x

Iklan

Amirudin Mahmud

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dukung Pemerintah Hadapi Freeport

Indonesia adalah negara berdaulat. Tak sepantasnya diintervensi, ditekan oleh siapa pun, termasuk PT Freeport.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Miris mendengarnya, PT Freeport mengancam Pemerintah akan membawa perbedaan atau sengketa yang dihadapi ke pengadilan internasional. Freeport berencana akan mengajukan arbritase jika tak menemukan titik temu dengan Pemerintah terkait tuntutan berakhirnya kontrak karya dan penetapkan status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) oleh Pemerintah Indonesia. Kedaulatan bangsa dipertaruhkan. Di negeri sendiri, Pemerintah menerima ancaman dan tekanan.

PT Freeport bersikukuh meminta agar kontrak kerja sama tetap menggunakan Kontrak Karya (KK) yang sudah berlangsung sejak 1991. Alasannya, aturan itu dinilai memberikan kepastian hukum bagi perusahaan untuk investasi jangka panjang di Indonesia. Sementara Pemerintah Indonesia menetapkan status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bagi Freeport. IUPK berdasarkan UU Mineral dan Batu Bara tahun 2009 yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. Isinya, seluruh perusahaan tambang mineral di Indonesia, termasuk Freeport, harus mengubah statusnya menjadi IUPK jika ingin mendapatkan izin ekspor konsentrat. Sebelumnya, Pemerintah melarang ekspor dilakukan karena Freeport belum juga merealisasikan pembangunan smelter yang dijanjikan sejak 2014.

          Dalam PP Nomor 1 Tahun 2017 tersebut juga ditegaskan bahwa perusahaan tambang asing harus melepas 51 persen sahamnya secara bertahap kepada pemerintah dalam jangka waktu 10 tahun. Selain skema pajak yang menggunakan sistem prevailing, soal divestasi saham juga menjadi poin yang ditolak Freeport.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menanggapi ancaman arbritase, Pemerintah RI berkeras mewajibkan PT Freeport Indonesia mengubah jenis kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan membangun smelter dalam lima tahun. Sikap tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, dan Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto, menanggapi pernyataan CEO Freeport McMoran, Richard Ackerson, bahwa pihaknya akan menggugat pemerintah RI ke arbitrase internasional. (http://www.bbc.com)

Kontrak dengan PT Freeport kali pertama ditandatangani pada tahun 1967. Kontrak berlaku selama 30 tahun. Kontrak kedua (perpanjangan) ditandangani  pada 1991. Kontrak juga berlaku 30 tahun yang akan berakhir tahun 2021. Dalam kontrak kedua, konon Persiden Soeharto awalnya menolak. Namun pada tahun itu (1991) Soeharto mendapat tekanan dari dunia internasional lewat peristiwa “Insiden Santa Cruz” di Provinsi Timor-Timur. Insiden  Santa Cruz dijadikan alat untuk menekan Pemerintah Indonesia dengan ancaman bahwa kasus Santa Cruz akan menyeret banyak Perwira TNI ke hadapan Pengadilan HAM Mahkamah Internasional di Den Hag, Belanda. Tekanan ini yang membuat Presiden Soeharto tak berdaya, menandatangani kontra perpanjangan dengan PT Freeport

Berbekal pengalaman sejarah diatas, sebagai bangsa berdaulat kita semua wajib mendukung langkah Pemerintah menghadapi Freeport. Jangan biarkan kepentingan kapital asing menguras  sumber daya alam negeri ini secara tak adil. Bangsa Indonesia tak boleh berdiam diri melihat, menyaksikan ketidakailan dalam eksplorasi sumber daya mineral di Papua. Tunjukkan bahwa kita bangsa merdeka, berdaulat. Buktikan bahwa Indonesia adalah bangsa besar. Dalam kurun waktu cukup lama, kita merindukan Pemerintahan yang kuat, mandiri, yang tak dapat diintervensi oleh kepentingan bangsa asing. Saatnya, upaya nasionalisasi ekplorasi sumber daya mineral seperti dalam kasus Pt Freeport oleh Pemerintah layak mendapatkan dukungan penuh dari kita, rakyat Indonesia.

