x

Tim Densus Anti-Teror 88 melakukan penggeledahan di rumah terduga teroris berinisial S di Jetis Wetan, Pedan, Klaten, Jawa Tengah, 15 Desember 2016. Aksi terorisme pelemparan bom molotov pernah terjadi di wilayah Solo Baru, beberapa waktu lalu. ANTAR

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Penguatan Deradikalisasi ~ Suhardi Alius

Deradikalisasi merupakan upaya mentransformasi keyakinan atau ideologi radikal menjadi tidak radikal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Suhardi Alius

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

Munculnya kembali aksi terorisme yang di antara pelakunya ada mantan narapidana terorisme menimbulkan pertanyaan: apakah program deradikalisasi telah gagal? Pelaksanaan deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dilakukan secara berkesinambungan baik di dalam lembaga pemasyarakatan maupun di luar lembaga. Deradikalisasi merupakan upaya mentransformasi keyakinan atau ideologi radikal menjadi tidak radikal. Pembinaan dan upaya mengubah sisi kognitif atau memoderasi pemikiran dan keyakinan seseorang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidaklah bijak bila deradikalisasi yang dilaksanakan BNPT dikatakan kurang berhasil. Sebagai gambaran, berdasarkan data hingga Februari 2017 terdapat 231 napi terorisme yang tersebar di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di berbagai daerah. Di luar LP terdapat 535 orang, baik bekas napi dan teroris, keluarganya, maupun jaringannya. Artinya, terdapat lebih dari 766 orang yang terpapar terorisme telah menjadi sasaran program deradikalisasi BNPT.

Sejak program deradikalisasi digulirkan pada 2014, hanya ada tiga kejadian bekas napi terorisme kembali beraksi, atau 0,0056 persen dari 535 bekas napi terorisme. Dari segi kualitas, mereka yang kembali beraksi bukan kelompok inti (hardcore). Ketiganya ditahan sebelum 2014 dan lepas pada 2014 serta 2015. Artinya, mereka belum tersentuh secara mendalam oleh program deradikalisasi.

Ketiganya adalah Juhanda (napi "bom buku", bebas Juli 2014), yang melakukan aksi bom di Gereja Oikumene, Samarinda, 2016. Sunakim (napi kasus pelatihan militer Jalin Jantho, bebas September 2015), yang melakukan aksi bom Thamrin, 2016. Yayat Cahdiyat (napi kasus pelatihan militer Jalin Jantho, bebas April 2015), yang melakukan aksi "bom panci" di Cicendo, Bandung, Februari 2017.

Memang tidak mudah melaksanakan program deradikalisai, khususnya terhadap kelompok inti (hardcore), yang bisa berpengaruh besar. Tapi sebagian besar yang pernah terpapar radikalisme telah berbalik dan kini aktif membantu melawan terorisme. Jika bukan karena program tersebut, sebagaimana pengakuan para mantan teroris, mereka akan tetap radikal dan menjalin jaringan, seperti ISIS.

Tidak ada satu pun negara yang mampu menjamin wilayahnya terbebas dari terorisme. Begitu pula dengan Arab Saudi, yang berperan penting dalam percaturan politik Timur Tengah, gencar melakukan upaya kontra-terorisme dan deradikalisasi. Bahkan, saat berkunjung ke sini, Raja Salman mengajak Indonesiabersama-sama melawan terorisme.

Indonesia dinilai berhasil menanggulangi terorisme. Bahkan negara-negara maju mengapresiasi dan meminta Indonesia berbagi pengalaman menanggulangi terorisme tersebut. Tapi keberhasilan menanggulangi terorisme itu tidak menghilangkan ancaman terorisme.

BNPT menerapkan dua strategi penanggulangan terorisme. Pertama, strategi kontra-radikalisasi yang ditujukan terhadap masyarakat agar tidak terpengaruh oleh kelompok-kelompok radikal yang cenderung berkembang. Langkah ini bertujuan meningkatkan daya tangkal dan kewaspadaan masyarakat terhadap terorisme. Kedua, strategi deradikalisasi yang ditujukan kepada pelaku ataupun keluarga dan simpatisan. Tujuannya, mengubah pemikiran radikal individu atau kelompok yang telah terekspos paham radikal agar dapat kembali moderat.

Pelaksanaan deradikalisasi dirumuskan sebagai suatu program yang utuh, integratif, dan berkesinambungan dalam empat bentuk program, yaitu identifikasi, rehabilitasi, reedukasi, dan resosialisasi. Program identifikasi adalah mengidentifikasi tersangka teroris yang telah ditangkap dan belum menjalani persidangan atau belum memiliki kepastian hukum tetapi teridentifikasi sebagai teroris, termasuk keluarga dan jaringannya. Identifikasi dilakukan secara bertahap, mulai dari persiapan, assessment, intervensi, identifikasi, evaluasi, sampai rekomendasi.

Program rehabilitasi secara sistematis mengubah orientasi ideologi radikal dan kekerasan ke ideologi yang inklusif, damai, dan toleran. Selain itu, BNPT melakukan pembinaan keagamaan, kepribadian, dan kemandirian terhadap napi teroris dan keluarganya.

Reedukasi adalah program pemahaman ulang terhadap napi teroris, bekas napi teroris, dan keluarganya tentang ajaran agama yang damai. Reedukasi merupakan intervensi lanjutan terhadap seorang napi teroris dan keluarganya yang telah mengikuti program rehabilitasi dan/atau telah mendapat rekomendasi untuk melanjutkan ke program reedukasi ini.

Program resosialisasi mengembalikan napi teroris/bekas teroris dan keluarganya agar dapat hidup dan berinteraksi dengan masyarakat secara baik. Karena itu, lingkup kerja program resosialisasi juga mencakup masyarakat di lingkungan ia dan keluarganya berada. Resosialisasi ini dimaksudkan agar masyarakat bisa menerima kehadiran para mantan napi teroris dan keluarganya di tengah mereka.

Berbagai langkah strategis terus diupayakan BNPT. Antara lain berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga pemerintahan. Karena itu, BNPT mengajak pemerintah dan masyarakat turut berpartisipasi aktif dalam menanggulangi terorisme.

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler