah yang membukakan pikirannya bahwa bangsa ini harus merdeka. Lalu, pada tahun 1928, ia menjabat sebagai ketua panitia Kongres Pemuda II. Rumusan sumpah pemuda dituliskan oleh Muhammad Yamin dalam secarik kertas dan memberikannya pada Soegondo.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Amir Syarifuddin Harahap, seorang pemuda Batak kelahiran tahun 1907 ikut berpartisipasi dalam Kongres Pemuda II tahun 1928. Terlahir dari keluarga aristokrat dan intelektual tak membuatnya puas diri untuk dirinya sendiri. Ia belajar sampai ke negeri Belanda lalu menyumbangkan ide perjuangan bangsa untuk melawan penjajah. Ia memberikan banyak masukan saat perumusan Sumpah Pemuda.

Mewakili bagian Timur Indonesia, Johannes Leimena turut ambil bagian dalam perumusan Sumpah Pemuda tahun 1928. Pemuda yang lahir tahun 1905 ini adalah seorang aktivis kebangsaan yang gencar melakukan pergerakan untuk persatuan Indonesia. Ia pun didaulat menjadi ketua Jong Ambon.

Lagu “Indonesia Raya” tanpa teks pertama kali diperdengarkan pada saat Kongres Pemuda II. Pemuda bernama Wage Rudolf Supratman lah penciptanya. Kecintaannya pada musik khususnya biola membuatnya untuk berkontribusi membangun persatuan pemuda-pemudi jaman penjajahan. Meski ia meninggal sebelum Indonesia merdeka, harapannya tercapai lewat karyanya. Lagu “Indonesia Raya” pun menjadi lagu kebangsaan Indonesia.

Pemuda lain asal Jawa bernama Soenario Sastrowardoyo. Pemuda kelahiran tahun 1902 ini berperan sebagai penasihat dan pembicara pada saat Kongres Pemuda II 1928. Berbekal pengalaman pendidikan dari Belanda mendorongnya untuk menggerakkan persatuan melawan penjajah.

Rumah yang dipakai untuk Kongres Pemuda adalah milik pemuda keturunan Tionghoa bernama Sie Kong Liong. Rumah yang beralamat di Jalan Kramat No. 106 ini disewa oleh pemuda-pemuda nasionalis yang sedang menempuh pendidikan dokter di STOVIA. Meski tampak sederhana, rumah ini dipakai pemuda-pemudi berbudi luhur yang bersatu memperjuangkan kemerdekaan bangsanya lewat ikrar Sumpah Pemuda. Rumah itu kini menjadi Museum Sumpah Pemuda.

Berkaca pada tokoh-tokoh di atas, keterbatasan situasi dan kondisi tak membuat para pejuang terdahulu berhenti berkarya. Mereka berjuang hingga akhir hayat. Sumpah mereka tak asal-asalan. Justru momentum itulah yang menjadi cikal bakal berdirinya Negara Indonesia. Mereka berlomba-lomba menyumbangkan kemajuan bagi bangsanya. Mereka bahu-membahu mencapai cita-cita bersama. Kemerdekaan.

Latar belakang para pemuda ini pun beragam. Mulai dari barat sampai timur Indonesia. Suku dan agama juga beragam. Tapi, keberagaman itu tak menyulutkan langkah mereka untuk bersatu. Tak ada caci-maki karena SARA. Malah, mereka menganggapnya sebagai keuntungan yang harus dijaga. Sumpah mereka dijalankan. Buktinya, kita bisa menikmatinya sekarang.

Sebagai salah seorang pemuda bangsa, aku malu melihat kaumku sekarang. Kebanyakan kami mudah tersulut dan tanpa pikir panjang membuat keonaran. Isu suku, agama, ras dan adat-istiadat mudah sekali jadi bahan perpecahan. Bukan sumpah persatuan yang diikrarkan malah sumpah serapah yang menghujat satu sama lain.

Kecanggihan jaman dan kemudahan fasilitas juga belum kami maksimalkan untuk membangun bangsa. Di media sosial, kami lebih banyak curhat tak penting, pamer berlebihan, membagikan informasi yang tidak positif, berkomentar negatif bahkan menjelek-jelekkan antar pemimpin daerah. Seharusnya kami menggunakan kecangihan fasilitas ini dengan baik untuk memajukan bangsa dan negara.         

Rasa lebih bangga menggunakan bahasa asing dan ikut-ikut budaya asing juga semakin meningkat. Belajar bahasa dan budaya asing memang baik dan menguntungkan. Tapi, jika kita lebih membanggakan milik bangsa lain daripada milik sendiri itulah yang menjadi permasalahan. Seolah-olah generasi saat ini tak menghargai bahasa persatuan yang sudah diperjuangkan sejak dulu. Sudah saatnya kita bangga berbahasa persatuan: Bahasa Indonesia!

Sudah seharusnya juga kita perlu menengok ke belakang. Kita perlu melihat dan belajar dari sikap tokoh-tokoh yang memperjuangkan persatuan meski kecanggihan masih terbatas. Isu SARA harusnya tak dipandang sebagai masalah. Bukankah sejak dahulu kala kita sudah beragam? Dan bukankah keberagaman itu indah jika dilestarikan?

Semoga pemuda-pemudi bangsa kini terus berusaha untuk berkontribusi positif bagi kesatuan dan persatuan. Semoga Sumpah Pemuda yang diikrarkan dulu tetap berjalan dan nyata dalam karya pemuda-pemudi. Semoga pemuda-pemuda kini berlomba-lomba mencapai tujuan yang sama: Indonesia satu, mari majukan bersama!

Selamat Hari Sumpah Pemuda! 

 

Tulisan ini pernah ditayangkan di akun http://www.kompasiana.com/bsa_tina/sumpah-pemuda-dulu-dan-sekarang_581381f2e5afbd772a28111d

pada tanggal 28 Oktober 2016

Sumber bacaan:

http://www.bintang.com/lifestyle/read/2351011/13-tokoh-penting-sumpah-pemuda-yang-harus-selalu-kamu-ingat

https://www.selasar.com/politik/siapa-sajakah-5-tokoh-sumpah-pemuda

http://sains.kompas.com/read/2015/10/28/21122921/Tokoh-tokoh.yang.Tak.Tercatat.dalam.Sumpah.Pemuda

http://travel.kompas.com/read/2015/10/28/132800227/Kisah.Pemondokan.Sie.Kong.Liong?page=all

 

Ikuti tulisan menarik Hotgantina Sinaga lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB