x

nobel-medal

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ironi Nobel Sains

Mengabaikan kontribusi puluhan peneliti lain, sebutan Peraih Nobel hanya tertambat pada segelintir ilmuwan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Penemuan gelombang gravitasi yang membuahkan penghargaan Nobel Fisika untuk Rainer Weiss, Barry C. Barish, dan Kip S. Thorne mengukuhkan ‘ramalan’ Albert Einstein sekitar satu abad yang silam. Ketika pada 1916 Einstein menyatakan perihal keberadaan gelombang gravitasi di alam semesta, banyak fisikawan menertawakannya. Namun kini ia terbukti benar.

Lebih dari itu, penemuan ketiga fisikawan beserta timnya di LIGO (Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory) menguatkan renungan Einstein bahwa ‘imajinasi lebih penting daripada pengetahuan’. Tatkala pengetahuan banyak sejawatnya ‘belum sampai’, sehingga mereka menertawakannya, imajinasi Einstein telah membawanya melaju ke depan. Bahkan, ilmuwan memerlukan seratus tahun untuk menemukan gelombang gravitasi yang jadi bahan kelakar itu. Dan karena Einstein, seratus tahun yang silam, baru sebatas ‘meramalkan’ iapun tidak memperoleh Hadiah Nobel untuk ramalannya itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mereka yang hidup di masa sekarang yang memperoleh penghargaan atas kebenaran ramalan Einstein. Meskipun banyak kolega berbangga atas penghargaan yang diberikan kepada tiga fisikawan ini, banyak pula sejawat yang mempertanyakan: lantas apa penghargaan bagi ratusan ilmuwan lain yang berkontribusi terhadap penemuan gelombang gravitasi ini?

Ketiga fisikawan ini memang memimpin penelitian di LIGO, namun tanpa dukungan ratusan ilmuwan lainnya, penelitian ini akan sangat sukar mencapai tujuannya. LIGO merupakan kesatuan fasilitas yang terpisah oleh jarak sejauh 4 kilometer, ujung yang satu di Washington dan ujung yang lain di Lousiana. Keduanya dihubungkan pipa vakum. Laser yang ditembakkan oleh instrumen akan begerak dalam saluran vakum dari satu ujung ke ujung lain. Bila tak ada gelombang gravitasi, jarak yang ditempuh laser akan sama sepanjang waktu. Bila ada gelombang gravitasi, jarak tempuh akan berubah.

Bagaimana mungkin ketiga Nobel Laureate tersebut menemukan gelombang gravitasi tanpa kontribusi pikiran, tenaga, dan waktu peneliti lain di LIGO? Dalam makalah ilmiah yang memuat penemuan tersebut, jumlah ilmuwan yang tercantum dalam daftar kontributor penulis mencapai tiga halaman. Sayangnya, Komite Nobel tak mau mengubah aturan main untuk memberikan penghargaan di bidang sains kepada kelompok, tak seperti Nobel untuk Perdamaian, misalnya.

Masalahnya, ini bukan sekedar prestise mengenai ‘gelar’ peraih Nobel Fisika, atau bidang sains lainnya, melainkan dapat menimbulkan kesan yang keliru tentang cara kerja sains dan ilmuwan, khususnya di masa sekarang. Semakin jarang ilmuwan yang bekerja secara individual, semisal Einstein yang berkutat di atas kertas untuk merumuskan teori relativitas. Di masa sekarang, para ilmuwan bekerja berkelompok dan berjejaring, berbagi data dan bertukar pikiran.

Dengan mengerucutkan sebuah penemuan hanya pada sedikit figur, Komite Nobel telah mereduksi peran dan kontribusi puluhan dan mungkin ratusan ilmuwan yang secara langsung terlibat dalam penemuan itu. Namun, peristiwa semacam ini bukan yang pertama. Ketika Komite Nobel memberi kehormatan kepada Emil von Behring pada 1901 untuk penemuan antitoksin, peran dan kontribusi kolaborator dekatnya, Shibasaburo Kitasato terlupakan. Hadiah Nobel untuk Kedokteran dan Fisiologi pada 1952 diberikan kepada Selman Waksman untuk penemuan antibiotic streptomycin dan mengabaikan sumbangan Albert Schatz, mahasiswa bimbingan Waksman yang sebenarnya menemukan zat itu.

Dalam sains modern, semakin jarang ilmuwan menemukan sesuatu seorang diri. Bahkan, dalam kelompok riset terkecilpun biasanya melibatkan peneliti pascadoktoral, mahasiswa, maupun teknisi. Kelompok-kelompok peneliti bekerja sama untuk menggarap sebuah proyek tunggal. Mengapa Komite Nobel mengingkari kenyataan ini dan bersikukuh memberikan penghargaan hanya pada sangat sedikit orang untuk penemuan yang melibatkan puluhan hingga ratusan orang peneliti? Apakah mereka secara sadar mengikuti gagasan ‘lone genius’ seperti diringkaskan filosof Thomas Carlyle bahwa ‘sejarah dunia tidak lain biografi orang-orang hebat’? **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

13 jam lalu

Terpopuler