x

Pengendara mobil melakukan pembayaran nontunai menggunakan kartu uang elektronik atau e-toll di Gerbang tol RAMP Taman Mini 2, Jakarta, 7 September 2017. Mulai Oktober 2017 pemerintah mengharuskan pengguna tol membayar secara non tunai menggunakan

Iklan

Yunus Husein

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Polemik Uang Elektronik Belum Selesai

Dengan dikenakannya biaya untuk top up uang elektronik, masyarakat pengguna uang elektronik menanggung beban biaya yang seharusnya tidak perlu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Yunus Husein

Ketua Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Polemik mengenai uang elektronik belum selesai. Polemik itu mengenai pengenaan biaya top up uang elektronik belum selesai dan polemik tentang apakah uang elektronik bertentangan dengan Undang-undang no. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Gubernur Bank Indonesia tetap bersikeras untuk mengatur  pengenaan biaya top up uang elektronik, walaupun Himpunan bank-bank pemerintah sudah memutuskan untuk tidak mengenakan biaya.

            Uang elektronik adalah uang yang tersimpan dalam bentuk kartu atau bentuk lainnya sebagai pengganti uang tunai yang digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran  di merchant yang telah bekerjasama dengan bank penerbit uang elektronik. Uang elektronik yang dipakai pada transaksi jalan tol adalah uang elektronik jenis chip-based atau card-based yang diterbikan bank. Kartu ini nilainya dapat ditambah nilainya (top up) melalui banknya sendiri  (on us) atau melalui bank lain atau agen (off us).

            Dengan dikenakannya biaya untuk top up uang elektronik, masyarakat pengguna uang elektronik menanggung beban biaya yang seharusnya tidak perlu. Selain itu masyarakat juga harus menanggung beberapa beban antara lain biaya  pembelian kartu pra bayar, uangnya tidak dijamin, sehingga kalau kartunya hilang uangnya hilang dan tidak bisa diblokir.Masyarakat juga tidak menerima bunga dari uang yang dipakai membeli uang elektronik, semantara uang itu masuk  ke bank. Di lain pihak  bankir memperoleh dana murah dari masyarakat tanpa harus  membayar bunga.

            Negara2 tetangga lebih banyak yang menggunakan uang elektronik seperti Singapura, Hongkong, Malaysia dan Jepang dibandingkan Indonesia. Ada negara seperti Hongkong dan Jepang tidak mengenakan baya atas top up biaya uang elektronik. Seharusnya Indonesia belajar dari negara tsb.

            Pengaturan biaya top up uang elektronik ini harus diatur dengan hati-hati.. Pengaturan biaya top up uang elektronik khususnya untuk kartu yang di top-up pada banknya sendiri (on us) yang selama ini gratis, tidak perlu diatur  karena mekanismse pasar sudah berjalan dan bank khsusnya bank-bank milik negara sudah merelakannya. Untuk top up uang elektronik melalui bank lain atau agen (off us) dapat saja dikenakan biaya sesuai dengan kebijakan bank atau agen, tetapi perlu diberikan batas maksimal.Biaya ii diperlukan karena ada jaringan, tenaga kerja dan sumber daya lainnya yang dipakai dalam transaksi ini.

            Bank Indonesia memang berwenang mengatur dan mengawasi uang elektronik, tetapi  jelas keberpihakannya kepada publik dengan tidak mengatur biaya top up uang elektronik dengan transaksi on us , tetapi boleh mengatur seperlunya biaya top up uang elektronik yang dilakukan dengan off us dengan niat untuk melindungi konsumen.

            Polemik kedua apakah uang elektronik bertentangan dengan Undang-undang no. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Pasal 21 Undang-undang tersebut  mewajibkan uang rupiah digunakan dalam transaksi di wilayah Indonesia. Kalau uang rupiah dipakai dalam transaksi pembayaran, maka rupiah tidak boleh ditolak (pasal 23) Kewajiban dan larangan tersebut diperkuat dengan ancaman pidana  dalam Pasal 33 Undang-undang yang sama. Apakah penolakan uang tunai (kartal) dalam transaksi pembayaran jalan tol melanggar Undang-Undang tentang  Mata Uang ? Kami sependapat dengan Bank Indonesia, bahwa hal itu tidak melanggar Undang-undang Mata Uang, karena yang terjadi bukanlah penolakan rupiah, tetapi transaksi di jalan tol menggunakan uang rupiah dalam bentuk uang elektronik, bukan dalam bentuk uang tunai (kartal). Bank Indonesia menafsirkan pengertian uang dalam Undang-undang Mata Uang dengan penafsiran yang luas sebagai currerncy, yaitu tidak saja meliputi uang tunai, tetapi juga uang rupiah dalam bentuk elektornik. Penggunaan uang elektronik dalam transaksi di jalan tol jelas bermanfaat banyak bagi pengelola jalan tol, pemakai jalan tol dan bank.Transaksi dengan uang elektronik lebih cepat, efisien, aman dan lancar. Bukankah aturan hukum itu bukan saja untuk keadilan dan kepastian hukum, tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat ?

 

 

           

 

2

Ikuti tulisan menarik Yunus Husein lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu