x

Jejak Kesenian Ali Sadikin

Iklan

AGUS DERMAWAN T

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Rindu Bang Ali

Ramainya pilkada DKI membawa ingatan orang kepada Ali Sadikin

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada 1978 Hendra Gunawan menyelesaikan lukisan berjudul Ali Sadikin pada Masa Perang Kemerdekaan. Lukisan berukuran 200 x 302 cm itu lantas dihadiahkan kepada Ali Sadikin, alias Bang Ali.Berpuluh tahun lukisan tersebut tergantung di ruang tamu rumah Bang Ali, di Jalan Borobudur, Jakarta. Sampai akhirnya pada April 2016 balai Sotheby, Hongkong, melelangnya. Banyak kolektor yang berminat, sehingga hammer price menunjuk angka $Hk33,2 juta (sekitar Rp56,2 milyar). Ketinggian harga ini segera merunut ke suasana pilkada Jakarta, yang pada bulan itu mulai menghangat atmosfernya.

"Ramainya pilkada di Jakarta membawa ingatan orang kepada keberhasilan Bang Ali sebagai pemimpin Jakarta. Kehebatan persona ini membimbing nilai ekonomi karya. Seperti ketika kami menawarkan lukisan tentang Pangeran Diponegoro," kata petinggi Sotheby.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Persis 50 tahun silamBang Ali (1927-2008) berdiri tegak di Istana Negara untuk menerima tugas baru. Perwira Angkatan Laut ini diangkat sebagai Gubernur Jakarta oleh Presiden Sukarno. Ia dipandang cocok untuk membangun Jakarta, kota yang menyimpan kompleksitas persoalan. Kota teramat luas yang diposisikan sebagai pusat pemerintahan. Bang Ali pun memimpin Jakarta pada 1966 sampai 1977.

Bang Ali dijunjung sebagai gubernur yang tegas, impulsif, punya arah, sigap,visional, proyektif, rasional, plural, toleran dan antikorupsi. Meski tak jarang dianggap kontroversial.Untuk yang ragu atas moralitas programnya, ia spontan berteriak sambil pasang badan."Kalo ane takut dosanye, ente nyang nanggung diakherat." 

Dalam pelaksanaan tata kota Bang Ali acap melakukan relokasi penduduk, sehingga ia dijuluki "biang penggusuran" (Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia, Tempo, 1981). Dan sebagian dilakukan dengan "tangan besi", lantaran yang digusur adalah penduduk liar yang bandel dan tuna aturan. Ia menstimulasi daya kerja wong cilik agar tidak sekadar cari makan, tapi mengembangkan kehidupan. Pada bagian lain, kelas menengah dan atas diberi peluang berusaha, sekaligus diawasi gerak-gerik ekspansinya, sambil terus diburu kewajiban retribusinya. 

Lalu, meski pemerintahan Bang Ali banyak dentuman, Ibukota berhasil dibangun dengan apik. Jakarta jadi tertib, fasilitatif dan indah. Dari perolehan pajak, Jakarta yang bokek bisa mendirikan infrastruktur jalan, gedung kantor dan klinik. Mendirikan TIM (Taman Ismail Marzuki), Taman Margasatwa Ragunan, Taman Ria Monas, Gelanggang Remaja di lima wilayah Jakarta. Ia menggagas Taman Impian Jaya Ancol, pelestarian kebudayaan Betawi di kawasan Condet. Menghidupkan kembali Pasar Malam Gambir dalam bentuk Pekan Raya Jakarta. Membangun Kampung Tangkiwood untuk para artis sepuh yang jelata. Bahkan yang "kecil-kecil"pun disentuh, seperti mengaktualisasi seni lenong, topeng betawi, ondel-ondel, kerak telor.

Semua program itu ditawarkan dengan imbuhan kata "harus, harus dan harus!"Bang Ali mengatakan bahwa dirinya memang memimpin dengan cara semi militer, sehingga ketegasannya sering terartikulasi sebagaikekasaran. Lalu orang boleh mengenang yang terjadi pada 1975, ketika ia mengejar dan menghentikan truk bermuatan 8 ton yang ngebut luar biasa jalan By Pass, Jakarta Utara. Di situsang gubernur "menghajar" si sopir truk. (Bang Ali - Demi Jakarta 1966-1977, Ramadhan KH, 1993).

Atas kebudayaan dan kesenian Bang Ali juga mengawasi dengan kritis dan keras. Ketika tahu ada aktor telanjang bulat mencebur di kolam di TIM dalam sebuah pementasan, sang gubernur marah besar. Ia mengancam akan membekukan TIM apabila adegan semacam itu terulang. Ketika melihatlukisan Srihadi Soedarsono menggambarkan Jakarta jadi kota gudang produk Jepang, ia mencoret-coret karya itu dengan penuh pitam. Walaupun kemudian ia minta maaf lantaran berlaku vandal.

Pada 2005Bang Ali menggelar pidato kebudayaan di Taman Ismail Marzuki, dalam rangka penganugerahan gelar Empu Kebudayaan oleh Akademi Jakarta kepadanya. Usai acara pidato ia dirubung para pengunjung. Di situ seorang wartawan bertanya, "Bang, masih ingat sopir truk yang dulu itu?" Bang Ali tertawa. "Yang menempeleng itu hati orang Jakarta. Bukan tangan saya," katanya. Dalam pidato itu ia mengutip kata-kata ahli perkamusan Inggris, Samuel Johnson:language is the dress of thought. Bahasa adalah pakaian bagi pikiran. Ia ingin berujar : semua perkataannya adalah presentasi dari pikirannya. Dan semua yang ia pikirkan dan katakan adalah apa yang akan ia kerjakan. 

Pada 1986 pelukis Sudjojono wafat. Di rumah duka, saya (dan Syahnagra, pengajar di Institut Kesenian Jakarta) duduk persis di sebelah Bang Ali. Di situ Bang Ali mengatakan bahwa Sudjojono adalah manusia yang mengambil kebenaran nurani sebagai ibu dari perbuatan. Nurani itu melahirkan karakter. Apabila kebenaran nuraniah itu mendapat perlawanan, karakter akan mengkristal, dan sangat kuat bertahan.

Bang Ali adalah simbol dari karakter yang kuat bertahan. Pada1980 ia jadi salah satu penandatangan Petisi 50 yang mengkritik tirani kekuasaan Presiden Soeharto. Tindakan ini menyebabkan ia dialienasi oleh para penguasa Orde Baru, dalam politik, sosial dan bisnis, selama belasan tahun.Apalagi diketahui bahwa ia digadang-gadang jadi presiden oleh banyak orang. Dalam masa penderitaan pengasingan Bang Ali berkata : 

"Kalau kamu merasa benar, jangan pernah merasa takut. Apabila kebenaranmu ditindas, teruslah bertahan. Pada saatnya sepatu penginjak akan lelah, dan pelan-pelan akan beringsut ke sebelah..." 

 
oleh Agus Dermawan T.

Konsultan Koleksi Benda Seni Istana Presiden

Ikuti tulisan menarik AGUS DERMAWAN T lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB