x

Iklan

Faiz Abdalla

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pak Fahri, DPR Tak lagi Menarik?

Melihat kinerja buruk DPR , terutama kinerja legislasi, apakah DPR kini tidak lagi menjadi panggung yang menarik bagi Fahri?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Basuki Cahya Purnama (Ahok) memang tokoh politik yang kerap mengundang kontroversi sejak menjadi Gubernur DKI menggantikan Joko Widodo yang terpilih menjadi presiden pada 2014. Puncaknya adalah aksi unjuk rasa besar-besaran pada 4 November lalu saat umat Islam menuntut pengusutan Basuki yang diduga menista agama terkait ucapannya di Kepulauan Seribu, September lalu.

Pada tanggal 17 lalu, Basuki pun ditetapkan menjadi tersangka. Prosesnya ditingkatkan dari penyelidikan ke tingkat penyidikan setelah melalui gelar perkara. Ada yang menyebut, Presiden Jokowi terkesan melindungi Basuki, sehingga Basuki tidak kunjung ditetapkan sebagai tersangka sejak dilaporkan. Ada pula yang menuntut penahanan Ahok seiring ditetapkannya sebagai tersangka.

Terkait itu, penting memahami prosedur hukum acara, terutama proses penyelidikan dan penyidikan. Penekanan penyelidikan ialah menemukan suatu peristiwa yang diduga tindak pidana. Pada proses inilah, ada tidaknya tindak pidana ditentukan. Termasuk bila ada laporan yang masuk, tidak serta merta langsung disimpulkan telah terjadi tindak pidana. Harus diproses dulu, ada atau tidaknya tindak pidana tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika ditemukan tindak pidana, barulah ditingkatkan ke proses penyidikan. Pada proses inilah, upaya paksa seperti penahanan diperkenankan. Itupun harus berdasarkan alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum. Penetapan tersangka tidak otomatis diikuti dengan tindakan penahanan. Dalam kasus Basuki tersebut, polisi sudah memaparkan mengapa tidak melakukan penahanan. Busyro Muqoddas dari Muhammadiyah menilai proses tersebut sudah tepat.

DPR Tak Lagi Menarik?

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, aksi demonstrasi 4 November di depan Istana Negara merupakan sejarah besar bagi Indonesia. Kata Fahri yang juga ikut dalam demonstrasi tersebut, inilah parlemen jalanan terbesar dalam sejarah Indonesia. Fahri tidak sendiri. Bersama pimpinan DPR lain, Fadli Zon, keduanya ikut turun di parlemen jalanan tersebut.

Menariknya saat berorasi dalam kesempatan tersebut, Fahri Hamzah menyinggung soal penggulingan pemerintahan. Ia menyatakan, ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menjatuhkan presiden. Pertama lewat parlemen ruangan dan kedua lewat parlemen jalanan. Entah apa maksud dari Fahri mengeluarkan statement tersebut.

Berbicara tentang parlemen, ternyata ada fakta menarik tentang DPR. Dalam rapat paripurna DPR pembukaan masa sidang kedua tahun 2016-2017, Rabu (16/11), masih banyak anggota DPR yang tidak hadir. Hanya 322 yang hadir dari total 560 anggota. Kritik publik selama ini ternyata tidak didengar. Selama masa sidang pertama tahun 2016-2017, kehadiran anggota DPR rata-rata hanya 41.79 persen. Artinya, hanya 234 orang dari total 560 anggota DPR yang hadir di setiap rapat (Kompas, 17/11).

Rendahnya kehadiran anggota DPR tersebut ditengarai menjadi biang sedikitnya produk undang-undang dari Senayan. Terbaru, rapat Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu yang seharusnya diadakan sehari setelah dibukanya masa sidang kedua terpaksa ditunda karena tidak kuorum. Program Legislasi Nasional 2015-2019 yang mencapai 170 rancangan undang-undang pun terancam tidak tercapai.

Pada masa sidang pertama 2016-2017 yang berlangsung pada 16 Agustus-28 Oktober lalu, hanya dua aturan yang berhasil disahkan. Keduanya merupakan sisa dari Program Legislasi Nasional 2016 yang berisi 50 RUU. Tujuh RUU telah disahkan sebelum Agustus lalu (Tempo, 18/11). Artinya, DPR masih punya utang pembahasan 41 RUU sebelum masa reses pada 16 Desember mendatang. Dengan waktu sesingkat itu, mungkinkah target tersebut tercapai?

Penting untuk diketahui masyarakat, bahwa anggaran satu pembahasan undang-undang ialah sebesar Rp 6 miliar. Dengan begitu, Negara harus mengalokasikan dana Rp 300 miliar untuk 50 target legislasi. Tidak berlebihan bila Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto mencurigai banyaknya target RUU tersebut untuk menghambur-hamburkan uang mengingat setiap tahun tidak pernah tercapai.

Melihat kinerja buruk DPR tersebut, terutama kinerja legislasi dan tingkat kehadiran anggotanya dalam rapat baik rapat paripurna maupun rapat lainnya, apakah keikutsertaan dua pimpinan DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon merupakan tanda bahwa DPR kini tidak lagi menjadi panggung yang menarik? Mungkin.

Karena itu, Aksi 4 November selain menjadi pelajaran untuk saling menjaga perasaan dan persatuan, juga seharusnya menjadi momentum bagi DPR untuk berbenah. Pekan-pekan ke depan diharapkan terbangun kembali suasana kondusif, melupakan pekan-pekan yang melelahkan. Pun bagi DPR, kinerja legislasi perlu dibenahi, juga mengevaluasi tingkat kehadiran anggotanya. Dengan begitu, Fahri Hamzah dan Fadli Zon mungkin akan senang melihat lembaga yang dipimpinnya bekerja dengan baik, sehingga tidak perlu turun ke parlemen jalanan.

 

Ikuti tulisan menarik Faiz Abdalla lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu