x

Iklan


Bergabung Sejak: 1 Januari 1970

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

TNI dan Marwah Ideologi Negara

Hal ini akan selalu relevan, karena tidak menutup kemungkinan hal serupa akan terjadi kembali.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh : Ikhsan Yosarie

Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas

 

Bahasan ini sebenarnya sudah cukup lama. Tetapi, hal ini akan selalu relevan, karena tidak menutup kemungkinan hal serupa akan terjadi kembali. Kasus ini kembali saya bahas sebagai bentuk apresiasi kepada integritas TNI dalam menjaga marwah dan kehormatan ideologi negara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hubungan militer Indonesia (TNI) dengan Autralia (Australian Defense Force/ADF) beberapa waktu lalu berada pada situasi yang tidak stabil. Ketidakstabilan ini terjadi lantaran pembekuan atau pemberhentian sementara kerjasama militer Indonesia dengan Autralia. Penyebabnya adalah laporan seorang instruktur dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI, perihal adanya pelecehan ideologi negara Indonesia selama pelatihan bersama ADF. Selain pelecehan Ideologi Pancasila, masih ada beberapa persoalan lain, yaitu menyoal pendiskreditan peran Sarwo Edhie (Mantan Komandan Resimen Pasukan Komando AD/cikal bakal Kopassus) dalam G30S/PKI pada tahun 1965, materi tentang sejarah TNI dan Timor Leste, serta essai peserta didik dari ADF tentang masalah di Papua (Tempo, 6 Januari 2017). 

Pasca-pembekuan hubungan militer ini, permohonan maaf telah disampaikan oleh Menteri Pertahanan Australia, Marise Payne dan Kepala Staf Angkatan Udara Australia, Marsekal Mark Donald Binskin kepada pihak Indonesia. Namun, pembekuan dan pengevaluasian kerjasama militer tetap dikukuhkan oleh Panglima TNI sampai ada hasil investigasi dari pihak Australia menyoal permasalahan ini.

Pemberhentian hubungan militer Indonesia-Autralia ini merupakan keputusan yang tepat. Wajar saja ketika Panglima TNI membuat keputusan ini, karena persoalannya adalah Ideologi negara yang telah dilecehkan oleh pihak asing. Ideologi sebuah negara, pada dasarnya merupakan kehormatan negara tersebut. Benang merahnya, negara berdaulat bukan hanya dalam penga kuan secara teritorial, hukum dan eksistensinya, tetapi penghormatan terhadap sesuatu yang substantif –dalam hal ini ideologi negara– menjadi salah satunya. Dengan sejarah panjangnya, Pancasila menjadi marwah dan jiwa negara, dan itu include kedalam kepribadian bangsa Indonesia. Respon cepat TNI terhadap pelecehan ideologi negara, disisi lain merupakan komitmen mereka terhadap aktualisasi Kode Etik Sapta Marga.

Sebagai kode etik Tentara Nasional Indonesia (TNI), Sapta Marga memiliki penerapan yang tidak dapat terlepas dari dimensi ruang dan waktu sebagai prinsip-prinsip moral prajurit TNI. Keterkaitannya dengan Pancasila, yang notabene sebagai jiwa, kepribadian, pandangan hidup, dan way of life bangsa Indonesia, menunjukkan bahwasanya Pancasila sebagai prinsip moral bangsa Indonesia, juga menjadi dasar prinsip yang menyusun etika profesi militer tersebut. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwasanya Sapta Marga menjadi manifestasi kepribadian Pancasila bagi setiap prajurit TNI.

Pondasi Pancasila bisa kita lihat pada beberapa butir Sapta Marga. Pada butir pertama, Sapta Marga mengamanatkan kepada prajurit TNI, Kami warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang bersendikan Pancasila. Kemudian disambung dengan butir kedua, Kami patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara, yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah. Melihat hal ini, tampak bagaimana Pancasila menjadi jiwa setiap prajurit, dan prajurit pun memiliki kewajiban untuk menegakkan Sapta Marga tersebut.

Integritas TNI

Upaya membela ideologi dan haluan negara bukan hal baru bagi TNI. Pasca berlakunya doktrin Jalan Tengah yang digagas Jenderal A.H Nasution, ABRI –tepat nya Angkatan Darat– kemudian mengadakan Seminar pertama Angkatan Darat pada bulan April 1965. Dan hasil dari seminar tersebut adalah tercetusnya sebuah doktrin yang menyatakan bahwa angkatan bersenjata di Indonesia merupakan “kekuatan militer” dan “kekuatan sosial” sekaligus. Kegiatan Angkatan Darat meluas, meliputi bidang-bidang ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, dan keagamaan (Harorld Crouch, 1999).

Bahkan, terlibatnya ABRI kedalam ranah politik struktural, yaitu pengangkatan ABRI ke dalam MPR sebagai anggota DPR juga merupakan salah satu upaya melindungi ideologi negara dari pihak asing. Dalam pasal 10 UU No.16 tahun 1969 tentang Susunan MPR, DPR, dan DPRD yang menentukan bahwa, “Anggota DPR berjumlah sebanyak 460 orang, 360 dipilih melalui pemilihan umum, dan 100 orang diangkat”. 100 orang yang diangkat terdiri dari 75 orang dari ABRI dan 25 orang dari golongan fungsional non-ABRI (Mahfud MD, 2003).

Pertimbangan yang diajukan dalam memasukkan ABRI kedalam parlemen adalah suatu indikasi akan adanya satu fraksi yang dapat menguasai suara mayoritas di MPR, dan dengan besarnya suara fraksi tersebut dapat menggunakan kekuasaannya untuk mengubah Pancasila dan UUD 1945. Maka, masuknya ABRI ke dalam Parlemen menjadi opsi untuk menangkal kemungkinan yang demikian dan membuat perimbangan kekuatan didalam parlemen.

Setelah runtuhnya Orde Baru, peran-peran ABRI yang luas tersebut dikembalikan seperti semula. Misalnya, peran politik ABRI dihapuskan dengan kemunculan TAP MPR No.VII/MPR/2000 yang mengatur bahwasanya TNI tidak memiliki hak dipilih dan memilih, dan keterwakilan ABRI pada parlemen dihapuskan pada tahun 2004. Kemudian, peran ekonomi ABRI dengan diundangkannya UU No.34 tahun 2004 tentang TNI, tepatnya pasal 76 yang mengamanatkan pemerintah mengambil alih bisnis TNI, serta diterbitkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia No.7 tahun 2008 tentang Tim Nasional Pengalihan Aktifitas Bisnis TNI guna memperlancar pengalihan seluruh aktifitas bisnis yang dikelola TNI kepada pemerintah sebagaimana amanat Undang-undang.

Namun, peran TNI dalam ranah ideologi negara tidak serta merta hilang. Keterlibatan TNI disini berada dalam kerangka melindungi keberlangsungan Pancasila sebagai ideologi negara. Melindungi disini bisa kita lihat dari upaya TNI dalam mengantisipasi ideologi asing, massifnya program bela negara, dan teraktualisasinya upaya membela ideologi negara kedalam Kode Etik Sapta Marga prajurit TNI.

Dan ketika militer Australia melakukan pelecehan terhadap ideologi negara Indonesia didalam kurikulum pembelajaran militernya, respon yang muncul dari TNI bukan hanya persoalan melindungi kehormatan negera Indonesia, tetapi juga menjadi bukti komitmen TNI dalam membela ideologi negara dan aktualisasi Kode Etik Sapta Marga setiap prajurit TNI.

Ikuti tulisan menarik lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terkini

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB