x

Iklan

Faza Syahriza Mutahajjad

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memahami Akar Peristiwa 4 Nopember

Rasanya, buta adalah pilihan terbaik demi menjaga keutuhan bangsa yang selama ini dipaksa untuk membaca sesuatu yang tidak perlu untuk dibaca.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Malam ini, sekitar seratus dua puluh menit sebelum tanggal empat nopember diresmikan, aku masih terombang-ambing arus berita yang semakin tak terkontrol. Mencoba menerobos alam bawah sadarku demi memperoleh keputusan nurani yang paling jernih. Apalagi, untuk memahami dan menyelesaikan sebuah peristiwa besar pada zaman ini tak cukup rasanya hanya dengan mengandalkan ilmu fiqih, aqidah dan berbagai macam pan ilmu agama yang ada. Butuh bantuan ilmu lainnya untuk mendalami pertanyaan sederhana yang kini masih tak mampu untuk aku jawab.

 “apa yang sebenarnya terjadi di balik tanggal 4 nopember?”

Semakin hari, pemberitaan di berbagai media semakin membuta. Budaya membaca yang tadinya dianggap sebagai jendela dunia kini bergeser martabatnya menjadi sesuatu yang membahayakan. Apalagi jika dibaca oleh seseorang yang memiliki tingkat emosional tinggi, berita yang dibalut dengan kata jihad akan dengan segera merasuk ke dalam jiwanya sehingga memunculkan sebuah kekuatan tak terbendung yang akan membakar sumbu semangat mereka. Bangsa Indonesia masih terlalu mudah mempercayai informasi atau pun segala sesuatu yang ditampilkan media. Bukan hanya bacaan tetapi juga siaran dan segala bentuk informasi yang ada di negeri ini. Liberalisasi informasi belum diiringi dengan sikap kritis dalam memahami sebuah berita sehingga akan dengan mudah dipengaruhi oleh opini-opini yang tak jarang menyesatkan. Rasanya, buta adalah pilihan terbaik demi menjaga keutuhan bangsa yang selama ini dipaksa untuk membaca sesuatu yang tidak pantas untuk dibaca dan mendengar sesuatu yang tidak perlu untuk didengar hingga akhirnya muncul terlalu banyak informasi yang akan dipahami dengan berbagai macam pandangan yang rentan menimbulkan perpecahan. Kejadian ini tidak hanya tejadi pada satu atau dua orang masyarakat, melainkan jutaan masyarakat muslim di Indonesia sehingga apinya pun akan sangat sulit untuk dipadami.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara itu, di sisi lain nan jauh dari pandangan mata masyarakat awam sepertiku,  sedang terjadi konflik besar-besaran di atas pemerintahan kita. Konflik antar dua negara asing yang sedang memperebutkan Indonesia, memecah belah dan mengincar sesuatu yang tak pernah kita ketahui tetapi jelas akan sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI. Presiden yang tadinya dianggap sebagai kepala pemerintahan yang berwenang memutuskan sesuatu kini tak berkutik sedikit pun sebelum diberi perintah oleh kekuatan asing yang selalu menjadi penentu setiap keputusan negara. Seluruh posisi strategis sudah mereka kuasai. Bahkan hampir tidak ada satu daun pun yang jatuh di Indonesia yang mereka tidak ketahui. Kejadian ini sebenarnya sudah berlangsung jauh sebelum kasus penistaan agama dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta. Hanya saja, gejolak ini sangat sulit untuk dideteksi oleh masyarakat secara keseluruhan.

Secara perlahan, aku mencoba untuk membayangkan apa akibat yang akan terjadi andai kedua peristiwa di atas disatu padukan. Masyarakat yang dipaksa untuk membaca informasi ciptaan mereka  dengan tingkat pemikiran yang bermacam-macam dan berpotensi melahirkan berbagai gesekan vertikal maupun horizontal, tentu akan menjadi sumbu yang sangat mudah terbakar. Apalagi jika ditambah oleh konflik dua negara asing yang akan bersiap mengadu domba bangsa Indonesia andai pemerintah tak mau menuruti kemauannya. Tak bisa dibayangkan bagaimana nasib banga Indonesia apabila kedua peristiwa tadi dikolaborasikan dengan sedemikian rupa. Indonesia yang belum genap berumur satu abad bukan tidak mungkin akan menemui ajalnya pada akhir tahun ini.  Oleh karena itu, tidak heran jika akhir-akhir ini banyak kalangan pemuka agama yang sadar akan potensi dari kedua akibat peristiwa di atas yang begitu gencar mengkampanyekan toleransi, persaudaraan dan persatuan sehingga terkadang terlihat seperti menjual aqidah, toleransi berlebihan dan tuduhan kafir lainnya. Pola pemikiran mereka terlalu dalam untuk sekadar dimengerti secara tekstual, sementara umat muslim pada umumnya hanya menelan bulat-bulat setiap perkataan yang dikeluarkan oleh mereka sehingga justru kehadiran mereka dianggap liberal atau pro non muslim.

Puncaknya, beberapa minggu terakhir ini, “kedua negara” di atas seakan dengan sengaja melempar bola panas ke depan masyarakat Indonesia yang sedang asyik menghirup secangkir kopi, bermain kartu remi dan berbagai macam kegiatan lainnya dengan mensutradarai (merancang) sebuah adegan yang dimainkan oleh Gubernur DKI Jakarta sebagai peran utamanya dengan tujuan menciptakan konflik antar agama. Hanya dengan satu adegan klimaks yang di dalamnya terdapat unsur penistaan agama, mereka berhasil memancing emosi umat muslim yang lahir secara nurani. Hasilnya, berbagai ormas Islam di Indonesia, khususnya Jakarta secara perlahan tapi pasti, terus menerus melakukan demonstrasi besar-besaran hingga akhirnya tibalah kita pada peristiwa demonstrasi empat nopember esok hari.

Situasi ini tentu akan sangat menguntungkan mereka, Polri yang berada di bawah kekuasaannya tak berani mengambil sikap tanpa ada perintah langsung dari penjajah tersebut. Sementara itu rentetan peristiwa yang telah dan akan terjadi sudah tersusun rapi dalam sebuah CD yang bukan tak mungkin suatu saat akan ditayangkan di bioskop negara-negara pecahan NKRI andai seluruh elemen bangsa Indonesia menindak lanjuti strategi ini dengan ceroboh. Gubernur DKI Jakarta seakan dengan sengaja tidak diproses dan ditahan demi memancing emosi umat muslim di seluruh Indonesia, hingga nantinya mereka berharap agar terjadi sesuatu yang anarkis pada demo esok hari agar dapat mereka tunggangi dengan mudah.

Secara nurani, sesuatu yang dilakukan oleh umat muslim di Indonesia sangat jauh dari kata salah, bahkan demonstrasi tersebut merupakan sebuah tanda alami bahwa mereka tidak bisa diremehkan begitu saja. Kecintaan mereka terhadap Al-Qur’an begitu kuat sehingga siapa saja yang berani menghinanya akan berhadapan dengan kekuatan yang sangat besar. Hanya saja, peristiwa besok dan selanjutnya akan sangat rentan untuk ditunggangi apabila tidak dijalankan dengan hati-hati. Begitu juga dengan citra Islam yang akan menjadi taruhannya apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Maka dari itu, tidak hanya aksi fisik yang dibutuhkan tetapi juga pemikiran kritis demi menghindarkan sesuatu yang tidak diinginkan.

Indonesia adalah negara dengan intensitas keruwetan paling tinggi yang pernah ada di bumi tetapi juga negara dengan masyarakat yang paling santai dan bahagia dalam menghadapi berbagai keruwetan masalah itu sehingga tak mudah bagi negara adidaya untuk memecah belah bangsa ini dengan mengandalkan faktor ekonomi atau menciptakan bencana-bencana sosial. Seperti yang pernah aku katakan sebelumnya, di tengah musibah banjir yang sedang menimpa saja, masyarakat ini masih bisa bersuka ria menjadikan banjir sebagai tempat rekrasi. Oleh karena itulah, kekuatan yang ingin memecah belah Indonesia mencari cara lain dan kini sedang mencoba menggunakan konflik agama sebagai senjata utamanya.

Semoga saja, kejadian esok hari mampu membuka mata kita yang masih terpejam dan menjadikan empat nopember sebagai pembuktian bahwa bangsa Indonesia tak sebodoh yang mereka harapkan, setidaknya dengan menciptakan demonstrasi yang damai, keharuman agama Islam akan tercium hingga seantreo dunia dan tujuan-tujuan negara penjajah (secara kasat mata) akan tertunda beberapa saat.  Dan konsekuensinya, kita harus selalu siap menerima berbagai macam cobaan dan goncangan yang mungkin akan mereka ciptakan terus menerus dengan intensitas yang semakin meningkat. Oleh karena itu, mari rapatkan barisan, buka pemikiran serta ciptakan persatuan dan persaudaraan yang akan menjadi senjata utama kita dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Merdeka!

Ikuti tulisan menarik Faza Syahriza Mutahajjad lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler