x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Asahlah Kemampuan Berpikir Divergenmu

Berpikir divergen memungkinkan kita memperoleh beragam perspektif dalam memandang persoalan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Banyak lintasan sejarah yang mungkin terjadi dalam hidup seseorang atau masyarakat, walaupun akhirnya hanya satu yang dilalui. Banyak jalan dapat dilalui untuk meninggalkan satu tempat dan menuju tempat lain, meskipun hanya satu yang akhirnya dilewati. Pilihan untuk memecahkan suatu masalah pun begitu. Sebelum keputusan diambil, kita dapat memikirkan beragam kemungkinan jalan keluar.

Mereka yang cenderung pada status quo akan lebih menyukai cara atau jalan yang aman untuk menyelesaikan masalah. Mereka enggan untuk berpikir ‘apa yang akan terjadi jika saya memakai cara ini?” Mereka tidak nyaman bila harus mengeksplorasi kemungkinan baru—“Wah, risikonya besar kalau pakai cara lain yang belum pernah dicoba.” Mereka akan memilih jalan yang sudah sering dipakai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sayangnya, jalan yang sudah sering dipakai belum tentu jalan yang terbaik untuk situasi baru karena berbagai perubahan. Berpikir dengan cara yang berbeda, yang lazim disebut berpikir divergen, memungkinkan kita mempertimbangkan gagasan baru dan berbeda, metode baru dan berbeda, peluang-peluang baru dan berbeda, maupun solusi baru dan berbeda.

Ketika merumuskan istilah berpikir divergen pada 1967, psikolog J.P. Guildford menguraikan bahwa berpikir divergen adalah proses menghasilkan beragam gagasan yang saling berhubungan untuk topik atau solusi atas persoalan tertentu. Sifatnya spontan, mengalir bebas, dan tidak linier—atau mengikuti garis lurus. Secara longgar, berpikir divergen juga diistilahkan oleh Edward de Bono, penulis Six Thinking Hats, sebagai ‘berpikir lateral’

Cara berpikir divergen dapat dipakai untuk menguji kreativitas seseorang. Pertanyaan seperti ‘jika kamu diberi bata dan pisau, kegunaan apa saja yang bisa kamu lakukan di luar yang sudah lazim?’ Bagaimana individu itu merespons pertanyaan yang sangat terbuka ini dapat memperlihatkan potensi kreatif orang tersebut. Seseorang mungkin saja memberi jawaban yang aneh, tak biasa, dan mungkin belum terpikirkan oleh si pemberi pertanyaan.

Begitulah, berpikir divergen memungkinkan kita menemukan jawaban-jawaban alternatif. Berbeda dengan alur linier yang cenderung kaku, berpikir divergen mengikuti alur yang mengalir bebas dan lebih spontan. Berpikir divergen memungkinkan kita berjumpa dengan berbagai kemungkinan jawaban yang bahkan tidak terduga.

Alih-alih menggunakan langkah-langkah yang mengikuti garis lurus, dengan berpikir divergen kita diajak untuk melihat aspek-aspek lain dari situasi. Kita diajak menggunakan sudut pandang yang tidak biasa, betapapun abstrak dan tak lazim kelihatannya saat pertama kali.

Hal itu dapat dilakukan bila kita berpikir lebih bebas saat bekerja, menghimpun beragam gagasan sekalipun relasi gagasan tersebut dengan persoalan yang berusaha kita pecahkan mungkin terlihat tipis. Kedengarannya seperti membuang-buang waktu, namun penggunaan cara ini akan mendatangkan jawaban-jawaban yang mungkin lebih tepat.

Terdapat banyak alat yang dapat dipakai dalam berpikir divergen, di antaranya brainstorming dan mind mapping. Melalui brainstorming kita dapat  menghasilkan asosiasi-asosiasi yang bersifat acak. Dengan mind mapping, kita membelah gagasan menjadi gagasan-gagasan yang lebih kecil hingga kita memperoleh gambar yang utuh mengenai sebuah persoalan.

Dengan berpikir secara divergen, terbuka kemungkinan untuk menghasilkan himpunan gagasan atau pool of ideas. Mungkin saja, tidak semua gagasan itu dipakai sekarang, tapi niscaya bermanfaat untuk lain waktu. Langkah selanjutnya, bagaimana mengatur gagasan-gagasan tersebut—yang mungkin saja sebagian di antaranya tidak betul-betul baru—agar kita bisa memperoleh jalan keluar yang inovatif dari persoalan yang sedang kita hadapi.

Meskipun dikotomi otak kiri dan otak kanan tak perlu dibesar-besarkan karena kita sering memakai keduanya dalam memecahkan sebuah persoalan, namun hemisfere kanan lebih diperlukan dalam berpikir divergen—intuisi dan ekspresi emosional, spontan dan mengalir bebas, tidak linier. Setidaknya ada empat karakteristik utama berpikir divergen, yakni fluency (kemampuan menghasilkan berbagai gagasan secara cepat), flexibility (kemampuan memikirkan cara-cara yang berbeda pada waktu bersamaan), originality (kemampuan menghasilkan gagasan yang kebanyakan orang tidak terpikirkan), dan elaboration (kemampuan untuk memperdalam gagasan yang sudah diperoleh).

Kemampuan berpikir divergen tidak akan datang tiba-tiba. Diperlukan latihan untuk memahaminya, menguasainya, dan mengasahnya agar mampu mempraktikannya dengan lebih tajam. (sumber ilustrasi: elearningindustry.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu