Berangkat dari bandar udara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang pukul 16.45, seharusnya kami sudah mendarat di Halim Perdana Kusuma pukul 18.05, namun tertunda hingga 18.50 WIB, karena pesawat kami harus berputar-putar terlebih dahulu di langit Jakarta yang saat itu sedang di guyur hujan yang sangat deras.
Sebenarnya, saat pendaratan masih gerimis. Bersyukur, semuanya berjalan lancar hingga pesawat kami berhenti. Seperti biasa, lampu sabuk pengaman mati dan semua penumpang berdiri, bersiap untuk turun. Tapi, lama sekali. Entah apa yang dilakukan pramugari didepan pintu pesawat. Tebakan saya sih masih menunggu tangga untuk merapat ke pintu.
Sembari menunggu, hampir semua penumpang menyalakan telepon genggam. Termasuk seorang ibu-ibu berkerudung ungu yang berdiri 2 meter di depan saya. Tak lama setelah menyalakan telepon genggamnya, ia menjawab sebuah panggilan masuk dengan suara yang sangat keras khas ibu-ibu, disertai logat Palembang-nya yang begitu kental.
“ini baru mendarat, ujan deres nian (banget) geledek petir jadi muter-muter dulu tadi di pucuk (atas). Sabarlah dikit, ini lagi nunggu turun, dak tahu ngapo lamo nian (tak tahu kenapa lama sekali), caknyo pramugari tu lupo narok kunci pintu tu dimano (sepertinya si pramugari lupa menaruh kunci pintunya dimana)".
Sontak, tertawalah seisi pesawat!
Jakarta, 25 Februari 2017
Oktarian Dwi Saputra
Ikuti tulisan menarik Oktarian Dwi Saputra lainnya di sini.