Untuk mendukung langkah Pemerintah terkait PT. Freeport, menurut hemat saya ada beberapa hal yang kudu diperhatikan, diigat selalu, dan diwaspadai. Pertama, jalin persatuan lebih kuat lagi. Persatuan adalah kekuatan utama bangsa Indonesia. Sebab itu, Presiden Jokowi selalu mengingatkan. Jokowi senantiasa membangun kesadaran akan pentingya persatuan dan kesatuan terlebih dalam menghadapi kepentingan asing seperti kasus PT Freeport. Jokowi merangkul semua elemen dan kekuatan bangsa ini. Dan alhamdulillah, sampai hari ini kita semua solid menghadapi PT Freeport. DPR 100% telah mendukung langkah pemerintah. TNI, Polri bersatupadu mengamankan NKRI. Ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah juga telah menyatakan dukungan terkait sengketa dengan PT Freeport. Semangat persatuan dan kesatuan pada level atas harus dibumikan ke dalam kehidupan masyarakat sampai ke level paling bawah. Saya yakin, jika kita bersatu,  musuh siapapun dia akan berpikir ulang mengusik kedaulatan NKRI.

Kedua, mewaspadai adu domba. PT Freeport kata lainnya adalah Amerika Serikat (AS). AS tak mungkin diam ketika kepentingannya terusik. Banyak contoh terkait hal itu. Dalam bereaksi Amerika biasanya menggunakan dua cara yakni embargo dan adu domba. Iran misalnya, adalah negara yang bertahun-tahun diembargo secara ekonomi. Negeri Kaum Mulah tersebut berhadapan dengan AS pasca revolusi tahun 1979 di bawah kepemimpinan Imam Khumaini. Setelah Syah Pahlevi tumbang, kepentingan AS tak aman lagi. Mereka pun mengembargo bangsa Persia tersebut hingga sekarang. Kemudian cara lain adalah mengadu domba kekuatan bangsa. Sebaiknya kita semua mewaspadai. Para politisi, ulama, tokoh nasional dan semua elemen bangsa ini  sebaiknya berhati-hati. Jangan pernah mau dijadikan alat untuk kepentingan mereka. Jangan mau diadudomba.

Ketiga, tentang intoleransi. Diantara cara paling efektif mengadu domba bangsa berpenduduk mayoritas Islam seperti Indonesia adalah dengan menghadirkan intoleransi. Indonesia harus belajar dari pengalaman negara-negara di Timur Tengah. Ada Syuriah, Yaman dan Iraq, hancur lebur dalam perang saudara berkepanjangan karena intolerasni. Dan di sana AS terlibat dan melibatkan diri. Di Syuriah misalnya, ISIS dipersenjati melalui kaki tanganya yakni negara-negara sekutu AS semisal Saudi.  Sebab itu, Ketua Umum PB NU, KH Said Aqil Siradj seringkali mengingatkan, Indonesa jangan mau di-syuriahkan. Tindakan intoleransi diwaspadai sebagai cara mengadu-domba kita semua.

Keempat, isu sensitif seperti soal PKI, keturunan Cina, juga Sunni-Syiah. Hal-hal seperti itu berpotensi besar digunakan guna memecah belah NKRI. Karenanya, masyarakat diminta jangan mudah terpancing. Jangan terjebak pada jebakan betman. Kita harus cerdas membaca keadaan dan zaman.

Kelima, menyiapkan SDM Indonesia yang handal. Kedepan, hal tersebut wajib dilakukan lebih baik lagi. Potensi alam yang dimiliki tak boleh lagi pengelolaannya dikuasai oleh asing karena keterbatasan SDM kita. Generasi muda harus belajar terus, mengembangkan kualitas dan  SDM.

Akhir kata, Indonesia adalah negara berdaulat. Tak sepantasnya diintervensi, ditekan oleh siapa pun. Kita semua diminta segera merapatkan barisan. Bersatu melawan setiap upaya penjajahan. Pemerintah berhak didukung dalam hadapi arogansi kekuatan kapital asing. Junjung harkat dan martabat bangsa dan negara. Indonesia pasti jaya. Wa Allhu alam

 

 

          

Ikuti tulisan menarik Amirudin Mahmud lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB