x

Para pengunjung tak hanya tertarik untuk membaca buku yang berserakan di jalan, mereka juga memanfaatkan instalasi seni tersebut untuk berfoto. Foto: Luzinterruptus

Iklan

akhlis purnomo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jalan dari Si Tukang Pamer

Sebagian orang menyukai buku karena isinya. Sebagian lain karena kebanggaan memilikinya. Yang manakah Anda?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tersebutlah sebuah slogan di universitas Granada, Spanyol. Bunyinya kurang lebih begini:"Dunia hanya terdiri atas empat elemen yakni pengetahuan orang bijak, keadilan penguasa, doa orang saleh dan keberanian ksatria." Universitas tersebut menjadi salah satu puncak peradaban Islam di Eropa abad ke-14.

Buku saat itu memegang peranan penting bagi kemajuan muslim Eropa karena berbeda dari budaya Yunani dan Romawi yang mengutamakan adanya ruang publik untuk diskusi politik, umat muslim di Eropa saat itu memilih buku sebagai jalan bertukar pikiran dan pengetahuan. Kota Cordoba menempati posisi utama dalam sirkulasi buku zaman itu.

Untuk menggambarkan betapa bersemangatnya orang muslim Cordoba memburu pengetahuan lewat jilid-jilid kertas ini, sebuah anekdot pun tersebar dari masa silam yang terabadikan dalam catatan penulis Lisan al-Din ibn al-Khatib.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat mengunjungi sebuah toko buku, ia saksikan sendiri antusiasme orang dalam sebuah proses pelelangan buku. Mulanya ia bersemangat tetapi begitu harga lelang meroket melampaui batas kewajaran, Lisan gelisah dan menemui sang juru lelang. Tanyanya,"Siapa orang yang mau membeli buku semahal ini? Saya mau bertemu dengannya."

Selain merasa masygul karena tak bisa mendapatkan buku itu, Lisan ingin mengetahui motif pembelian buku itu meski harganya benar-benar di luar jangkauan akal sehatnya.

Ternyata seorang pria yang berhasil membelinya. Busananya yang mewah menjelaskan status dan kedudukannya.

Melihat pria itu, Lisan menyapa,"Semoga Allah memberikan kesehatan pada tuan faqih!" Lisan menyampaikan keingintahuannya mengenai motif pembelian buku mahal tersebut, dan si pria kaya menjawab jujur,"Saya membeli buku ini bukan karena saya seorang faqih dan saya juga tak paham isinya. Saya cuma pemilik sebuah perpustakaan baru. Dengan begitu saya bisa memamerkan aset buku saya saat kawan bangsawan saya beranjangsana. Saya pikir buku ini bagus untuk mengisi ruang perpustakaan saya yang masih lapang sebab sampulnya elok sekali. Dan harga tak menjadi masalah. Alhamdulillah! Justru saya menjadi jalan bagi orang lain."

Zaman sekarang makin banyak orang-orang seperti pria tajir ini. Bergelimang buku tetapi tak sempat atau malas membacanya. Menumpuk begitu saja tetapi tidak kuasa menahan birahi membeli lagi dan lagi dan lagi. Orang-orang seperti ini sangat diperlukan agar mereka yang haus pengetahuan bisa diringankan dari keharusan merogoh kocek pribadi dalam-dalam.

Seorang teman yoga saya juga tipe seperti ini, pengoleksi buku tetapi belum tentu pembaca yang tekun. Ia begitu menggebu-gebu melihat sebuah buku tua yang dibawa seorang teman lainnya. "Biarkan aku menyalinnya. Boleh ya?" katanya merajuk. "Ah ini kan buku sudah jelek. Isinya juga tidak lengkap," tukas teman yang memilikinya. Tapi dasar sudah bermental pengoleksi, teman saya itu bersikukuh. "Memang sih belum tentu aku baca, tapi aku sering menyimpan buku dan merasa puas dengan melakukannya, apalagi jika nanti ada teman atau kerabat yang melihat lalu meminjam karena merasa butuh. Di situ aku merasa menemukan kepuasan," tuturnya lagi.

Ikuti tulisan menarik akhlis purnomo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB