x

Iklan

Andyan Kurniati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ashabiyah, Guanxi ala Ibnu Khaldun

Salah satu prinsip pebisnis keturunan Tionghoa yang menjadi kunci sukses disebut sebagai guangxi. Ternyata, ada konsep serupa dalam ekonomi Islam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di tengah maraknya isu Cinaisasi di jagat maya, ada satu fenomena yang sejak lama menjadi pemandangan umum di negeri ini bahkan mungkin di banyak negeri lain di dunia. Bahwa kehadiran masyarakat beretnis Tionghoa di berbagai negara dengan jaringan bisnis yang kuat merupakan fakta empiris yang tak bisa diabaikan.

Salah satu prinsip penting pebisnis keturunan Tionghoa yang menjadi kunci sukses mereka dikenal sebagai konsep guangxi yang berakar dari ajaran Konfusius. Meski sering diartikan sebagai jaringan (network), guanxi lebih merujuk kepada sebuah sistem hubungan antar pribadi yang saling terikat satu sama lain yang dapat menyerupai ikatan keluarga.

Diawali dengan satu perbuatan baik atau bantuan dari seseorang kepada orang lain, muncullah kewajiban bagi pihak yang dibantu untuk membalas budi atas kebaikan yang diterimanya. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun agar ikatan tersebut menjadi permanen. Dalam hubungan guanxi, tidak perlu saling menyukai. Ikatan guanxi menciptakan kewajiban yang melebihi rasa suka terhadap seseorang.

Konsep serupa yang disebut ashabiyah (kekerabatan) diperkenalkan oleh Ibnu Khaldun dalam kitab karyanya berjudul Muqaddimah.  Meski diuraikan dalam konteks politik kenegaraan, konsep ashabiyah dangat relevan untuk diaplikasikan dalam konteks ekonomi. Ashabiyah dalam ekonomi dapat dipandang sebagai suatu konsep tentang perlunya suasana kehidupan saling tolong-menolong atau bekerja sama untuk mewujudkan model kesejahteraan ekonomi masyarakat. Dasar pemikirannya, merujuk pada ayat al-Qur’an, yang menjelaskan pentingnya ikatan kolektivitas sosial: Dan tolong menolonglah kamu dalam hal (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong untuk berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al Maidah 5 : 2).

Ashabiyah menurut Ibnu Khaldun merupakan suatu bentuk solidaritas sosial yang bersifat fungsional dan menunjuk pada terbentuknya “persaudaraan dalam Islam” atau ukhuwah Islamiyah. Ikatan persaudaraan yang kuat memungkinkan setiap individu, kelompok, komunitas, dan masyarakat, membangun jaringan kerja sama untuk mencapai kemaslahatan bersama, falah di dunia dan di akhirat.

Dengan sejumlah kesamaan pada konsep guanxi dan ashabiyah, kita dapat memandang optimis pada potensi kekuatan ekonomi umat. Bahkan, dengan iman Islam sebagai landasan, motivasi berekonomi dengan tujuan falah dunia akhirat seharusnya menjadi motivasi yang kokoh bagi kita untuk mencapai kemaslahatan umat. Persoalan faktual yang menjadi pekerjaan besar adalah bagaimana mengimplementasikan ashabiyah sebagai bentuk fungsional ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan ekonomi umat secara menyeluruh.

Sebagai penutup, marilah kita renungkan kembali mengapa umat Islam di negeri ini menjadi pecundang dalam perekonomian? Mungkinkah karena kita jauh dari Al Quran, khususnya dari ilmu muamalah yang dimuat dalam 228 ayatnya? Lalu, pantaskah kita mengacungkan telunjuk kepada pihak lain, sementara keempat jari lainnya sedang menunjuk diri sendiri?

 

 

Ikuti tulisan menarik Andyan Kurniati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler