Tentang Almanak (Menghitung Tahun)

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lewat tengah malam nanti, maka kalender Gregorian mencapai bilangan 2017. Apa maknanya bagi Anda?

Pergantian tahun, apa maknanya?

Saat ini secara umum hampir di seluruh dunia digunakan sistem kalender Masehi untuk hampir seluruh kegiatan, baik sehari-hari, dalam pemerintahan maupun kegiatan ekonomi.

Namun, sebenarnya terdapat banyak sistem kalender, baik yang telah diabaikan, masih digunakan atau yang diperbarui. Ada yang berdasarkan edaran matahari, ada juga menurut tampak bulan.

Almanak Mesir Kuno dari Zaman Perunggu berdasarkan posisi matahari terbit dari Sirius (Sothis). Dibagi menjadi tiga musim: akhet (Banjir), peret (Tumbuh) dan shemu (Panen). Terbitnya matahari  dari Sirius kembali ke titik yang sama dalam kalender setelah 1.460 tahun. Periode yang disebut siklus Sothik. Berapa kali sejak diperkenalkan, kalender ini kembali ke titik awal? Mungkin jika para Firaun masih berkuasa, setiap siklus Sithik akan dirayakan besar-besaran di tepi Sungai Nil yang sudah dibendung agar tak melulu banjir.

 Bangsa Babilonia mempunyai kalender Umma, gabungan matahari-bulan merujuk pada sistem penanggalan pendahulunya, bangsa Sumeria. Setahunnya terdiri dari dua belas bulan lunar, ditambah bulan ‘sisipan’ untuk menyesuaikan edaran matahari.

Tiongkok Kuno mengenal kalender Lima Tahap Yin Yang dan kalender Empat Musim Delapan Simpul untuk keperluan-keperluan tertentu termasuk perayaaan-perayaan khusus. Baru pada tahun 1645 kalender yang sungguh-sungguh berdasarkan peredaran matahari ditetapkan di Cina.

Petani di jazirah Arab, khususnya bangsa Palestina dan penganut Nestorianisme menggunakan kalender pantekosta, sistem penanggalan Amorit Kuno untuk bercocok tanam.

Muslim menggunakan kalender Hijriah berdasarkan tampakan bulan, sehingga jatuhnya tanggal 1 bulan baru tidak selalu sama di seluruh dunia.

Penganut Baha’i mempunyai sistem kalender matahari yang disebut almanak Badi’, terdiri dari 19 bulan dan tiap bulannya terdiri dari 19 hari. Meski demikian, Baha’i merayakan dua hari besar berdasarkan edaran bulan.

Orang Jawa yang masih memegang adat budaya mengenal Pawukon, siklus dalam kalender  Jawa yang berdasarkan penanggalan Hindu (tahun Saka) namun dipengaruhi tahun Hijriah Islam. Pawukon digunakan hampir untuk segala hal: melakukan perjalanan, membangun rumah, perjodohan, melamar, menikah, menagih hutang, dan lain sebagainya.

Masih ada banyak sistem kalender, selain yang disebutkan di atas.

Kalender Masehi Gregorian yang kita gunakan sekarang merupakan sistem kalender matahari. Sebuah kalender matahari adalah kalender dengan tanggal menunjukkan posisi bumi berevolusi mengelilingi matahari atau posisi tampak matahari bergerak pada kubah langit. Kalender Gregorian merupakan perbaikan dari kalender Julian dengan memasukkan koreksi 0,002% setiap tahun agar posisi ekuinoks dan titik matahari tidak meleset setelah bertahun-tahun.

Lewat tengah malam nanti, maka kalender Gregorian mencapai bilangan 2017. Apa maknanya bagi Anda?

 

Bandung, 31 Desember 2016

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Anak-anak Malam Minggu

Sabtu, 2 September 2023 17:05 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler